Baca artikel Duniaku lainnya di IDN App
For
You

Fase 4 Film Marvel Vs. Fase 5, Mana yang Lebih Bagus?

cuplikan film Spider-Man: No Way Home (dok.Marvel/Spider-Man: No Way Home)
cuplikan film Spider-Man: No Way Home (dok.Marvel/Spider-Man: No Way Home)

Fase 1 hingga Fase 3 Marvel Cinematic Universe dikenang sebagai era kejayaan yang membentuk fondasi dan puncak popularitas Marvel di layar lebar. Ketiga fase ini menampilkan konsistensi kualitas yang kuat! Mayoritas filmnya setidaknya terasa solid, bahkan beberapa di antaranya mencapai level ikonik.

Ketika ada film yang tampil di bawah standar, seperti Thor: The Dark World atau Iron Man 2, fans cenderung lebih toleran karena kepercayaan terhadap arah jangka panjang Marvel masih tinggi.

Namun setelah klimaks besar dalam Avengers: Endgame, kita memasuki wilayah yang lebih abu-abu: Fase 4 dan Fase 5.

Fase 4 terasa seperti masa eksperimen, penuh keberanian mencoba hal-hal baru, tapi juga terguncang oleh dampak pandemi COVID-19 yang memengaruhi jadwal, produksi, dan narasi. Fase ini juga arahnya tidak jelas.

Di sisi lain, Fase 5 awalnya memberi harapan akan arah yang lebih jelas, namun justru terguncang oleh krisis besar: Kang the Conqueror, yang seharusnya menjadi penjahat utama baru layaknya Thanos, harus didepak akibat kontroversi aktornya, dan digantikan oleh sosok lain, seperti Doctor Doom.

Lantas, di antara dua fase transisi ini, mana yang sebenarnya lebih berhasil?

Berikut analisis saya.

1. Kelebihan Fase 4

Andrew Garfield di No Way Home (dok. Marvel Studios/Spider-Man: No Way Home)
Andrew Garfield di No Way Home (dok. Marvel Studios/Spider-Man: No Way Home)

Pertama, mari kita bedah beberapa keunggulan Fase 4.

1. Hadirnya film dan seri berkualitas tinggi.

Meskipun tidak semuanya berhasil memuaskan, Fase 4 tetap menghadirkan beberapa proyek yang menonjol, mulai dari yang solid hingga luar biasa. Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings misalnya, menawarkan pembuka yang segar dan terasa seperti perpaduan energi Fase 1 dengan sentuhan aksi modern dan film kung-fu, memperkenalkan karakter yang potensial untuk menjadi pilar baru MCU.

Spider-Man: No Way Home menjadi salah satu sorotan terbesar, menyatukan tiga generasi Spider-Man dalam satu film yang sarat fan service namun tetap emosional dan berbobot secara naratif. Sementara itu, Black Panther: Wakanda Forever, yang harus direvisi besar-besaran pasca wafatnya Chadwick Boseman, tampil cukup solid dengan pendekatan emosional yang menyentuh.

Dari sisi serial, Loki dan Moon Knight menjadi contoh keberhasilan format Disney+ untuk mengeksplorasi karakter dan dunia dengan lebih dalam. WandaVision pun sempat mendapat pujian atas konsep uniknya yang menggabungkan gaya sitkom klasik dengan misteri yang berkembang perlahan, meskipun penyelesaiannya dinilai agak tergesa.

2. Ruang eksplorasi tema dan format yang lebih luas.

Fase 4 memberi napas baru dengan keberanian mengeksplorasi berbagai pendekatan. WandaVision menyentuh konsep duka dan trauma lewat format eksperimental yang meniru serial TV dari era berbeda. Eternals mengambil pendekatan yang lebih filosofis dan visualnya lebih menyerupai film DC, sebuah langkah berani meski hasilnya memecah opini. Tema multiverse mulai diperkenalkan secara serius, membuka pintu untuk narasi lintas dimensi yang lebih kompleks di masa depan.

Bahkan Moon Knight mulai menampilkan kekerasan dan darah yang lebih terlihat ketimbang sejumlah film layar lebar Marvel, meski sejumlah aksi paling brutalnya terasa sengaja di-skip.

Secara umum, Fase 4 terasa seperti laboratorium kreatif: belum tentu semuanya berhasil, tapi memberi sinyal bahwa Marvel berani mencoba hal-hal baru di luar pola lama yang mulai terasa repetitif di Fase 3.

2. Kelemahan Fase 4

The Eternals

Untuk kelemahan Fase 4...

1. Terganggu oleh pandemi, baik di balik layar maupun pengalaman penonton.

Fase 4 berlangsung dalam masa pandemi COVID-19, yang secara langsung berdampak pada proses produksi: banyak jadwal syuting dan syuting ulang tertunda, serta perencanaan ulang besar-besaran untuk penyesuaian format dan rilis.

Tak hanya itu, pengalaman menonton di bioskop juga ikut terganggu. Saat film seperti Shang-Chi, Eternals, dan Spider-Man: No Way Home tayang pada 2021, penonton masih dihadapkan dengan pembatasan jarak kursi dan protokol masker, yang memengaruhi atmosfer nonton ramai-ramai khas film Marvel.

Kontroversi juga muncul saat Black Widow dirilis bersamaan di bioskop dan Disney+, yang berujung gugatan dari Scarlett Johansson. Semua ini menciptakan kesan bahwa Fase 4 adalah fase yang "terpaksa jalan", bukan "siap jalan".

2. Kurangnya fokus naratif yang jelas.

Jika Fase 1 membangun menuju terbentuknya Avengers, dan Fase 2–3 menyusun narasi besar menuju konfrontasi dengan Thanos dan Infinity Stones, maka Fase 4 terasa seperti kumpulan cerita tanpa arah utama.

Adegan post-credit justru menambah kebingungan, bukan antusiasme. Kita melihat Xialing menjadi pemimpin baru Ten Rings, kemunculan Blade yang bicara pada Dane Whitman soal Ebony Blade, dan Clea yang tiba-tiba mengajak Doctor Strange memperbaiki incursion antar realitas, semua ini menarik, namun tidak ada benang merah yang menyatukannya.

Fase ini juga tidak memiliki film penutup yang kuat sebagai klimaks. Black Panther: Wakanda Forever adalah penutup resmi Fase 4, namun terasa lebih sebagai tribute emosional untuk Chadwick Boseman ketimbang akhir fase yang mengikat semua cerita.

3. Goyahnya konsistensi kualitas film.

Citra MCU sebagai studio yang “paling tidak selalu menyajikan film solid” mulai dipertanyakan di Fase 4. Eternals menjadi film yang memecah pendapat: ada yang memuji keberaniannya, tapi tak sedikit pula yang menganggapnya terlalu lambat, kurang emosional, atau ceritanya harusnya dikembangkan jadi seri bukan movie.

Doctor Strange in the Multiverse of Madness memiliki konsep yang menarik, namun eksekusinya dianggap mengecewakan, baik dari segi pengembangan karakter maupun kekacauan tonenya. Sementara itu, Thor: Love and Thunder dianggap terlalu berlebihan dalam sisi komedi, membuat banyak penonton merasa lelah ketimbang terhibur.

Kekecewaan ini berpengaruh jangka panjang: ketika The Marvels (di Fase 5) tayang, banyak yang menghakimi secara keras meski kualitas filmnya sendiri tak seburuk yang dihujat di internet. Hal ini menandakan bahwa Fase 4 telah membuat sebagian fans kehilangan kepercayaan terhadap label Marvel Studios.

3. Kelebihan Fase 5

Para Guardians bertarung untuk menyelamatkan teman mereka. (MerahPutih)

Sekarang, mari kita lanjut pada kelebihan Fase 5.

1. Beberapa film tetap menonjol secara kualitas.

Satu hal yang menjadi ciri khas Fase 5 adalah kenyataan bahwa film-film Marvel kini tak lagi kebal kritik. Jika dulu menyebut film Marvel “buruk” bisa membuatmu dilabeli hater, kini kritik bahkan datang dari fans sendiri, terutama setelah kekecewaan dari Thor: Love and Thunder dan Ant-Man and the Wasp: Quantumania di akhir Fase 4 dan awal Fase 5.

Namun justru dari titik rendah itu, muncul kejutan positif.

Guardians of the Galaxy Vol. 3 muncul sebagai film yang tak hanya solid, tapi juga emosional dan memuaskan secara cerita dan karakter. James Gunn menutup triloginya dengan cara yang menyentuh, dan banyak disebut sebagai salah satu film terbaik MCU pasca-Endgame.

Kemudian hadir Deadpool & Wolverine, yang membawa kembali sensasi edgy dan brutal khas Deadpool, dipadukan dengan nostalgia mutan era lama. Fan service-nya memang gila-gilaan, tapi tetap didukung oleh aksi yang solid dan naskah yang tidak asal lucu.

Sebagai penutup Fase 5, Thunderbolts* justru berhasil mencuri perhatian. Dengan pendekatan yang lebih grounded dan fokus pada karakter-karakter buangan dan antihero, film ini terasa segar dan menandakan bahwa Marvel mulai menemukan kembali arah baru yang menjanjikan.

2. Transisi ke pendekatan kualitas, bukan kuantitas.

Salah satu kritik besar terhadap Fase 4 adalah jumlah judul yang berlebihan. Selain harus menonton film layar lebar, penonton juga “dipaksa” mengikuti serial Disney+ untuk memahami alur penuh. Akibatnya, beban bagi penonton kasual terasa makin berat.

Contoh paling kentara adalah The Marvels, di mana dua tokoh utamanya, Monica Rambeau dan Kamala Khan, diperkenalkan bukan lewat film, tapi lewat WandaVision dan Ms. Marvel. Hal ini membuat banyak penonton merasa terputus atau tidak terhubung emosinya.

Untungnya, Fase 5 mulai menunjukkan arah yang lebih sehat. Marvel mulai mengurangi jumlah proyek dan kembali menekankan kontrol kualitas. Thunderbolts* disebut oleh Bob Iger dari Disney sebagai salah satu proyek percontohan dari strategi baru ini, dan hasilnya terasa: kualitas filmnya oke, dan petunjuk masa depannya terasa menarik dan relevan.

3. Upaya untuk kembali fokus secara naratif.

Jika Fase 4 terasa seperti eksperimen bebas dengan benang merah yang kabur, Fase 5 mulai menunjukkan upaya untuk menyatukan narasi kembali.

Memang, rencana awal dengan Kang sebagai sosok utama semesta ini terguncang setelah buruknya respons terhadap Quantumania dan kasus hukum Jonathan Majors yang berujung pemecatan. Namun meskipun fokus itu tergoyah, Marvel tetap berusaha menjaga kesinambungan naratif.

Film-film dan serial di Fase 5 mulai memberi petunjuk lebih jelas ke arah Fase 6, termasuk melalui post-credit scene penting di Thunderbolts* yang kembali menegaskan keterhubungan semesta, tanpa terasa dipaksakan.

Fase ini bukanlah puncak kejayaan MCU, tapi setidaknya menjadi titik awal pemulihan. Dan itu cukup untuk membangkitkan kembali harapan fans akan masa depan Marvel Studios.

4. Masalah di Fase 5

Ant-Man and the Wasp: Quantumania sayangnya kurang bisa memaksimalkan potensi Kang dengan style ikonik seri film ini. (Entertainment Weekly)

Sementara itu untuk masalah Fase 5...

1. Reputasi MCU sudah tak lagi solid.

Fase 5 dimulai dalam situasi yang kurang menguntungkan. Reputasi MCU sudah mulai goyah sejak Thor: Love and Thunder di Fase 4, dan semakin diperparah oleh Ant-Man and the Wasp: Quantumania yang membuka Fase 5 dengan cerita dan visual yang kurang meyakinkan.

Dulu, nama “Marvel Studios” di poster sudah cukup untuk menarik jutaan penonton ke bioskop. Tapi di Fase 5, banyak fans mulai selektif, bahkan tak segan menghindari film yang dianggap tidak menarik sejak trailer—atau langsung menghujatnya di media sosial.

Contoh paling nyata adalah The Marvels. Secara kualitas, film ini bukan yang terburuk. Namun karena kepercayaan publik terhadap brand Marvel sudah menurun, film ini menjadi salah satu dengan pendapatan terendah dalam sejarah MCU. Jika dirilis satu fase lebih awal, mungkin nasibnya berbeda.

2. Rencana besar yang terguncang.

Fase 5 seharusnya menjadi landasan untuk membangun konflik besar berikutnya, dengan Kang the Conqueror sebagai penerus Thanos dalam skala ancaman multiverse.

Sayangnya, semua itu mulai runtuh sejak Quantumania gagal membangun Kang sebagai ancaman besar. Alih-alih menakutkan, karakter Kang justru terasa kurang menggigit dan terlalu mudah dikalahkan. Masalah makin pelik saat aktor pemerannya, Jonathan Majors, tersandung kasus hukum yang berujung pada pemecatan.

Akibatnya, rencana jangka panjang MCU mengalami perombakan. Bahkan Thunderbolts* yang awalnya disiapkan dengan post-credit scene terkait Kang, harus direvisi karena Marvel kini mulai mengalihkan fokus ke konflik baru—kemungkinan besar melibatkan Doctor Doom sebagai pengganti.

3. Inkonsistensi kualitas film dan serial.

Salah satu isu terbesar di Fase 5 adalah inkonsistensi kualitas, baik dari film layar lebar maupun serial Disney+.

Quantumania menjadi salah satu titik rendah, bukan hanya karena penyajiannya yang generik dan humor yang tidak efektif, tetapi juga karena kegagalannya memperkenalkan Kang dengan dampak yang kuat. Ironisnya, ini justru menjadi film yang seharusnya memperkuat pondasi fase ini.

Dari sisi serial, Secret Invasion menjadi kekecewaan besar. Padahal dengan premis spionase, kembalinya Nick Fury, dan potensi konflik global, serial ini seharusnya menjadi salah satu andalan. Namun eksekusinya berantakan: pacing lambat, karakterisasi lemah, dan konflik yang terasa datar membuatnya tak meninggalkan kesan kuat, bahkan bagi fans berat sekalipun.

5. Lebih bagus Fase 4 atau Fase 5?

Easteregg Thunderbolts
Easteregg Thunderbolts (Dok. Marvel Studio/Thunderbolts*)

Setelah membahas kelebihan dan kekurangan masing-masing, muncul satu pertanyaan penting: sebenarnya lebih bagus Fase 4 atau Fase 5?

Jawabannya sebenarnya tidak mudah. Keduanya memiliki tantangan besar sekaligus momen-momen yang tetap layak diapresiasi.

Kalau berbicara soal proyek yang paling mengecewakan, Fase 4 punya Thor: Love and Thunder, film yang bahkan oleh fans Marvel garis keras pun sulit dibela. Sementara Fase 5 memiliki Ant-Man and the Wasp: Quantumania, yang tidak hanya gagal sebagai film, tapi juga mengguncang fondasi rencana besar MCU ke depan.

Di sisi lain, masing-masing fase juga punya titik terang yang mengangkat moral fans. Fase 4 menghadirkan Spider-Man: No Way Home, film crossover yang tidak hanya sukses secara finansial tapi juga emosional. Fase 5 punya Guardians of the Galaxy Vol. 3, penutup trilogi yang dieksekusi dengan hati dan kualitas tinggi, meski dirilis saat reputasi MCU sedang menurun. Ada juga Deadpool and Wolverine yang tetap sukses menghibur fans.

Fokus naratif? Fase 4 jelas terasa lebih tercerai-berai, seolah MCU ingin memperkenalkan terlalu banyak karakter dan konsep tanpa arah yang jelas. Fase 5 memang sempat terlihat lebih terarah dengan hadirnya Kang sebagai ancaman utama, namun rencana itu ikut goyah karena kasus Jonathan Majors. Akibatnya, dua fase ini sama-sama terasa seperti masa transisi, tapi dengan bobot yang berbeda.

Lantas, mana yang lebih baik?

Secara keseluruhan, saya akan mengatakan Fase 5 lebih unggul dari Fase 4.

Kenapa? Karena di Fase 5 mulai terlihat usaha nyata dari Disney dan Marvel untuk memperbaiki arah. Mereka mulai memangkas jumlah proyek, fokus pada kualitas, dan mencoba membangun kembali kepercayaan fans. Meski tidak langsung berhasil, setidaknya penutup fase ini terasa menjanjikan dan membuat penonton kembali penasaran akan apa yang disiapkan di Fase 6.

Bandingkan dengan Fase 4 yang berakhir tanpa arah yang jelas, dan justru menimbulkan rasa jenuh dan pesimis di kalangan fans karena deretan proyek yang mengecewakan, seperti Love and Thunder, She-Hulk, atau Eternals.

Itulah kenapa, meskipun belum sempurna, Fase 5 terasa seperti langkah awal untuk kembali membangkitkan MCU, bukan hanya meneruskan hype masa lalu.

Gimana menurut kamu? Apakah kamu tim Fase 4 atau Fase 5? Yuk diskusi bareng di kolom komentar!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fahrul Razi
EditorFahrul Razi
Follow Us