Review Jeepers Creepers Reborn, Kebangkitan Pemburu Abadi di Amerika
Jeepers Creepers bangkit kembali setelah 23 tahun tertidur
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jeepers Creepers merupakan sebuah franchise horor yang cukup unik. Franchise ini hadir di tahun 2001, di saat film horor bertema “boogeyman” mulai tergantikan dengan teror pembunuhan sadis yang dilakukan oleh para pembunuh berantai atau seseorang yang benar-benar cerdas. Hasilnya, Jeepers Creepers tidak pernah benar-benar bersinar di layar lebar.
Paling satu-satunya angka penjualan yang cukup baik datang sekuelnya Jeepers Creepers 2 yang memang lebih matang dalam bercerita. Sisanya? Sangat buruk, sampai-sampai Jeepers Creepers 3 menghasilkan kerugian yang lumayan parah, meskipun budget yang digunakan juga tidak besar-besar amat.
Pada tahun 2022 ini, Victor Salva yang sudah melepaskan Jeepers Creepers digantikan oleh Timo Vuorensola. Kali ini sang Creepers berusaha memulai teror baru yang sebenarnya merupakan pengulangan dari Jeepers Creepers 1 dan 2.
Simak review Jeepers Creepers Reborn berikut!
1. Pesta cosplay di The Horror Hound
Jeepers Creepers Reborn dimulai dari keinginan Chase (Imran Adams) untuk datang ke pesta cosplay bersama dengan kekasihnya Laine (Sydney Cavern). Pesta cosplay yang diadakan di sebuah desa tersebut mengangkat tema horor berkat “The Creepers” yang dianggap sebagai mitos oleh penduduk setempat.
Di saat yang bersamaan Jeepers Creepers memang sudah bangkit dari masa tidur 23 tahunnya, dan kini dia siap berburu selama 23 hari untuk mendapatkan seluruh organ yang dia butuhkan. Bedanya, tahun ini dia ternyata memiliki sekutunya sendiri yang mencarikan mangsa spesifik untuk dirinya.
Laine yang kebetulan bersama dengan Chase ternyata memiliki apa yang diinginkan sang Creepers. Tanpa basa-basi, orang-orang yang bersekutu dengan Creepers mengumpankan Chase dan Laine ke House of Pain. Rumah yang menjadi tempat pembantaian Jeepers Creepers di film pertamanya.
Chase, Laine, bersama beberapa orang yang terjebak di dalam House of Pain, harus berjuang untuk melawan Creepers yang saat itu berada di kondisi puncaknya. Mereka berada di hari pertama dari 23 hari pembantaian sang Creepers. Jadi menunggu waktu berburu habis jelas bukan pilihan terbaik bagi mereka.
Baca Juga: Review Where the Crawdads Sing, Kisah Pembunuhan Misterius
2. Film horor yang kurang konsisten
Seperti yang kami sebutkan di awal review, Jeepers Creepers tidak pernah benar-benar bersinar di Hollywood. Hal ini terjadi karena banyak hal, salah satunya adalah materi yang setengah-setengah bila dibandingkan dengan film horor lainnya.
Padahal konsep makhluk immortal yang bangkit setiap 23 tahun sekali, dan berburu selama 23 hari itu terdengar cukup keren di atas kertas. Tapi pada kenyataannya Jeepers Creepers tidak memiliki sesuatu yang konsisten untuk disajikan atau dipertahankan.
Seperti misalnya konsep lagu “Jeepers Creepers” yang harusnya selalu terdengar saat sang Creepers menyerang. Lagu tersebut tidak pernah muncul lagi di sekuel-sekuelnya, hingga akhirnya digunakan kembali di Jeepers Creepers Reborn. Itupun hanya intronya saja. Kemudian target pembunuhan Jeepers Creepers pernah sangat spesifik, pernah juga sangat acak sehingga terlihat seperti pembantaian.
Apabila kita mengacu ke versi Reborn, keanehan ini akan terus bertambah. Seperti misalnya, siapakah orang-orang yang bersekutu dengan Creepers? Mengapa dia mengincar Laine? Mengapa kini dia memiliki kaitan khusus dengan burung gagak putih, dan sebagainya.
Rasanya sangat mustahil untuk menemukan konsistensi yang baik di Jeepers Creepers. Bahkan kami merasa kalau Alien dan Predator saja masih lebih konsisten ketimbang Jeepers Creepers, meskipun kedua franchise tersebut kerap diimbuhi berbagai elemen tambahan di film modernnya.
3. Akting yang tidak didukung dialog yang baik
Entah mengapa Sean Michael Argo seperti kebingungan dalam menggarap cerita ataupun dialog para karakter yang terlibat di dalam film ini. Hasilnya potensi yang dimiliki karakter Chase dan Laine tidak tergarap dengan maksimal. Padahal mereka memiliki chemistry yang cukup baik untuk ukuran pasangan muda.
Di luar cosplay konyol Harley Quinn dan Edward Scissorhands yang dilakukan oleh Laine, sebenarnya mereka berdua cukup lancar memerankan karakter anak muda yang berbeda hobi ini. Sayang, saat kita semua mencapai adegan di House of Pain akting Imran Adams akan terlihat seperti berteriak-teriak tanpa arti. Selain itu akting dari Ocean Navarro juga tidak kalah mengganggunya.
Kami sampai kebingungan melihat bagaimana mungkin naskah dialog sepert ini diluluskan oleh sang sutradara atau produser. Seharusnya film ini bisa menjadi sebuah permulaan yang baru bagi Jeepers Creepers. Sayang semua potensi itu dibuang begitu saja dengan scene yang norak, dialog yang cheesy, dan akting yang membingungkan.
4. Kesimpulan akhir
Rasanya kami belum pernah mengalami kesulitan yang tinggi ketika membuat review film. Jujur saja, kami sangat menyukai Jeepers Creepers 1 dan 2, tapi kami cukup pusing dengan Jeepers Creepers Reborn ini.
Rasanya kami tidak bisa membayangkan franchise ini akan dibawa ke mana. Meskipun film ini menggunakan format open ended sehingga bisa diteruskan kapan saja, bila ada yang mau meneruskan tentunya.
Kami hanya bisa memberikan nilai 2,2 dari 5 bintang review. Film yang seharusnya menjadi kesempatan emas untuk memperbaiki prekuelnya, tetapi malah disia-siakan begitu saja dengan berbagai masalah di dalamnya.
Tampaknya para penulis naskah di Hollywood harus banyak belajar untuk tidak menggunakan referensi yang dia tidak mengerti di dalam film. Contohnya adalah referensi cosplay di Jeepers Creepers Reborn, yang ujung-ujungnya malah seperti mengejek para cosplayer sungguhan yang mendedikasikan diri mereka pada cosplay monster atau horor.
Baca Juga: Review The Invitation, Kisah Horor Pernikahan Keluarga Vampire