Baca artikel Duniaku lainnya di IDN App
For
You

Penilaian Film: Pengepungan di Bukit Duri, Lebih Seram dari Horor!

pengepungan di bukit duri.jpg
Pengepungan di Bukit Duri. Come and See

Jakarta, Duniaku.com - Pengepungan di Bukit Duri adalah film terbaru dari Joko Anwar yang bukan hanya digarap Come and See Pictures, tapi juga oleh MGM!

Film ini akan rilis tanggal 17 April 2025, namun Duniaku.com berkesempatan menontonnya lebih dahulu di gala premierenya.

Seperti apa penilaian dan ulasan kami untuk film Pengepungan di Bukit Duri? Yuk simak berikut ini!

1. Cerita Pengepungan di Bukit Duri, agak memicu trauma

Jefri mengancam akan membunuh si korban ( Dok. Come and See Pictures / Pengepungan di Bukit Duri )

Sebelum menonton, di trailer sudah ada peringatan untuk kamu yang mau menonton film ini, karena film ini punya elemen kekerasan dan ketegangan rasial terutama untuk orang Tionghoa Indonesia.

Film ini berlatar di Indonesia fiksi, namun fiksinya tak terasa "jauh" dan konfliknya sungguhan pernah ada di Indonesia. Dalam filmnya, tahun 2009 terjadi kerusuhan yang berunsur rasial terutama ke orang Tionghoa Indonesia, kerusuhan sangat besar sehingga mempengaruhi moralitas generasi berikutnya dan Indonesia di ujung tanduk di tahun 2027.

Edwin (Morgan Oey) salah satu korban kerusuhan 2009, di mana di 2027 dia menjadi guru untuk mencari anak dari kakaknya, sampailah dia di SMA Duri yang berisi anak-anak bermasalah. Konflik terjadi antara Edwin dan Jefri (Omara Naidra Esteghlal) yang paling berandal dan tidak segan menyakiti siapapun demi menyalurkan emosinya.

Konflik terjadi saat Edwin terjebak di sekolah oleh Jefri dan gengnya yang ingin menghabisi Edwin.

Film ini bisa memicu trauma sehingga pertimbangkan sebelum menonton.

2. Thriller yang sukses bikin deg-degan

Jefri dan gengnya bergerak mengincar Edwin ( Dok. Come and See Pictures / Pengepungan di Bukit Duri )

Joko Anwar kembali membuat film thriller di Pengepungan di Bukit Duri. Genre thriller adalah cerita penuh ketegangan, misteri, dan bahaya mendebarkan yang membuat penonton ikut takut dengan nasib protagonisnya.

Di film ini, terutama di babak tengah sampai puncak konflik, thriller-nya benar-benar membuat penonton ikut ketakutan, bukan hantu, tapi ketakutan dengan nasib Edwin dan lainnya dari jahatnya Jefri dan gengnya.

Banyak momen yang membuat campur aduk perasaan penonton, tentu "khawatir" jadi perasaan yang paling kuat, belum lagi penonton bisa bersorak saat gengnya Jefri kena batunya.

Intinya, thriller-nya terasa.

3. Adegan aksi yang brutal, kreatif, tapi natural

pengepungan di bukit duri poster.jpg
( Dok. Come and See Pictures / Pengepungan di Bukit Duri )

Film ini selain thriller juga punya genre aksi, aksinya sebenarnya tidak jadi sorotan utama (kecuali di babak akhir), tapi yang menarik adalah Joko Anwar menghadirkan adegan pertarungan yang terasa natural.

Adegan drama juga ditampilkan di setiap adegan berkelahinya, di mana setiap karakter terasa "bertarung untuk bertahan hidup", bukan menunjukan skill bela diri tinggi.

Selain itu adegan pertarungannya juga cukup kreatif, terutama menggunakan berbagai barang di sekolah.

4. Komedinya lucu meski agak "dark"

Edwin menawarkan diri mengantar seorang siswa pulang ( Dok. Come and See Pictures / Pengepungan di Bukit Duri )

Film ini tidak dari awal sampai akhir menegangkan, kita bisa bernapas saat adegan-adegan komedi.

Ada adegan komedi yang lucu, meskipun terasa komedinya agak "dark" karena menertawakan kondisi yang si karakternya alami, dan kebanyakan bukan hal yang menyenangkan.

Porsi komedinya tak terlalu banyak, ada yang kurang "kena" juga, tapi secara keseluruhan komedinya masuk dengan pas dan bikin kita bisa napas di film menegangkan ini.

5. Bukan untuk semua umur, penuh bahasa kasar dan adegan kekerasan

Siswa sekolah yang diculik Jefri ( Dok. Come and See Pictures / Pengepungan di Bukit Duri )

Film ini menampilkan kekerasan remaja yang jadi salah satu pesan utama di filmnya, kekerasannya pun mulai dari verbal dengan kata-kata kasar (yang sangat banyak dan sangat kasar di film ini, jadi jangan ajak anak di bawah umur tentu saja) serta kekerasan fisik.

Sebelumnya sudah saya singgung tentang film ini bisa menimbulkan trauma berkaitan konflik rasial, tapi selain itu, trauma berkaitan bullying atau perundungan di sekolah juga bisa terpicu, setidaknya itu yang saya alami saat menonton sebagai mantan korban bullying kekerasan fisik di sekolah dulu.

Setelah sepanjang film disuguhkan adegan yang penuh dengan kengerian dan kesedihan, filmnya ditutup dengan secercah harapan yang hadir dan ditutup dengan cukup memuaskan, meskipun nasib beberapa karakter masih mengambang.

Kesimpulannya, film ini punya pesan yang sangat penting terutama dengan kondisi Indonesia yang tidak baik-baik saja, dihadirkan dengan thriller dan aksi yang menegangkan, jika tidak memicu traumamu, silahkan kamu tonton.

Penilaian Film: 4/5

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fahrul Razi
EditorFahrul Razi
Follow Us