- Paling lemah: Taboo (2009)
- Paling solid sejauh ini: Jay Tavare (1994)
- Paling menjanjikan: Orville Peck (2026)
Perbandingan 3 Vega di Film Street Fighter, dari 94 hingga 2026!

- Vega (1994) - Jay Tavare
- Penampilan yang mendekati versi game, dengan kostum akurat dan daya tarik utama karakter yang terasa lengkap.
- Vega (2009) - Taboo
- Penurunan drastis dari versi sebelumnya, dengan penampilan yang melenceng dan kurangnya rasa berbahaya.
- Vega (2026) - Orville Peck
- Pendekatan yang lebih konsisten dengan versi game, penampilan menjanjikan dengan potensi untuk menyalip versi sebelumnya.
Vega, si petarung bertopeng dengan kuku besi mematikan, adalah salah satu karakter paling ikonis di dunia Street Fighter. Gaya bertarungnya lincah, desainnya flamboyan, dan obsesinya pada keindahan membuatnya mudah diingat, bahkan oleh penonton awam.
Yang unik, jika dibandingkan dengan karakter lain, Vega punya rekor istimewa di layar lebar. Dari film Street Fighter (1994), The Legend of Chun-Li (2009), hingga Street Fighter (2026), Vega selalu muncul, menjadikannya salah satu dari sedikit karakter yang konsisten hadir di tiga era adaptasi film yang berbeda.
Lalu, seperti apa tiga versi Vega di film Street Fighter dari 1994 hingga 2026?
Mari kita lihat satu per satu.
1. Vega (1994) - Jay Tavare

Di tengah banyaknya adaptasi karakter yang melenceng di Street Fighter, Vega versi Jay Tavare justru memegang satu prestasi unik: ia termasuk yang paling mendekati versi game-nya.
Memang, ada satu detail yang berbeda: Jay Tavare tidak berambut pirang. Namun alih-alih menjadi kekurangan fatal, hal ini justru memberi sentuhan lain yang tetap sejalan dengan esensi karakter: sosok rupawan dengan aura berbahaya. Pesona flamboyan Vega masih terasa kuat, begitu pula kesan bahwa ia adalah petarung yang tampan… sekaligus mematikan.
Yang terpenting, hampir semua ikon visual Vega tetap dipertahankan: topeng khas, kuku besi, rambut panjang yang dikuncir, hingga tato ular di tubuhnya.
Ditambah lagi, kondisi fisik Jay Tavare saat itu benar-benar prima, membuat Vega terlihat lincah, atletis, dan meyakinkan sebagai petarung. Dalam film yang sering dikritik karena “tidak mirip game”, versi ini justru terasa seperti salah satu pengecualian langka.
Bahkan bisa dibilang, untuk ukuran adaptasi live-action era 90-an, Jay Tavare nyaris menjadi Vega yang ideal, bukan hanya karena kostumnya akurat, tapi karena ia berhasil menangkap daya tarik utama karakter tersebut.
2. Vega (2009) - Taboo

Dengan standar tinggi yang sudah dipasang oleh Jay Tavare di versi 1994, Vega versi 2009 sayangnya terasa sebagai penurunan drastis.
Diperankan oleh Taboo dalam Street Fighter: The Legend of Chun-Li, Vega di sini setidaknya masih bisa dikenali sebagai Vega. Itu saja sudah menjadi nilai plus kecil, mengingat banyak karakter lain di film ini yang praktis hanya meminjam nama, seperti Charlie, Rose, atau Gen. Vega masih mempertahankan topeng dan kuku besi, dua elemen visual paling mendasarnya.
Namun di luar itu, banyak hal terasa melenceng.
Secara kostum, Vega kerap tampil dengan pakaian serba hitam yang menutupi hampir seluruh tubuh, menghilangkan kesan flamboyan dan narsistik yang menjadi ciri khasnya. Dari segi penampilan wajah, Taboo juga terasa jauh lebih “biasa” dibanding Jay Tavare. Akibatnya, dialog Chun-Li yang berbunyi, “No wonder you wear a mask. I’d hide that face too,” terdengar lebih kejam daripada sarkastis—bukan sindiran elegan, tapi seperti hinaan langsung yang canggung.
Yang lebih mengecewakan lagi, secara fungsi cerita Vega juga tidak terasa berbahaya. Meski sempat: menunjukkan kelincahan khas, dan bahkan berhasil memperoleh beberapa helai rambut Chun-Li (gesture klasik Vega), ia tetap kalah relatif cepat dalam duel tersebut. Sebagai karakter yang seharusnya menjadi assassin elit, ancamannya terasa cepat menguap.
Hasil akhirnya sulit disangkal: Vega versi 2009 terasa sebagai yang paling inferior dibanding versi-versi lain yang sudah muncul
3. Vega (2026) - Orville Peck

Vega versi Orville Peck di Street Fighter tampaknya mengikuti pendekatan yang lebih konsisten dengan karakter lain di film ini: kembali mendekati versi game-nya.
Secara visual, banyak elemen ikonis yang hadir: rambut pirang, topeng putih (bukan metal seperti versi 1994 dan 2009), serta tentu saja kuku besi andalannya.
Di poster dan sneak peek, Vega masih tampil dengan kostum ungu flamboyan, bukan bertelanjang dada seperti versi 1994. Namun menariknya, lewat unggahan Instagram Orville Peck sendiri, kita juga sempat melihat Vega tanpa atasan, lengkap dengan tato ular khasnya, detail penting yang menguatkan kontinuitas desain dengan versi game.
Dari sisi penampilan saja, Vega 2026 sudah terasa sangat menjanjikan. Siluetnya jelas terbaca sebagai Vega, dan estetika flamboyan-narsistiknya kembali kuat.
Keunikan terbesar dari casting ini justru datang dari persona Orville Peck itu sendiri. Peck dikenal sebagai sosok yang hampir selalu menutupi wajahnya, khususnya bagian hidung ke atas. Ini memberi implikasi menarik: besar kemungkinan Vega versi 2026 tidak akan mendapat momen face reveal, berbeda dengan versi 1994 dan 2009.
Mana yang paling unggul?

Kalau harus jujur, Vega versi Taboo di Street Fighter: The Legend of Chun-Li memang berada di posisi paling inferior dalam hampir semua aspek, dari penampilan, aura, hingga fungsi cerita. Dan kelemahannya makin terasa ketika Vega versi 2026 justru tampil lebih mendekati versi game dibanding dua inkarnasi film sebelumnya.
Namun hingga saat ini, Jay Tavare masih layak disebut sebagai gold standard Vega live-action. Ada ironi menarik di sini: ia muncul di film Street Fighter yang penuh adaptasi ngawur, tapi justru berhasil menghadirkan satu karakter yang terasa hampir “lengkap”, visualnya kena, auranya ada, dan identitas Vega tetap utuh.
Sementara itu, Vega versi Orville Peck di Street Fighter jelas punya potensi besar untuk menyalip. Desainnya akurat, estetika flamboyannya kuat, dan pilihan casting-nya terasa menarik. Tapi potensi tetaplah potensi, kita masih harus menunggu bagaimana penyajiannya di layar.
Jadi untuk sekarang:
Kalau menurutmu sendiri, Vega versi mana yang paling “kena”?
Sampaikan pendapatmu di grup Warga Duniaku ya!
Discord: https://bit.ly/WargaDuniaku


















