Review Logan - Drama Superhero yang Sangat Memikat
Masih mempertimbangkan mau nonton Logan atau tidak? Coba baca review Logan ini. Siapa tahu kamu bisa lebih yakin untuk menyaksikannya!
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Masih mempertimbangkan mau nonton Logan atau tidak? Coba baca review Logan ini. Siapa tahu kamu bisa lebih yakin untuk menyaksikannya!
Sinopsis
[duniaku_baca_juga]
Mutan telah musnah. Tiga yang tersisa tinggal Logan, Charles Xavier, dan Calliban. Mereka hidup menyepi di area El Paso, mungkin satu-satunya yang tersisa dari kaum yang semula begitu perkasa itu.
Logan telah meninggalkan sepenuhnya hidup sebagai pahlawan super. Ia mencari nafkah sebagai supir taksi online, dengan impian membeli kapal agar dia dan Xavier bisa hidup aman di lautan.
Tapi lalu ia berjumpa dengan Laura, seorang anak kecil misterius. Dan hidupnya yang semula relatif tenang dan stabil pun menjadi kacau.
Film Superhero yang Beda dari Yang Lain
[duniaku_adsense]
Poin review Logan kedua ini akan mencoba membahas kenapa Logan begitu beda dari film superhero lain.
Film superhero kelam bukan sesuatu yang baru di dekade ini. Kamu tinggal mengingat Batman v Superman yang baru rilis tahun lalu, dan beberapa kali memperlihatkan Superman gagal menyelamatkan orang. Sebelumnya juga ada Watchmen dan The Dark Knight.
Tapi semua film itu tidak menonjolkan unsur yang disajikan Logan: soal mortalitas para pahlawan super ini.
Saat kamu pertama kali berjumpa dengan Logan, kamu akan melihat kemampuannya sudah menurun jauh. Dia masih bisa menyembuhkan diri, tapi ada yang salah dari dia. Bahkan langkahnya pun pincang.
Hal yang sama juga diperlihatkan oleh Calliban dan Charles Xavier; dua mutan lain selain dia yang tersisa. Mereka sudah begitu tua dan rapuh. Xavier, terutama, mengalami penyakit degeneratif otak. Bukan hal yang baik saat kekuatan pria ini berhubungan dengan otaknya.
Logan dan Xavier harus menjalani petualangan terakhir mereka dalam kondisi ini. The Dark Knight dan Batman v Superman memang film muram, tapi para pahlawan di situ masih bisa bertarung dalam kondisi prima. Demikian pula dengan Watchmen. Di Logan? Walau Xavier masih bisa menggunakan telepati dan Logan bisa mengeluarkan kuku adamantium, sudah terasa sekali kalau mereka sudah jauh dari masa prima mereka.
Film ini juga menahan diri dalam menyajikan aksi-aksi heboh. Bahkan konflik yang tersaji pun bersifat lebih pribadi, bukan ancaman yang bisa menghancurkan dunia. Tidak ada kekuatan super menakjubkan seperti kecepatan Quicksilver, tak ada musuh penghancur bumi seperti Apocalypse.
Faktor-faktor itu membuat film ini kadang tidak terasa seperti film superhero. Hanya drama aksi di mana para jagoannya kebetulan bisa membela diri dengan cara unik. Apakah itu hal yang baik? Buruk? Tergantung kamu sebagai penonton tentu saja. Yang jelas, itu membantu Logan menjadi film yang unik di lautan sinema superhero.
Akting yang Luar Biasa dari Hugh Jackman dan Patrick Stewart
[read_more id="298696"]
Hal ini rasanya juga perlu disorot dalam review Logan ini. Logan adalah film terakhir Jackman dan Patrick Stewart. Seakan menyadari itu, keduanya menunjukkan performa yang benar-benar luar biasa.
Sepanjang seri X-Men, Jackman selalu menyajikan sosok Wolverine yang ideal. Petarung penyendiri yang diam-diam peduli kepada sahabat-sahabatnya, dan selalu ganas saat bertarung dengan musuh jahat.
Di sini, Jackman menyajikan sisi lain Wolverine. Lebih tepatnya, seperti disebut di atas, Wolverine tua yang berangsur-angsur kehilangan kekuatannya. Setiap gerak-gerik Jackman benar-benar menonjolkan betapa menderitanya Logan di usia tua ini. Saat ia melangkah, kakinya terlihat pincang sebelah. Saat ia berlari, ia kesulitan bernafas. Detail inilah yang membuat penampilannya begitu menonjol.
Di sisi lain ada Patrick Stewart. Dia sukses menyajikan kemampuan aktingnya yang luar biasa sebagai Xavier yang telah mulai pikun dan di ambang kematian. Melihat Professor X yang biasanya menjadi mentor X-Men begitu menyedihkan bisa membuatmu menangis sejak pertama melihatnya.
Oh, dan jangan lupakan Daffney Keene juga. Meski sangat muda, pemeran Laura ini mampu beradu akting dengan Hugh Jackman dan Patrick Stewart yang sedang tampil maksimal.
Sebenarnya peran Laura ini menantang. Karakter ini sempat lama membisu. Tapi tetap saja Keene menyajikan karakteristik Laura lewat mimik dan gerak-gerik. Tanpa mengucapkan satu kata pun, Keene memperlihatkan Laura yang cute dan kekanakan namun diam-diam luar biasa buas.
Untuk membaca lanjutan review Logan, kamu bisa lanjut ke halaman berikutnya!
Bukan untuk Anak-Anak
[duniaku_baca_juga]
Biasanya, sebuah film dilarang untuk anak-anak karena film itu mengandung unsur kekerasan dan seksual. Dua faktor itu, terutama, dimiliki oleh Deadpool yang saat tayang menuai kontroversi dan drama di medsos Indonesia.
Logan tergolong film dewasa bukan karena kekerasannya yang ganas saja. Film ini memang drama dewasa yang rasanya sulit untuk dinikmati oleh yang belum cukup umur.
Dalam durasi 2 jam 21 menit, Logan tidak menyajikan aksi fun seperti Deadpool maupun kumpulan aksi-aksi penghancur kota seperti Batman v Superman. Film ini bahkan lebih banyak menghabiskan waktu untuk menyorot karakterisasi masing-masing tokohnya.
[duniaku_adsense]
Kalau misalnya anak-anak menonton film ini, masalahnya bukan apa mereka akan terganggu oleh kekerasannya. Fokus kepada karakterisasi dan plot ini, serta momen-momen tenang tanpa konflik yang bisa diselipkan di awal dan tengah, memang bisa membuat penonton muda bosan.
Jadi, kalau kamu orang tua yang sempat berencana mengajak anakmu nonton Logan, coba cari film lain. Max Steel juga sedang tayang tuh, dan rasanya lebih cocok untuk penonton muda.
Di sisi lain, kalau kamu penikmat film, drama dan para tokoh utama Logan begitu menarik dan memikat. Walau temponya lambat di beberapa bagian, kepiawaian James Mangold dalam menggarap film membuat durasi 2 jam 21 menit itu tak terasa. Waktu terasa berlalu cepat saat menyaksikan petualangan Logan tua ini.
Kesimpulan
[read_more id="298543"]
Sebagai penutup review Logan, inilah kesimpulannya: Logan bukan film yang sempurna. Kamu akan melihat sendiri kalau ternyata kebanyakan antagonis di film ini terasa mengecewakan, dan hanya bisa merepotkan Logan dan Laura karena jumlah mereka banyak sekali. Pada akhirnya, kecuali satu, orang-orang ini terasa kurang berkesan.
Upaya film ini untuk menyajikan film yang beda dari yang lain juga mungkin bisa membuat kesal para purist. Jangankan mengenakan kostum kuning dan kameo Deadpool, sutradara James Mangold bahkan seperti ingin membuat film aksi non-superhero tapi menggunakan karakter X-Men.
Tapi dengan kelemahan-kelemahan itu pun Logan tetap film yang luar biasa. Plotnya kuat. Setiap momen yang disajikan memiliki makna. Bahkan bagian yang awalnya terasa sebagai filler pun ternyata bisa dimanfaatkan dengan baik oleh Mangold.
Selain itu, akting Dafney Keene, Hugh Jackman, dan Patrick Stewart sebagai trio tokoh utama juga sangat memikat. Tak heran kalau setelah melihat ini, Stewart menetapkan hati untuk sekalian saja menjadikan ini film X-Men terakhirnya.
Penggemar Wolverine dan Professor X versi film sih jelas tidak boleh melewatkan judul yang satu ini. Sejak film pertama, Jackman dan Stewart sukses menjadi versi definitif Wolverine dan Professor X. Ini adalah gebrakan terakhir mereka sebelum mundur. Momen yang tak boleh dilewatkan oleh para fan kelas berat.