Baca artikel Duniaku lainnya di IDN App
For
You

Penilaian Film: Noise, Suara Gaib dan Jejak Hilangnya Sang Adik

04.jpg
Screenshot film Noise. (Dok. Studio Finecut/Noise)
Intinya sih...
  • Sinopsis film Noise: Wanita gangguan pendengaran dihantui suara terkait hilangnya adik dan kehadiran roh jahat.
  • Suara-suara mencekam: Suara-suara familiar dikemas dalam konteks yang mencekam, meninggalkan sensasi tak nyaman.
  • Supernatural dan kegilaan: Film aburkan batas antara kegilaan dan horor supernatural, menekan secara audio dan atmosfer horor film ini.

GENRE: Horor

ACTORS: Lee Sun-bin, Han Soo-a, Kim Min-Seok

DIRECTOR: Kim Soo-jin

RELEASE DATE: 27Juni 2025

RATING: 3/5

Duniaku.com dapat kesempatan hadir ke screening film horor Korea, Noise.

Bagaimana kesan saya soal film ini?

Simak di bawah ini!

1. Sinopsis film

still cuts film Noise (instagram.com/by4mstudio.official)
still cuts film Noise (instagram.com/by4mstudio.official)

Sinopsis film Noise begini, "Seorang wanita dengan gangguan pendengaran dihantui oleh suara-suara yang terkait dengan hilangnya sang adik dan kehadiran roh jahat. Semua itu membawanya pada sebuah rahasia kelam dan terungkapnya sosok misterius."

2. Suara-suara mencekam yang bikin tidak nyaman

still cuts film Noise (instagram.com/by4mstudio.official)
still cuts film Noise (instagram.com/by4mstudio.official)

Salah satu aspek paling berkesan dari Noise bagi saya, bahkan masih terngiang saat keluar dari bioskop, adalah... suaranya.

Tak mengherankan, mengingat judul film ini sendiri sudah Noise, menyiratkan bahwa elemen suara akan menjadi fokus utama.

Sepanjang film, kita disuguhi suara-suara yang sebenarnya familiar, namun dikemas dalam konteks yang jauh lebih mencekam. Salah satu yang paling menonjol adalah suara langkah kaki menghentak dari lantai atas kamar apartemen, jenis suara yang mungkin terdengar biasa saja, apalagi kalau kamu pernah apes punya tetangga berisik. Tapi di sini, suara itu berubah menjadi ancaman.

Selain itu, ada pula suara-suara lain yang sengaja dirancang untuk membuat penonton tidak nyaman: denging tajam yang disisipkan di momen-momen strategis, hingga suara yang lebih ke supernatural.

Diperdengarkan lewat sistem suara bioskop, keseluruhan elemen ini menjadikan pengalaman menonton Noise bukan hanya menegangkan secara visual, tapi juga menekan secara audio, meninggalkan sensasi tak nyaman yang justru memperkuat atmosfer horor film ini.

3. Supernatural dan kegilaan

Noise 02.jpg
Screenshot film Noise. (Dok. Studio Finecut/Noise)

Salah satu hal yang saya sukai dari Noise adalah cara film ini mengaburkan batas antara kegilaan dan horor supernatural.

Kehilangan sang adik secara misterius (tanpa jejak yang jelas) dan gangguan supernatural membawa dampak psikologis yang perlahan menggerus ketenangan sang tokoh utama. Kita melihat bagaimana teror demi teror mulai memengaruhi persepsinya: ada momen-momen ketika apa yang terlihat di layar terasa nyata, lalu tiba-tiba berubah, membuat kita mempertanyakan, apakah itu benar-benar terjadi atau hanya ilusi yang diciptakan pikirannya yang terguncang.

Dan yang menarik, mungkin yang gila bukan hanya dia.

Seiring berjalannya cerita, muncul kesan bahwa apartemen tempat tinggalnya juga menyimpan luka psikologis kolektif. Gangguan suara seolah menjadi pemicu bagi kegilaan tersembunyi yang perlahan merusak mental para penghuni. Apakah ini kutukan? Trauma? Atau sesuatu yang lebih gelap?

Yang jelas, horor dalam Noise tak hanya datang dari bisikan dan denging menyeramkan. Sang protagonis juga dihadapkan pada kenyataan pahit yang lebih nyata: aparat yang tak bisa banyak membantu tanpa bukti, pemilik apartemen yang lebih peduli pada citra dan renovasi gedung, hingga tetangga-tetangga dengan perilaku yang mencurigakan dan kadang mengganggu.

Gabungan antara tekanan psikologis, elemen gaib, dan konflik sosial inilah yang membuat Noise terasa mencekam bukan hanya sebagai film horor, tapi juga sebagai potret gangguan mental berjamaah yang merambat pelan namun pasti.

4. Bagaimana kualitasnya sebagai film horor?

Noise 03.jpg
Screenshot film Noise. (Dok. Studio Finecut/Noise)

Pada intinya, Noise adalah film horor. Tapi seberapa efektif judul yang satu ini menunaikan tugasnya untuk menakut-nakuti penonton?

Menurut saya, Noise cukup berhasil. Banyak bagian dari film ini terasa intens, bukan karena jumpscare berlebihan, tapi karena atmosfernya yang dibangun lewat suara. Penyajian audio yang cerdas menjadikan momen-momen "sepi" justru terasa menegangkan. Bahkan saat tidak ada yang benar-benar terjadi secara visual, suara sudah cukup untuk membuat penonton merasa tidak aman.

Kalau bicara soal penampakan makhluknya, secara desain, menurut saya biasa saja.

Namun, yang saya apresiasi adalah bagaimana film ini mencampurkan elemen supernatural dengan kegilaan secara halus. Beberapa adegan membuat kita bertanya-tanya: apakah yang terlihat itu benar-benar makhluk gaib? Atau justru hasil dari tekanan mental sang tokoh utama?

Tentu saja, horor adalah pengalaman yang sangat subjektif. Saya sendiri sudah belasan tahun menonton dan mengulas film, termasuk banyak horor dari berbagai sub-genre, jadi toleransi ketakutan saya mungkin berbeda dari penonton yang belum terbiasa.

Namun begitu, Noise menurut saya adalah tipe horor yang mencekam, bukan karena serangan langsung, tapi karena atmosfer dan tekanan psikologisnya. Didukung oleh desain suara yang efektif, film ini menawarkan pengalaman horor yang menekan dan menggugah, meski tidak sampai ke tingkat ekstrem atau disturbing.

5. Kesimpulan

08.jpg
Screenshot film Noise. (Dok. Studio Finecut/Noise)

Saya memberi Noise nilai 3,5 bintang... yang saya bulatkan ke 3 bintang.

Penyajian audio yang mencekam, dibalut dengan kritik sosial dan eksplorasi tema kegilaan, membuat Noise terasa lebih dari sekadar film horor biasa. Ada sejumlah momen yang cukup kuat untuk membekas di benak penonton, jenis film yang mungkin tak langsung dilupakan begitu saja setelah credit roll selesai.

Namun, ada beberapa hal yang menahan saya untuk memberikan nilai lebih tinggi. Ending-nya, misalnya, termasuk tipe yang akan memecah pendapat: ada yang mungkin suka, ada yang bisa saja membencinya, dan buat saya pribadi (sayangnya) jatuhnya justru di tengah-tengah: "meh, gitu doang."

Dari segi plot, Noise juga belum menawarkan sesuatu yang benar-benar mencengangkan. Penokohan mayoritas karakternya pun terasa agak datar, tidak cukup kuat untuk membangun keterikatan emosional yang lebih dalam.

Meski begitu, Noise tetap layak masuk daftar tontonan horor kamu, terutama jika ditonton bareng teman. Pengalaman audio yang imersif di bioskop jelas akan memperkuat rasa tegang dan mencekam, dan tentu saja, bikin sesi nobar jadi lebih seru karena kamu bisa takut-takutan bareng!

Itu tadi kesan saya soal Noise. Kalau kamu sudah nonton, gimana pendapatmu? Yuk, diskusi di kolom komentar!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fahrul Razi Uni Nurullah
EditorFahrul Razi Uni Nurullah
Follow Us