Nostalgia Review The Godfather 2: Sebuah Mahakarya Perak

Bagaimana kualitas The Godfather 2 dibandingkan dengan pendahulunya? Simak ulasannya berikut ini!

Nostalgia Review The Godfather 2: Sebuah Mahakarya Perak

Rasanya tak lengkap jika membahas The Godfather tanpa mengulas salah satu sekuel terbaiknya. Film ini layak dipuji karena berhasil mempertahankan rekor sebagai satu-satunya film yang mampu menyabet dua peringkat terbaik di situs IMDb tanpa terlengser sekalipun. Akan tetapi, ada beberapa hal yang sedikit menurunkan kualitas The Godfather 2 di bawah pendahulunya. Untuk itu, Duniaku akan kembali mengulas sekuel film ini. Apa saja aspek yang menurunkan nilai tambah karya Francis yang satu ini? Simak saja pembahasan The Godfather 2 di bawah ini!

1. Sinopsis The Godfather: part II (1974)

Nostalgia Review The Godfather 2: Sebuah Mahakarya Perak(Dok. paramount/the godfather ll)

Sinopsis The Godfather 2 kali ini membawakan dua kisah yang berbeda latar dan waktu. Yang pertama bercerita tentang perjalanan hidup seorang Don yang terhormat, Vito Corleone dari masa kanak-kanak sampai sukses dengan bisnis minyak zaitunnya. Sedangkan yang kedua adalah kelanjutan dari sekuel pertamanya, di mana Michael Corleone mulai merintis bisnisnya. Cerita dimulai saat Vito kecil baru saja kehilangan ayah dan kakaknya, Paolo akibat pembunuhan yang didalangi oleh Don Ciccio. Ibu Vito pun meminta sang penguasa lokal tersebut untuk merawat anak lelaki satu-satunya namun sayangnya tawaran tersebut ditolak. Don Ciccio malah menyuruh para pengawalnya untuk membunuh Vito juga karena khawatir ia akan membalas perbuatan Don Ciccio atas kematian keluarganya. Untungnya, Vito kecil berhasil melarikan diri ke kota New York dan memulai hidup baru sebagai Vito Corleone.

Setelah dewasa, Vito bekerja sebagai karyawan di sebuah toko roti milik Abbandando. Dia juga menikahi seorang wanita yang kelak akan dipanggil Nyonya Corleone dan memiliki anak bernama Santino (Sonny). Dari sinilah, ia memulai karirnya sebagai mafia berkedok bos perusahaan minyak zaitun bersama Clemenza yang di sekuel pertamanya berperan sebagai mentor para putra Vito.

Kemudian, setting cerita beralih ke masa sekarang di mana Michael sedang merayakan pesta untuk anaknya yang bernama Anthony. Kali ini permasalahan yang datang padanya jauh lebih rumit daripada yang pernah dihadapi sebelumnya. Michael  mendapat penentangan dari keluarganya sendiri yang tak puas dengan kepemimpinannya yang lebih kejam dan otoriter. Ia juga harus menghadapi para pengkhianat yang bersembunyi di dalam organisasinya yang siap menjatuhkannya kapan saja. Mampukah Michael mempertahankan dan memulihkan kembali bisnis dan keluarganya yang dilanda prahara? Atau mungkin ini permulaan dari akhir karirnya sebagai Don Corleone?

2. Formula Lama, Plot Bercabang yang Masih Berhubungan Tanpa Banyak Kejelasan

Nostalgia Review The Godfather 2: Sebuah Mahakarya Perakthe godfather (Dok. paramount/the godfather)

The Godfather masih membawakan formula double plot yang masih berhubungan satu lain seperti sekuel sebelumnya. Adegan antara Michael Corleone dan Vito Corleone yang kemudian diperankan oleh Robert de Niro silih berganti menghiasi layar tontonan. Hanya saja kali ini, koneksi antar plot tak sesolid sebelumnya.  Film ini hanya bercerita mengenai biografi sang tokoh utama Vito Corleone di dalam kisah Michael Corleone yang seharusnya menjadi fokus cerita. Lalu pada jalan cerita mengenai Michael sendiri, penulis mendapati banyak ketidakjelasan mengenai hal-hal yang terjadi pada setiap tokoh. Seperti misalnya Fredo yang ternyata menjadi dalang dibalik sulitnya bisnis yang dijalankan Michael. Hanya saja motivasinya juga terasa kurang greget, dia berbuat seperti itu hanya demi alasan klasik, harga diri sebagai seorang kakak. Alur The Godfather secara keseluruhan malah kelewat kompleks. Pemaparan yang kurang jelas mengenai petunjuk kelanjutan cerita membuat penulis cenderung merasa jenuh. Untungnya, alur flashback mengenai kisah Vito Corleone lebih seru untuk disimak. Apalagi akting Robert de Niro dikatakan amat mirip dengan Marlon Brando.

3. Banyak Adegan Sadis, Intrik Semakin Memanas

Nostalgia Review The Godfather 2: Sebuah Mahakarya Perakthe godfather part ll (Dok. Paramount/the godfather ll

Baca Juga: 6 Rekomendasi Anime Bertema Mafia Terbaik

Jika adegan sadis di sekuel pertamanya bisa dihitung dengan jari, hal itu justru banyak ditemui di sekuel keduanya. Hal itu disebabkan karena gaya kepemimpinan Michael yang lebih mengedepankan bisnis daripada keluarga sendiri. Dia tak segan menyingkirkan siapapun yang berkhianat tak terkecuali kakak kandungnya sekalipun. Bahkan, sifatnya yang perlahan mulai berubah membuat banyak korban berjatuhan selama film ini berlangsung. Kemudian, banyak konspirasi yang menghiasi film ini membuat jalan ceritanya semakin kompleks. Penonton mulai dihadapkan banyak hal yang membuat kepala harus sedikit bekerja lebih keras lagi karena tak bisa mengira-ngira karakter mana yang menjadi musuh tokoh utama kali ini. Lalu pada adegan perjalanan Vito, tidak banyak hal sadis yang terjadi selain pembunuhan yang ia lakukan pada Don Fanucci dan Don Ciccio. Namun sekalinya melakoni adegan gore tersebut, Vito melakukannya dengan alami tanpa rasa canggung di wajahnya. Oleh karena itu, adegan pembunuhan Don Ciccio menjadi adegan yang tersadis yang paling dikenang sepanjang masa. Penulis mengakui, banyak adegan kekerasan memang diperlukan untuk menggambarkan betapa kerasnya kehidupan mafia. Namun banyaknya insiden tanpa kejelasan lebih lanjut seperti kasus Fredo membuat para penonton harus berpikir lebih jeli lagi jika ingin tahu lebih banyak.

4. Kualitas Akting yang Konsisten dan Memukau

Nostalgia Review The Godfather 2: Sebuah Mahakarya Perakthe godfather scene(Dok. paramount/the godfather)

Selain faktor jalan cerita, alasan kenapa penulis lebih menyukai Vito Corleone dibandingkan dengan Michael karena totalitas akting yang dilakoni Robert de Niro. Bahkan demi menghidupkan karakter Vito Corleone, Robert rela hidup di Sisilia selama tiga bulan untuk belajar dialek Italia. Hasilnya pun tak perlu diragukan lagi. Robert benar-benar menjelma menjadi seorang Vito muda dengan gaya bicara khas orang Italia. Penurunan justru terlihat pada kualitas akting Al Pacino. Tak ada yang istimewa pada gaya pembawaan Michael yang mulai terlihat seperti American-generik daripada Italia. Padahal penulis mengharapkan Al Pacino mewarisi gaya akting Marlon yang juga penuh dengan totalitas.

Untuk para aktor lain dan juga figuran, akting mereka perlu mendapat apresiasi. Kesan italiano dari para karakter pendukung seperti Nyonya Colombo dan para penduduk Sisilia keluar dengan alami, tanpa dibuat-buat. Mimik wajah memelas mereka tak berkesan murahan. Adegan Fredo saat marah juga sangat all out. Gambaran emosi yang terlukis begitu jelas dan juga sangat membekas di ingatan.

5. Kesimpulan dari review The Godfather: part II

Nostalgia Review The Godfather 2: Sebuah Mahakarya Perakreview the godfather: part II (Dok. paramount/the godfather part II)

Dari semua aspek yang dibahas, penulis menyimpulkan The Godfather 2 tak bisa mengalahkan pendahulunya baik dari segi alur cerita maupun plot. Don Vito seolah menjadi tokoh utama yang tak terbantahkan selama jalannya ceritanya ini. Bahkan Michael yang seharusnya menjadi pusat perhatian menjadi tokoh yang lebih antagonis daripada lawan-lawannya sendiri. Akting yang luar biasa dari Robert de Niro menunjukkan seharusnya The Godfather menceritakan kisah perjalanan Vito Corleone daripada Michael Corleone. Karakter yang bisa menjadi baik dan juga jahat di saat yang sama bisa menjadi daya tarik dari film ini. Penulis berpendapat bahwa Vito Corleone adalah ikon yang cocok mewakili dunia mafia Italia dan juga representasi dari pria yang sayang keluarga.

Baca Juga: Review Film Eternals Marvel, Terasa Ada yang Kurang?

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU