Review Justice League: Sajian yang Menyenangkan dari DC Extended Universe

Justice League adalah sajian kedua tahun ini dari DCEU yang tidak hanya memuaskan, namun juga sukses memperkenalkan karakter-karakter baru yang juga tak kalah memikatnya dengan karakter superhero-superhero lain!

Review Justice League: Sajian yang Menyenangkan dari DC Extended Universe

Berakhir sudah penantian panjang para fans DC untuk melihat film team-up pahlawan super favorit mereka di layar lebar. Dengan proses pembuatan di balik layar yang sama dramatisnya dengan filmnya sendiri, bagaimana hasil akhirnya? Simak ulasan lengkapnya di sini!

Sinopsis

Review Justice League: Sajian yang Menyenangkan dari DC Extended Universe

Beribu-ribu tahun yang lalu, jauh sebelum Justice League dimulai, ada sebuah era yang disebut sebagai "Era Para Pahlawan". Era Para Pahlawan adalah era di mana umat manusia, dewa-dewi Olympus dan kaum Amazons yang mengabdi kepada mereka, serta ras Atlantean hidup berdampingan dalam kedamaian.

Namun, semua berubah ketika Steppenwolf (Ciaran Hinds); seorang jendral alien kejam yang berasal dari planet lain turun ke Bumi bersama pasukan-pasukan Parademons-nya, membawa tiga buah "Kotak Ibu" yang memiliki kemampuan untuk menjadi pemicu bencana besar dan merubah kondisi geografis sebuah planet.

Tujuannya hanya satu: Menjadikan Bumi sebagai tempat baru bagi Darkseid; keponakan sekaligus pemimpinnya untuk berkuasa.

[duniaku_baca_juga]

Namun pasukan Steppenwolf berhasil dipukul mundur oleh aliansi Para Pahlawan ini, sang jendral pun pergi dan meninggalkan tiga buah Kotak Ibu yang kemudian akan diambil dan disembunyikan oleh masing-masing kaum.

Kotak pertama disimpan di Themyscira, kotak kedua disimpan di dalam kerajaan bawah laut Atlantis, dan kotak terakhir dikubur oleh para manusia agar tidak digunakan secara semena-mena.

Review Justice League: Sajian yang Menyenangkan dari DC Extended Universe

Kisah melompat ke masa kini, kala kedatangan sekaligus kematian Kal-El/Clark Kent/Superman (Henry Cavill) ke Bumi menjadi sinyal bagi Steppenwolf untuk kembali turun ke planet itu, merenggut kembali ketiga Kotak Ibu dan menyelesaikan misinya.

Di dunia yang tengah berduka akan kematian sang pahlawan dan tidak sadar akan ancaman ini, Bruce Wayne/Batman (Ben Affleck) dan Diana Prince/Wonder Woman (Gal Gadot) bekerjasama untuk merekut tiga manusia super lainnya dan membentuk sebuah tim superhero.

Adalah Barry Allen/The Flash (Ezra Miller), Arthur Curry/Aquaman (Jason Momoa), dan Victor Stone/Cyborg (Ray Fisher) yang kemudian akan bergabung bersama Bruce dan Diana dalam usaha mereka untuk berhadapan dengan Steppenwolf, meskipun mereka sadar bahwa kekuatan mereka tidak akan cukup untuk menghentikan sang jendral bersama pasukannya.

"We can be heroes, just for one day." - David Bowie, "Heroes".

[read_more id="342811"]

Penasaran seperti apa filmnya? Simak ulasannya di halaman kedua!


Plot yang Lebih Sederhana

Review Justice League: Sajian yang Menyenangkan dari DC Extended Universe

Salah satu faktor yang membuat Man of Steel (2013) dan Batman v Superman: Dawn of Justice (2016) kurang disenangi oleh para kritikus dan sejumlah kalangan penonton adalah kisahnya yang terlalu muram, dan penuturannya yang bertele-tele.

Begitu pula dengan Suicide Squad (2016) yang meskipun memiliki kisah ringan, penyajiannya sangat kacau dan hanya mengandalkan adegan aksi semata.

Syukurnya, Wonder Woman (2017) kemarin sama sekali tidak menderita satupun kekurangan di atas. Dengan penyajian kisah yang sabar, namun dengan tempo yang enak dan siap "meledak" di saat-saat yang tepat, film superhero wanita pertama disebut diterima dengan sangat baik oleh kritikus dan audiens.

Dan agaknya citra positif DC Extended Universe yang telah diselamatkan oleh film garapan Patty Jenkins tersebut "menular" ke Justice League.

Memang tidak tanpa kekurangan, sekitar paruh awal Justice League terasa agak terburu-buru dan editing-nya juga terasa agak kasar (meskipun tidak sekasar versi bioskop BvS), namun syukurnya tidak terlalu fatal dan lama, karena paruh kedua dan ketiga jauh lebih rapi. Plotnya koheren dan penyajiannya juga enak untuk diikuti.

[read_more id="345657"]

Yak, plot Justice League memang sangat sederhana dan bergerak dari poin ke poin, tanpa ada subplot yang berarti. Dimulai dari pengenalan para hero, proses perekrutan mereka yang sangat seru untuk disimak, dan kemudian secara beruntun diikuti dengan adegan aksi demi aksi yang cukup fantastis.

Memang sempat muncul kekhawatiran bahwa gaya dua sutradara film ini yakni Zack Snyder; yang menggarap sebagian besar filmnya, dan Joss Whedon; yang mensyuting ulang beberapa adegan atas permintaan Snyder yang berhalangan hadir akan saling tabrakan.

Namun selama dua jam film berjalan, tidak ada perbedaan berarti dari gaya dua sutradara ini, anggap aja ini film dengan visual ala Snyder dengan pembangunan karakter ala Whedon, dan paduan keduanya memberikan pengalaman menonton yang sangat asyik.

"Jatah" para karakter yang cukup banyak juga secara mengejutkan dibagi dengan sangat baik, tidak ada terasa berat sebelah atau kurang dieksplor. Dengan durasinya 121 menit (plus kredit penutup sekitar 10 menit), Justice League sukses menyajikan tontonan yang seru untuk diikuti tanpa terasa dipenuh-penuhkan. Oh iya, penggemar Mera tidak akan kecewa di sini meskipun screentime-nya tidak banyak!

Karakter-karakter yang Memesona

Review Justice League: Sajian yang Menyenangkan dari DC Extended Universe

Sebelumnya, mari kita sepakat untuk tidak membicarakan Superman di ulasan ini karena berpotensi spoiler yang cukup besar. Yang jelas, penggemar sang Putra Krypton itu tidak akan kecewa dengan kemunculannya di film ini.

Jujur: Pengembangan karakter di Justice League jauh lebih baik dari The Avengers dan X-Men.

Bukan, ini bukan karena saya maniak DCEU dan anti-MCU, bahkan saya sendiri jauh lebih menyukai film-film X-Men garapan Fox ketimbang dari dua waralaba itu.

Tapi meskipun sebagian besar hero yang kita temui di Justice League masih asing di mata penonton, film ini bisa membuat penonton merasakan chemistry yang kuat berkat interaksi-interaksi yang menyenangkan.

Karakter Barry/The Flash sukses menjadi pencuri perhatian berkat performa Ezra Miller yang memukau. Di sini Barry menjadi tumpuan dari beberapa adegan humor terbaik di film ini, namun juga memiliki kedalaman emosional yang cukup dan character arc yang memuaskan. Tak salah pilihan petinggi Warner Bros untuk menjadikannya sebagai karakter unggulan baru di DCEU.

Review Justice League: Sajian yang Menyenangkan dari DC Extended Universe

Peran Victor/Cyborg menjadi pembuka karier film layar lebar yang manis untuk pendatang baru Ray Fisher. Jujur, pada awalnya saya kurang tertarik dengan karakter Cyborg, dari promo dan trailer yang diperlihatkan ia tampak seperti karakter yang membosankan. Syukurnya, saya salah besar mengenai hal itu.

[read_more id="336812"]

Character arc Cyborg cukup emosional, ia seperti perwakilan untuk orang-orang yang mengalami cacat fisik akibat kecelakaan fatal dan memutuskan untuk menjauh dari kehidupan sosialnya, karena merasa "berbeda" dari yang lain.

Tema alienasi dan dukungan mental untuk Cyborg dari rekan-rekan timnya meninggalkan kesan yang manis-manis pahit di dalam benak saya.

Review Justice League: Sajian yang Menyenangkan dari DC Extended Universe

Bila Bruce dan Diana adalah sosok ayah-ibu yang serasi, Barry si anak pintar nan hiperaktif, dan Victor si anak atletis namun penyediri, maka Arthur/Aquaman bagaiakan sosok paman pemabuk yang edan, namun penuh kharisma!

Jason Momoa sama sekali tidak menahan dirinya untuk menghidupi peran ini. Si aktor yang pernah memerankan Khal Drogo di dua musim pertama serial TV fenomenal Game of Thrones ini seolah-olah memerankan dirinya sendiri yang kasar, sangar, namun juga memiliki sisi lembut dan jiwa pahlawan. Penampilan Momoa di film solo Aquaman tahun depan akan sangat ditunggu-tunggu!

Review Justice League: Sajian yang Menyenangkan dari DC Extended Universe

Bagaimana dengan sosok Steppenwolf? Karakter yang diperankan oleh Ciaran Hinds lewat teknologi motion capture ini memang sangat dijaga kerahasiannya, meskipun sering muncul di banyak cuplikan, wujud sepenuhnya nyaris tak pernah diperlihatkan. Tentu saja ini menambah kesan misterius dan antisipasi akan tokoh antagonis yang sangar, bukan?

[read_more id="346577"]

Sayangya, sang jendral alien harus menjadi salah satu elemen terlemah di film ini. Memang bukan rahasia umum bahwa film-film superhero 2010-an ke atas sering memiliki tokoh antagonis yang dua dimensional dan tak berkesan. Dan Steppenwolf hanya menjadi bulan-bulanan para anggota tim Justice League.

Bagaimana dengan sisi teknis Justice League? Simak pembahasannya di halaman ketiga!


"Pesta" CGI yang Lumayan Bagus

Review Justice League: Sajian yang Menyenangkan dari DC Extended Universe

Salah satu kritikan yang paling sering ditujukan kepada film-film Zack Snyder sebelumnya adalah penggunaan greenscreen dan CGI/efek komputer yang berlebihan. Menurut para kritikus, penggunaan CGI yang berlebihan membuat film-filmnya terasa tidak alami.

Namun, justru faktor itulah yang membuat film-film Snyder -terutama film-film DCEU-nya memiliki visual yang tiada duanya. Orang-orang pergi ke bioskop ingin melihat sebuah tontonan yang bisa membawa mereka keluar dari hiruk-pikuk kehidupan nyata, menuju dunia lain yang lebih fantastis di layar lebar, berkat sinematografi Fabian Wagner yang mewah.

Dan Justice League memiliki kualitas CGI yang bisa dibilang cukup memuaskan. Memang ada beberapa adegan yang terlihat "palsu", namun sebagian besar efek CGI yang digunakan untuk adegan-adegan penting seperti pertempuran di terowongan Gotham dan flashback masa lalu Steppenwolf cukup mengesankan. Terlihat ada peningkatan kualitas dari yang diperlihatkan di beberapa trailer-nya

[read_more id="346300"]

Namun ada satu kekurangan teknis yang agak menganggu saya. Sound mixing untuk musik skor-nya buruk sekali, seringkali musik-musik latar epik gubahan Danny Elfman hilang ditelan oleh gemuruh efek suara pertempuran di layar.

Berbeda dengan film-film DCEU sebelumnya yang bisa berimbang dalam memperdengarkan musik latar dan efek suara.

Bisa diduga ini karena pergantian tim pasca-produksi yang disusun oleh Joss Whedon, setelah beliau menggantikan posisi Snyder yang harus mundur akibat putrinya yang meninggal.

Mungkin ini tidak akan menganggu banyak penonton, namun salah satu keunggulan DCEU adalah musiknya yang memorable, dan Justice League gagal memberikan hal itu kendati mutu skoringnya sendiri cukup bagus bila didengar secara terpisah.

Absennya musik tema Superman gubahan Hans Zimmer mungkin juga akan membuat beberapa orang kecewa, karena kontinuitas musikal DCEU terpaksa harus mengalah "akibat" kembalinya musik tema ikonik gubahan John Williams, pun kemunculannya tidak terlalu heboh karena sound mixing yang kurang baik itu.

[read_more id="345475"]


Kesimpulan

Justice League tidak akan se-fenomenal Wonder Woman yang menghantam bak badai besar di musim panas kemarin. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa film ini berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik sebagai film pahlawan super yang menghibur, mudah diikuti, namun juga memiliki karakter-karakter yang menarik.

Review Justice League: Sajian yang Menyenangkan dari DC Extended Universe

Memang ada beberapa kekurangan seperti paruh awal yang terlalu terburu-buru, dan tokoh antagonis yang terlalu dangkal. Tapi ayolah, memang sebagian besar film-film pahlawan super sekarang juga memiliki kekurangan yang serupa bukan? Rasanya tidak adil bila mengkritik film-film DCEU sebelumnya karena "terlalu kelam", namun juga kembali dikiritik karena "terlalu sederhana".

Terlepas dari kekurangan-kekurangannya, Justice League dijamin akan sangat populer di kalangan penonton layaknya Wonder Woman. Berkat karakter-karakter yang mempesona, kisah yang mudah diikuti, dan adegan-adegan aksi fantastis.!

Oh, jangan lupa, ada dua post-credit scenes di Justice League, jadi jangan beranjak dari kursi anda setelah kredit penutup berjalan! Bring on the DCEU.

Diedit oleh Doni Jaelani

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU