Baca artikel Duniaku lainnya di IDN App
For
You

Penilaian Film: 28 Years Later, Kembalinya Teror, Eksperimen, dan Energi Brutal dari Danny Boyle

28_Years_Later_Empire_v16_FINALvb_flat.jpg
Dok. Colombia Pictures (28 Years Later)
Intinya sih...
  • Eksperimen Visual yang Liar Tapi Terarah
    • Danny Boyle kembali merangkul format digital secara total, menggunakan iPhone, drone, dan teknik pengambilan gambar yang ekstrem.
    • Editor Jon Harris menjadi sosok penting dalam menjaga kekacauan visual tetap berada dalam kerangka yang bisa dinikmati.
    • Narasi Personal dalam Dunia Pascakehancuran
      • Film ini menyorot karakter muda bernama Spike, seorang anak berusia 14 tahun yang harus menghadapi kenyataan hidup di dunia pascawabah.
      • 28 Years Later menyampaikan kritik sosial tentang komunitas tertutup dan represi dalam masyarakat pasca-Bre

GENRE: Horor

ACTORS: Jack O'Connell, Aaron Taylor-Johnson, Ralph Fiennes

DIRECTOR: Danny Boyle

RELEASE DATE: 17 Juni 2025

RATING: 4/5

Setelah 18 tahun menunggu, dunia akhirnya kembali ke dalam dunia yang penuh amarah dan kekacauan dalam 28 Years Later, sekuel spiritual dari 28 Days Later (2002) dan 28 Weeks Later (2007). Disutradarai oleh maestro film Inggris, Danny Boyle, yang terakhir mengarahkan Yesterday (2019), film ini bukan hanya sebuah kelanjutan, tapi juga bentuk reinkarnasi penuh tenaga dari semangat horor distopia yang pernah ia ciptakan di awal 2000-an.

Menariknya, meskipun kini ia berusia 68 tahun dan berada di titik mapan dalam kariernya, Boyle justru menunjukkan gairah yang seakan milik sineas debutan: liar, penuh keberanian, dan penuh eksperimen visual. Bersama penulis naskah Alex Garland yang kembali menggarap skenario, 28 Years Later menjadi pembuka dari trilogi baru—dimana film keduanya bahkan sudah rampung, dan film ketiganya sedang dalam tahap pencarian dana produksi. Sebuah pendekatan yang terdengar independen, namun dijalankan dengan skala dan kontrol ala studio besar.

1. Eksperimen Visual yang Liar Tapi Terarah

V1-0005_yrl_dtlr1_t_4k_rec709_full.jpg
Dok. Colombia Pictures (28 Years Later)

Yang membuat 28 Years Later begitu mencolok di antara rilisan horor lainnya adalah pendekatan visualnya yang nyaris anarkis. Danny Boyle kembali merangkul format digital secara total, seperti yang ia lakukan saat membuat 28 Days Later sebagai film digital pertama yang sukses secara global. Tapi kini, ia melangkah lebih jauh, menggunakan iPhone, drone, dan teknik pengambilan gambar yang ekstrem, tidak konvensional, bahkan terkesan "acak" di awal film.

Potongan-potongan gambar, pergeseran format, serta perpaduan antara footage resolusi tinggi dan arsip video analog membentuk sebuah struktur visual yang tidak selalu mudah diikuti, namun berhasil membangun dunia yang sangat organik dan menggigit. Ini bukan hanya soal menyuguhkan zombi lari cepat dan kekerasan visceral, tapi juga tentang bagaimana medium film itu sendiri bisa diretas dan dieksplorasi.

Editor Jon Harris menjadi sosok penting dalam menjaga agar semua kekacauan visual ini tetap berada dalam kerangka yang bisa dinikmati. Meski awalnya terasa psikotik dan tidak stabil, cerita akhirnya menemukan ritmenya, bergerak dari kekacauan ke arah narasi yang lebih terstruktur, tanpa kehilangan daya tarik sinematiknya.

2. Narasi Personal dalam Dunia Pascakehancuran

DF-01934.jpg
Dok. Colombia Pictures (28 Years Later)

Boyle dan Garland tak hanya fokus pada gaya. Di tengah kekerasan dan dunia pascawabah, 28 Years Later juga menyimpan inti emosional yang kuat, yakni tentang keluarga, kehilangan, dan harapan. Film ini menyorot karakter muda bernama Spike (diperankan dengan sangat kuat oleh aktor muda Alfie Williams), seorang anak berusia 14 tahun yang harus menghadapi kenyataan hidup di dunia yang keras dan tanpa belas kasihan.

Di balik aksi bertahan hidup dan pelarian dari ancaman zombi yang kini semakin menggila, 28 Years Later menyampaikan kritik sosial yang menyentil. Dunia yang digambarkan dalam film ini mencerminkan realitas pasca-Brexit, dimana komunitas tertutup, paranoid, dan penuh aturan menggambarkan masyarakat yang ingin mengisolasi diri dari yang lain. Masyarakat survivor dalam film hidup dalam keteraturan yang tampak nyaman namun penuh represi. Di sinilah metafora Boyle menjadi semakin jelas bahwa horor sejati bukan hanya datang dari virus atau makhluk buas, tapi juga dari struktur sosial yang membungkam dan menolak perubahan.

3. Hibrida Gaya dan Cerita, Lama dan Baru

DF-10527_2000x1333_thumbnail.jpg
Dok. Colombia Pictures (28 Years Later)

Film ini tidak hanya memanggil kembali atmosfer dari film pertamanya, lengkap dengan shot diagonal dan lanskap kota kosong yang menyeramkan, tetapi juga meramu gaya visual dari film-film Danny Boyle lainnya seperti Trainspotting dan Sunshine. Ada rasa familiar yang membuat penggemar lamanya merasa "pulang", namun ada juga keberanian baru yang menjadikan 28 Years Later bukan sekadar nostalgia.

Kehadiran Cillian Murphy sebagai produser (setelah sebelumnya membintangi film pertama) memberi rasa kesinambungan pada waralaba ini. Tapi 28 Years Later adalah film yang sepenuhnya berdiri sendiri. Sebuah reboot yang menyapa penonton baru, tanpa mengorbankan penghormatan terhadap penggemar lama.

4. Berani Menggigit Ulang Dunia Lama

DF-06819_rv3_2000x1333_thumbnail.jpg
Dok. Colombia Pictures (28 Years Later)

Dengan bujet $75 juta yang relatif kecil untuk ukuran Hollywood saat ini, 28 Years Later membuktikan bahwa kreativitas dan visi tetap lebih penting daripada kemewahan produksi. Film ini menegaskan posisi Danny Boyle sebagai sutradara yang tak pernah berhenti mencoba, bahkan saat banyak sineas seusianya mulai bermain aman.

Film ini menantang, terkadang melelahkan, tapi sangat segar dan penuh vitalitas. Ia tidak hanya menghidupkan kembali dunia zombi cepat yang menakutkan, tapi juga mengajak kita merenung tentang masa depan, tentang keterasingan, dan tentang keberanian untuk terus berjalan dalam dunia yang sudah tak sama.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fahrul Razi Uni Nurullah
EditorFahrul Razi Uni Nurullah
Follow Us