Review Love for Sale: Cinta yang Membebaskan Kita

Entah harus senang atau sedih, tapi adegan ikonik Richard menggaler akan dikenang cukup lama oleh penonton sebagai bagian dari karier akting Gading Marten

Love for Sale bukan film sembarangan. Saat kita sudah bosan menonton film roman dengan cinta yang pragmatis, Love for Sale membawa makna cinta lebih dalam lewat caranya membebaskan kita.

Sinopsis

Love for Sale bercerita tentang Richard (Gading Marten). Di umurnya yang ke-41 tahun, ia masih menjomblo dan kesepian, hanya berteman Kelun, kura-kura peliharannya. Richard punya usaha percetakan, yang ada di lantai dasar dari rumahnya di lantai dua. Setiap hari hidupnya jarang bergerak dari rumah, usaha percetakan, dan kafe tempat nonton pertandingan sepak bola bareng teman-temannya.

Suatu ketika, ia ditantang teman-temannya tersebut untuk membawa gandengan ke pesta pernikahan.

Richard yang kalang-kabut berusaha melakukan apapun untuk mencari pacar semalam akhirnya menemukan seseorang lewat aplikasi ponsel bernama Love Inc. Wanita cantik tersebut bernama Arini (Della Dartyan). Rencana Richard untuk menyewa Arini selama semalam tiba-tiba gagal dan harus terjebak bersamanya untuk waktu yang lebih lama.

Potret Kesepian Si Bujang Lapuk

Review Love for Sale: Cinta yang Membebaskan Kita

Kesepian adalah momen kekosongan. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain. Bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis, tetapi kejiwaan. Dalam kehidupan sehari-hari kita, kekosongan itu sering dianggap sebagai ketiadaan orang lain selain orang yang kesepian tersebut. Ia terbukti dapat mengubah karakter manusia, dan sudah banyak film memotret kesepian ini ke dalam ceritanya masing-masing.

Travis Bickle (Robert De Niro) dalam Taxi Driver (Martin Scorsese, 1976) mencurahkan rasa  kesepiannya dalam bentuk kekerasan dan pemaksaan. Sementara itu, robot WALL-E dalam film animasi WALL-E (Andrew Stanton, 2008) menghabiskan waktu sendirinya merapikan permukaan Bumi dari sampah. Di tempat lain, Chuck Noland (Tom Hanks) menjadi sinting karena berbicara pada bola voli setelah berhari-hari terdampar sendirian dalam film Cast Away (Robert Zemeckis, 2000).

Masing-masing dari ketiga film tersebut tidak langsung mengatakan secara eksplisit bahwa karakternya sedang kesepian; mereka menggambarkannya secara unik, bahwa kesepian itu ternyata mempengaruhi perangai sang tokoh hingga titik paling ekstrem.

Barangkali film yang paling sesuai dengan bagaimana kita melihat kesepiannya Richard adalah Her (Spike Jonze, 2014). Banyak yang bilang Love for Sale dan Her adalah film serupa, dan itu memang tidak salah adanya. Keduanya sama-sama membawa tema dan karakteristik tokoh yang mirip.

Richard dan Theodore (Joaquin Phoenix) dalam Her sama-sama om-om jomblo yang kesepian. Bedanya, Richard tidak sedepresif Theodore dalam menghadapi kejombloan. Richard digambarkan menjalani kehidupan udik: saban hari bangun pagi; keluar kamar sambil galer dan sarapan mi instan; mengurus kantor (di bawah rumahnya); dan malam hari sepulang kerja nonton tv atau nongkrong bareng teman-temannya.

Efek dari kesepian Richard digambarkan lewat perangainya yang galak dan gaya hidup tidak sehat. Karyawannya yang terlambat beberapa menit ia maki-maki. Richard orangnya juga judes, membuat orang-orang di sekitarnya malas berurusan dengannya. Satu-satunya kesempatan kasih sayang mampir adalah ketika ia bercengkerama dengan Kelun, kura-kura peliharannya yang juga jomblo.

Review Love for Sale: Cinta yang Membebaskan Kita

Berbeda dengan Her yang rapuh dan depresif, Love for Sale mengambil jalur komedi dalam penceritaannya tentang apa itu kesepian.

Untungnya, keputusan tersebut cukup berhasil, terutama berkat performa Gading Marten sebagai Richard. Tawa dan sedikit rasa jijik (mungkin kasihan) terdengar dari penonton ketika Richard menggaruk apa saja yang terletak di selangkangannya.

Entah harus senang atau sedih, tapi adegan ikonik itu akan dikenang cukup lama oleh penonton sebagai bagian dari karier akting Gading Marten. Adapun performa Gading sebagai Richard adalah puncak kariernya bahkan sepanjang kiprahnya di dunia hiburan tanah air.

Sebenarnya kisah kesepian Richard ini bukan hanya lucu-lucuan saja. Ada momen-momen yang dalam dan powerful, seperti ketika Richard berjalan sendirian di sekitaran rumahnya. Momen tersebut ada juga di film Her, yakni ketika Theodore berjalan sendirian di antara orang-orang yang sibuk dengan earphone-nya masing-masing.

Kisah kesepian Richard ini tentunya akan lebih relate dengan orang dewasa, salah satunya karena orang dewasa seperti Richard tidak punya banyak kesempatan untuk bertemu orang baru seperti remaja. Oleh karena itu, usahanya untuk mendapatkan kekasih adalah dengan mengontak orang-orang dari masa lalu, seperti ketika Richard menelepon teman-teman wanitanya dulu.

Cinta ada dan mampu meruntuhkan tembok besar sekalipun. Simak bagaimana cinta dapat mengubah Richard di halaman sebelah!

Cinta yang Membebaskan Kita

Review Love for Sale: Cinta yang Membebaskan Kita

The power of love barangkali adalah tema yang paling sering dibahas dalam film, terutama film romantis. Jack yang urakan, rela mengorbankan dirinya demi Rose dalam film Titanic (James Cameron, 1997). Si Buruk Rupa bisa kembali menjadi pangeran berkat cinta Si Cantik dalam kisah Beauty and The Beast. Film-film animasi Disney yang rutin kita tonton sejak kecil juga berangkat dari tema seperti ini.

Sudah banyak sekali film romantis yang berbicara tentang cinta yang pragmatis, seakan-akan cinta hanya berputar di persoalan pacaran, cemburu, dan lain-lain. Sementara itu, Love for Sale ini justru membuat interpretasinya sendiri tentang bagaimana cinta bekerja mengubah perangai manusia.

Setelah bertemu dengan Arini lewat aplikasi biro jodoh Love Inc, Richard mengalami perubahan yang signifikan dalam setiap sendi kehidupannya. Dalam masa peralihan tersebut, Richard awalnya sempat ragu dengan keberadaan Arini.

Review Love for Sale: Cinta yang Membebaskan Kita

Arini adalah wanita muda yang jelita dengan umur kira-kira 20-an. Orang-orang secantik Arini ini dengan mudah bisa menyabet cowok-cowok tampan ibukota. Itulah yang disangsikan Richard: apa benar Arini benar-benar mencintai perut Richard yang buncit, tabiat galer, dan umurnya yang sudah 41? Apalagi, Arini terlihat yakin dalam setiap tindakannya. Arini tidak pernah marah dan merepotkan Richard, persis seperti kriteria istri idamannya.

Karyawan percetakan yang saban hari selalu didamprat oleh Richard terheran-heran melihat perubahan perilakunya. Ia jadi tidak pernah galak di kantor, apalagi setelah Arini rutin membawakan makanan. Richard jadi lebih sering berpikir di luar zona nyamannya. Ia terpikir membeli sepeda motor besar; sesuatu yang tak pernah terpikir olehnya karena ia tidak pernah dan tidak berencana ke mana-mana.

Namun, tidak ada yang abadi. Sedari awal kita sudah tahu bahwa kisah Richard dan Arini itu too good to be true: sesuatu yang terlalu sempurna sehingga sulit dipercaya itu nyata adanya. Kita sudah mewanti-wanti bahwa akan tiba masanya kesialan akan jatuh menimpa mereka.

Review Love for Sale: Cinta yang Membebaskan Kita

Saya berdebat dengan kawan nonton saya tentang ending Love for Sale ini. Peringatan! Akan ada spoiler setelah ini.

Setelah Arini pergi tiba-tiba karena masa sewanya sudah habis, Richard menjadi merana. Ia kemudian membeli sepeda motor besar yang ia lihat sebelumnya, lalu pergi entah ke mana, meninggalkan kantor dan rumahnya. Tidak jelas Richard pergi ke mana. Dalam gambar-gambar akhir, ia diperlihatkan berada di sebuah cakruk di tepi laut berombak kencang (mungkin pantai selatan Jawa).

Saya bilang Richard pergi mengembara, melepaskan beban berupa warisan keluarga dan tanggung jawab pekerjaannya untuk menemukan jati diri. Kawan saya bilang Richard pergi ke Pacitan, Tulungagung, dan Ngawi (Arini tidak konsisten menyebut kampung halamannya) dalam upaya pencarian Arini.

Baik dia dan saya sama-sama punya dasar. Menurutnya, Arini beberapa kali menyebut keluarga dan kampung halamannya sebagai kode bahwa kota-kota tersebut akan penting di akhir film. Kawanku percaya cinta membuat Richard mengambil risiko itu. Hal ini diperkuat dengan narasi di akhir film yang menyebut cinta membuat orang mengambil risiko.

Review Love for Sale: Cinta yang Membebaskan Kita

Sementara itu menurut saya, Love for Sale adalah soal perkembangan karakter Richard. Richard yang awalnya galak dan penggerutu kemudian berubah menjadi baik dan penyayang setelah mencintai Arini. Kehilangan Arini terbukti membuat Richard hancur berkeping-keping. Ia seperti kehilangan alasan untuk melanjutkan hidup.

Meskipun begitu, kehilangan Arini pula yang membuat Richard menemukan makna baru hidup: keikhlasan. Inilah momen Love for Sale paling berkesan dan menghangatkan hati, sebab kita telah melihat Richard berubah. Kita telah melihat bagaimana pengaruh cinta dapat mengubah karakter manusia.

Bagi Richard setelah kehilangan Arini, cinta ada di mana-mana, termasuk di kantor di bawah rumahnya sendiri. Oleh karena itulah dia menghibahkan barang paling berharganya kepada karyawan, sekaligus sebuah simbol pelepasan hidup yang lama dan pengorbanan

Cinta membuat Richard merana, tetapi cinta pula yang membebaskan Richard.

Diedit oleh Doni Jaelani

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU