7 Film Keluarga Khas Jepang yang Bisa Kamu Tonton Saat Ramadan
Bulan puasa dan menjelang Idulfitri memang paling enak nonton film keluarga. Film keluarga khas Jepang berikut ini bisa bikin kamu lebih mengerti arti keluarga. Pun juga karena latarnya Jepang, film-film ini bisa lebih dekat dengan budaya kita sebagai orang Asia.
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bulan Ramadan adalah waktunya berkumpul bersama keluarga. Film keluarga khas Jepang berikut ini bisa bikin kamu lebih mengerti arti keluarga, pun juga karena latarnya Jepang, film-film ini bisa lebih dekat dengan budaya kita sebagai orang Asia.
Lewat artikel film keluarga khas Jepang ini, saya sekaligus ingin memperkenalkan sutradara Jepang bernama Hirokazu Kore-eda. Bulan lalu ia berhasil memenangkan Palme d’Or, penghargaan tertinggi Festival Film Cannes lewat filmnya yang berjudul Shoplifters.
Kore-eda terkenal dengan film-filmnya yang mengangkat tema keluarga. Cerita-cerita yang diangkat amatlah unik, tidak hanya terpaku pada sebuah keluarga kecil ayah, ibu, dan dua anak dalam satu atap saja.
Film-film Kore-eda tidak mungkin tercipta tanpa pengamatan panjang tentang budaya Jepang, terutama tentang keluarga. Film-filmnya banyak memotret momen-momen keseharian yang tampak biasa, tapi pada dasarnya hidup kita juga dibangun oleh kumpulan momen biasa itu.
Ada sebuah perbandingan untuk Kore-eda. Hayao Miyazaki yang berstatus sebagai animator legendaris Jepang punya sejumlah suksesor, seperti Hiromasa Yonebayashi, Makoto Shinkai, Mamoru Hosoda, dan lain sebagainya.
Di Jepang, legenda film-film keluarga adalah Yasujiro Ozu (Tokyo Story, Late Spring, An Autumn Afternoon) yang karya-karyanya telah menginspirasi sineas di seluruh dunia. Penerusnya hingga kini masih tak terbantahkan; ia adalah Hirokazu Kore-eda.
Berikut ini adalah 7 film keluarga khas Jepang karya Hirokazu Kore-eda yang bisa kamu tonton saat Ramadan.
Film keluarga khas Jepang pertama ialah Our Little Sister (2016). Film ini boleh dibilang film paling lembut dan cantik di antara film-film Kore-eda lainnya.
Kita mengikuti kisah tiga orang kakak beradik, Sachi (29 tahun), Yoshino (22), dan Chika (19) yang tinggal dengan nenek setelah kedua orang tua mereka bercerai dan meninggalkan mereka. Pada suatu hari, ayah mereka berpulang dan meninggalkan anak gadis bernama Suzu Asano (14) sendirian.
Tensi meningkat karena ketiga kakak beradik itu membenci sosok ayah yang menghancurkan keluarga mereka sehingga pandangan pada Suzu seperti peribahasa “buah tak jatuh jauh dari pohonnya”. Namun, mereka memutuskan untuk menyayangi si adik.
Menonton Our Little Sister membuat kita menghayati kembali hubungan keluarga dengan saudara kandung, terutama kakak atau adik perempuan.
Bagi saya, Nobody Knows adalah salah satu film paling pedih yang pernah saya tonton. Kepedihan dan kesedihan itu tak bisa dibasuh oleh air mata, melainkan tetap tinggal di dalam hati selama berhari-hari.
Nobody Knows diangkat dari kisah nyata. Alkisah ada empat orang anak: Akira, Kyouko, Shigeru, dan Yuki yang berumur 5-12 tahun. Mereka semuanya saudara beda ayah. Ibunya meninggalkan mereka di kamar apartemen yang sempit, dan tak pernah kembali.
Ketiga anak paling muda tak bisa keluar kamar apartemen karena ilegal. Mereka tak sekolah dan hidupnya karut-marut. Untuk bertahan hidup, mereka bergantung pada Akira, si abang. Ia membawa beban begitu berat di usianya yang masih muda.
Film keluarga khas Jepang ketiga adalah I Wish. Mirip dengan Nobody Knows, I Wish juga berbicara tentang anak-anak dari dari sudut pandang anak-anak juga. Hanya saja, film ini lebih optimistis.
I Wish bercerita tentang dua abang beradik (yang diperankan oleh abang beradik beneran) yang hidup terpisah di dua kota berbeda, satu dengan ayah dan satu lagi dengan ibu. Mereka bermimpi suatu saat keluarga mereka akan bersama kembali.
Seperti halnya kereta api, tempo film ini awalnya cukup lambat, namun saat sudah mampu berjalan, ia akan membawa kita menyaksikan petualangan yang manis dan menghangatkan hati.
Mengurutkan film-film Kore-eda dari terbaik ke terburuk itu hampir mustahil, sebab semuanya konsisten bagus. Namun, ada satu filmnya yang paling berkesan. Cari tahu apa itu di halaman sebelah!
Film keluarga khas Jepang selanjutnya ialah Maborosi. Maborosi ini merupakan film pertama Kore-eda setelah ia beberapa kali membuat film dokumenter dan acara televisi.
Maborosi bercerita tentang seorang wanita muda bernama Yumiko yang kehilangan suami tercintanya karena bunuh diri. Ia kemudian membawa serta anak dari suaminya itu ke rumah suami barunya di sebuah desa nelayan terpencil. Namun, masa lalu itu masih menghantui Yumiko.
Mengapa suaminya bunuh diri?
Kamu tidak perlu sedih jika ada yang mengejek kamu orangnya baperan sebab pasti berguna menonton film ini. Menonton Maborosi tidak bisa hanya menggunakan mata dan telinga, hati dan pikiran harus tajam. Kalau tidak, kamu pasti mengantuk.
Saya merasa kisah ini amat pedih, apalagi Kore-eda memberi kita banyak waktu untuk menghayati karena gerak gambarnya sangat lambat sekali.
Film keluarga khas Jepang selanjutnya ialah After the Storm. Jika sebelumnya Kore-eda sudah menceritaan kisah keluarga dari sudut pandang ibu, putra, dan putri, After the Storm ini adalah sudut pandang seorang ayah.
Film ini bercerita tentang Ryota, penulis novel yang sudah tidak laku lagi sekaligus seorang ayah. Sekarang, ia bekerja sebagai detektif partikelir. Dia juga cerai dengan mantan istrinya, Kyoko, dan punya anak 11 tahun bernama Shingo. Ibunya Ryota, Yoshiko, masih tinggal di apartemen yang sama dengan istri dan anaknya.
Suatu ketika, Ryota berkunjung ke apartemen itu. Di luar, angin topan sedang mengamuk dan keluarga kecil itu terpaksa reuni semalaman.
After the Storm dengan jelas dan tenang menggambarkan kehidupan keluarga kecil di Jepang dan karakter manusia di dalamnya. Dengan tempo yang lambat, film ini bisa jadi membosankan. Namun jika diikuti dengan saksama, After the Storm bisa jadi sebuah pelajaran hidup dengan pesan moral yang sangat kuat.
Bahwa badai datang terus dan tanpa disangka-sangka, namun itu semua tergantung bagaimana kita berusaha dan bekerja keras untuk berdiri tegar menantangnya. Sebuah interpretasi mengagumkan dan emosional tentang pepatah "badai pasti berlalu".
Kalau kamu masih ingat sinetron dahsyat Putri yang Ditukar tahun 2010-2011 lalu, cerita Like Father, Like Son ini mirip-mirip seperti itu....
Diceritakan keluarga kaya Ryota (bukan Ryota sebelumnya) dan Midori mendapati kabar bahwa Keita, anak yang selama ini mereka besarkan, bukanlah anak kandung mereka. Keita ternyata tertukar dengan Ryusei, anak yang dibesarkan pasangan miskin Yukari dan Yudai. Meskipun miskin, mereka jauh lebih dekat dengan anak, tidak seperti Ryota yang selalu sibuk.
Like Father, Like Son ini mengambil sudut pandang orang tua, tentang pergulatan batin mereka, apakah harus menukar kembali anak mereka yang terlanjur tertukar? Pergulatan ini memunculkan sebuah dilema tersendiri sebab masing-masing keluarga sudah menyanyangi anak yang bukan anak biologis mereka sebagai anak sendiri.
Siapkan tisu sebelum nonton film ini.
Still Walking (2008).[/caption]
Film keluarga khas Jepang terakhir adalah Still Walking, film yang menurut saya paling berkesan di antara film-film Kore-eda lain yang juga amat berkesan. Ia berkesan karena menjadi potret paling dalam tentang bagaimana hidup keluarga kelas menengah di Jepang.
Still Walking bercerita tentang suatu keluarga besar yang berkumpul kembali untuk memperingati kematian anak tertua, Junpei, yang tenggelam saat menyelamatkan seorang anak 15 tahun yang lalu. Reuni keluarga ini kemudian diisi oleh percikan emosi, terutama sang ayah Kyohei yang masih kecewa dengan kematian anak kesayangannya, Junpei. Kekecewaan itu semakin menjadi-jadi melihat Ryota, anak laki-lakinya yang lain yang tidak sesuai harapannya.
Still Walking (2008).[/caption]
Banyak yang mengkomparasikan Still Walking dengan mahakarya Yasujiro Ozu, Tokyo Story (1953) karena kemampuannya menangkap momen-momen intim keluarga. Ia menjadi unik karena momen-momen itu sebenarnya hal yang biasa saja, tapi beginilah keluarga khas Jepang.
Still Walking adalah potret keluarga yang amat dekat. Saking dekatnya kita jadi merasa seperti bagian dari keluarga tersebut. Kore-eda juga tak lupa membuat ending yang sempurna.
Demikian 7 film keluarga khas Jepang, khusus karya-karyanya master Hirokazu Kore-eda. Semuanya cocok ditonton saat Ramadan, apalagi menjelang Idulfitri. Film mana yang menurutmu paling menarik? Sampaikan di kolom komentar, ya!
Diedit oleh Doni Jaelani