7 Fakta Colonel Miles Quaritch Avatar, Dendam yang Menolak Mati

- Colonel Miles Quaritch berasal dari Bumi yang hancur, di mana perang adalah rutinitas dan kekerasan adalah solusi.
- Quaritch melihat Pandora sebagai medan tempur, meremehkan Na'vi, dan percaya bahwa kolonialisme selalu berakhir dengan kekerasan.
- Kematian Quaritch di Avatar tidak mengakhiri ideologinya, ia kembali sebagai Recombinant tanpa hak untuk menjadi manusia.
Dalam jagat Avatar, tidak banyak karakter yang perjalanannya terasa sekeras dan setragis Colonel Miles Quaritch. Ia bukan penjahat karikatural yang lahir dari ambisi semata, melainkan hasil dari dunia yang sudah lebih dulu runtuh. Quaritch adalah potret manusia ketika perang tidak lagi dianggap tragedi, melainkan rutinitas. Ketika konflik menjadi bahasa sehari-hari, dan kekerasan adalah alat paling jujur untuk menyelesaikan masalah.
Karakter Colonel Miles Quaritch sejak awal ditempatkan sebagai antitesis dari Jake Sully. Jika Jake adalah manusia yang belajar beradaptasi dan berubah, Quaritch justru adalah manusia yang menolak perubahan, bahkan setelah kematian.
1. Pra-Pandora: Tentara dari Dunia yang Sudah Kalah

Sebelum Pandora, ada Bumi yang nyaris habis. Planet asal manusia dalam semesta Avatar digambarkan sebagai dunia yang gagal menjaga dirinya sendiri. Sumber daya terkuras, lingkungan rusak, dan konflik bersenjata menjadi bagian dari keseharian. Dari dunia seperti itulah Quaritch berasal.
Ia adalah prajurit profesional, dibesarkan oleh sistem militer yang tidak lagi berbicara soal moral, melainkan efisiensi. Perang bukan lagi tentang benar atau salah, melainkan tentang siapa yang bertahan lebih lama. Bagi Quaritch, dunia bukan sesuatu yang harus diselamatkan, dunia hanya perlu dikendalikan.
Ketika RDA menugaskannya ke Pandora, Quaritch tidak melihat planet asing yang indah. Ia melihat medan tempur. Ia melihat wilayah yang belum “ditertibkan”. Dan seperti semua wilayah konflik lain yang pernah ia kenal, solusinya selalu sama: kekuatan bersenjata.
2. Pandora dan Hometree: Kolonialisme Tanpa Topeng

Yang membuat Quaritch menarik bukanlah kebenciannya pada Na’vi, melainkan caranya memandang mereka. Ia tidak membenci. Ia meremehkan. Dalam logika kolonial, ini jauh lebih berbahaya. Na’vi tidak dianggap setara, tidak juga dianggap musuh terhormat. Mereka hanyalah penghalang biologis antara manusia dan sumber daya.
Penghancuran Hometree dalam film Avatar bukanlah ledakan emosi, melainkan keputusan taktis. Tidak ada keraguan, tidak ada konflik batin. Quaritch sadar tindakannya kejam, tetapi baginya kekejaman itu jujur. Ia bahkan menganggap pendekatan diplomasi sebagai kemunafikan, cara halus untuk menghindari kenyataan bahwa kolonialisme selalu berakhir dengan kekerasan.
3. Kematian yang Tidak Pernah Dianggap Final

Kematian Quaritch di akhir Avatar seharusnya menjadi penutup. Ia tewas di tangan Neytiri, simbol alam yang melawan balik. Namun secara naratif, kematian itu terasa ganjil. Tidak ada penyesalan. Tidak ada kesadaran baru. Quaritch mati sambil tetap yakin bahwa ia berada di pihak yang benar.
Dan di situlah Avatar melakukan sesuatu yang jarang: membiarkan antagonis mati, tetapi membiarkan ideologinya tetap hidup.
4. Recombinant: Hidup Kembali Tanpa Hak untuk Menjadi Manusia

Di Avatar: The Way of Water, Quaritch kembali sebagai Recombinant, kloning tubuh Na’vi dengan ingatan dan kepribadian Quaritch versi manusia. Ia bukan dibangkitkan, melainkan direplikasi. Ini penting, karena secara filosofis Quaritch versi ini bukan “orang yang sama”, melainkan salinan yang dipaksa meneruskan perang orang lain.
Ia terbangun di tubuh yang ia benci. Tubuh yang terhubung dengan alam Pandora, sesuatu yang sepanjang hidupnya ia anggap lemah. Namun alih-alih berubah, Quaritch justru memilih jalan ekstrem: menggunakan tubuh Na’vi sebagai senjata, tanpa menerima nilai-nilai Na’vi itu sendiri.
Di titik ini, Quaritch menjadi simbol kolonialisme paling telanjang, mengambil tanah, mengambil tubuh, mengambil kekuatan, tapi menolak jiwa.
5. Spider: Satu-satunya Retakan

Di tengah sosok yang hampir sepenuhnya mekanis itu, Spider hadir sebagai gangguan. Anak biologisnya adalah satu-satunya relasi yang tidak bisa ia kategorikan sebagai target atau aset. Quaritch tidak tahu cara mencintai, tetapi ia juga tidak mampu sepenuhnya melepaskan.
Hubungan ini tidak melunakkan Quaritch. Justru sebaliknya, ia memperlihatkan betapa rapuhnya fondasi identitasnya. Untuk pertama kalinya, ada sesuatu yang tidak bisa ia taklukkan tanpa menghancurkan dirinya sendiri. Dan bagi seorang prajurit seperti Quaritch, kebingungan emosional adalah ancaman terbesar.
6. Fire and Ash: Perang sebagai Identitas

Dalam Avatar: Fire and Ash, Quaritch bergerak menjauh dari sekadar perpanjangan tangan RDA. Ia mulai berdiri sebagai figur independen, beririsan dengan klan-klan ekstrem seperti Ash People, kelompok Na’vi yang jauh dari citra spiritual dan harmonis.
Perubahan ini penting. Quaritch tidak lagi sepenuhnya mewakili manusia, juga tidak pernah menjadi Na’vi. Ia adalah entitas liminal, makhluk yang hidup dari konflik. Pada titik ini, perang bukan lagi alat, perang adalah identitas terakhir yang ia miliki.
7. Jake Sully vs. Miles Quaritch

Jika Jake Sully adalah jawaban optimistis bahwa manusia bisa berubah, maka Quaritch adalah jawaban pahit bahwa sebagian manusia memilih untuk tidak berubah, apa pun konsekuensinya. Bahkan jika itu berarti kehilangan tubuh, spesies, dan tempat di dunia.
Quaritch bukan sekadar musuh utama. Ia adalah peringatan. Bahwa kolonialisme tidak selalu datang dengan wajah manusia. Kadang ia kembali sebagai sesuatu yang lebih kuat, lebih brutal, dan jauh lebih sulit dihentikan.


















