Baca artikel Duniaku lainnya di IDN App
For
You

5 Harapan dari Kesuksesan Film JUMBO! Sudah Tembus 4 Juta Penonton

Jumbo 4 juta penonton.jpg
(Dok. Visinema Studios/Jumbo)
Intinya sih...
  • Film animasi JUMBO tembus 4 juta penonton, melampaui film animasi Malaysia.
  • Kesuksesan JUMBO membuktikan potensi film animasi lokal dan mendorong investor untuk mendukung industri animasi Indonesia.
  • JUMBO menegaskan kekuatan animasi buatan manusia di era AI dan memberi harapan bagi ekosistem animasi lokal yang kokoh.

Animasi Indonesia, JUMBO, sukses besar.

Dikabarkan pada 16 April 2025, film yang satu ini berhasil tembus hingga 4 juta penonton. JUMBO resmi jadi film animasi terlaris di Asia Tenggara, melampaui film animasi Malaysia yang sukses besar, Mechamato Movie.

Tak hanya itu, di dalam negeri, JUMBO telah melampaui jumlah penonton Moana 2 (3,1 juta), dan kini mulai mendekati posisi Frozen II (4,6 juta) yang selama ini menjadi tolok ukur kesuksesan film animasi di bioskop Indonesia.

Kesuksesan JUMBO tentu bukan sekadar angka. Ini membangkitkan harapan baru, bagi saya, dan mungkin juga bagi banyak pencinta animasi lokal. Berikut lima harapan yang tumbuh dari pencapaian luar biasa film JUMBO.

1. Meyakinkan investor dan sponsor bahwa film animasi bisa hits

Jumbo Still 1.jpeg
(Dok. Visinema Studios/Jumbo)

Membuat film animasi berkualitas jelas bukan perkara mudah. JUMBO saja melibatkan lebih dari 400 lebih pekerja kreatif Indonesia dan membutuhkan waktu lima tahun untuk rampung.

Bandingkan dengan film horor lokal, yang kadang bisa menyelesaikan proses syuting dalam waktu satu bulan dan ada potensi meraih sejuta penonton. Dengan modal yang relatif kecil, proses cepat, dan potensi keuntungan besar, genre seperti horor kerap terlihat lebih “seksi” di mata investor.

Sebelum JUMBO, saya yakin tidak sedikit pihak yang ragu, atau bahkan gentar, melihat besarnya ongkos produksi animasi. Kekhawatiran mereka wajar: setelah menggelontorkan dana besar, apakah ada jaminan film tersebut akan berhasil secara komersial?

Dan di sinilah JUMBO menunjukkan nilai pentingnya. Keberhasilan film ini membuktikan bahwa jika digarap dengan serius, melibatkan talenta terbaik, dan didukung cerita yang kuat serta strategi promosi yang tepat, film animasi lokal pun bisa jadi hits. Harapannya, pencapaian ini mampu membuka lebih banyak pintu bagi proyek-proyek animasi Indonesia ke depan—bukan hanya dari sisi dukungan kreatif, tapi juga dari sisi pendanaan.

2. Bahwa Indonesia bisa jadi kekuatan animasi di Asia Tenggara

KV Press Release Jumlah Penonton_tim visinema.jpeg
(Dok. Visinema Studios/Jumbo)

Selama ini, jika berbicara soal kekuatan animasi di Asia Tenggara, pikiran banyak orang langsung tertuju pada Malaysia. Negara tetangga kita itu memang telah lebih dulu mencetak waralaba animasi yang solid dan konsisten seperti Upin & Ipin, BoBoiBoy, hingga Mechamato. Bahkan Mechamato Movie, yang rilis pada 2022, sempat menyandang gelar sebagai film animasi terlaris di kawasan ini.

Namun kini, JUMBO hadir dan mengubah lanskap itu. Bukan hanya sukses melampaui jumlah penonton Mechamato Movie, JUMBO juga mendapatkan dukungan terbuka dari akun-akun resmi animasi Malaysia seperti Ejen Ali, Papa Pipi, dan BoBoiBoy, sebuah sinyal solidaritas yang indah sekaligus pengakuan atas kualitas.

Dengan kabar bahwa JUMBO akan tayang di berbagai negara, mulai dari Malaysia hingga Rusia, harapan itu pun tumbuh: bahwa Indonesia tak hanya bisa jadi penonton setia animasi luar negeri, tapi juga mampu menciptakan karya sendiri yang mampu bersaing dan menembus pasar global.

Ini bisa jadi titik awal babak baru. Dimana animasi Indonesia bukan lagi sekadar eksperimen, tapi kekuatan kreatif yang diperhitungkan di Asia Tenggara.

3. Penonton Indonesia akan memberi kesempatan pada animasi lokal

KV Press Release Jumlah Penonton.png
(Dok. Visinema Studios/Jumbo)

Salah satu kekhawatiran yang cukup sering muncul di industri film adalah soal kepercayaan pasar. Ada anggapan bahwa penonton Indonesia cenderung meremehkan atau bahkan melewatkan film animasi buatan lokal, karena menganggapnya "kurang keren", "kurang lucu", atau "gak sebagus produksi luar negeri."

Namun, kesuksesan JUMBO menjadi jawaban telak atas keraguan itu.

Dengan lebih dari 4 juta penonton (dan masih terus bertambah), JUMBO membuktikan bahwa penonton Indonesia sebenarnya siap dan bersedia memenuhi bioskop, bahkan sampai kehabisan tiket, untuk menikmati karya animasi dalam negeri.

Ini menumbuhkan harapan baru: bahwa ke depan, film-film animasi lokal lain pun akan mendapatkan kesempatan yang sama. Bahwa penonton tidak lagi meragukan duluan hanya karena label "karya anak bangsa”, tapi justru penasaran dan percaya bahwa kita bisa menghasilkan animasi berkualitas yang layak dinikmati di layar lebar.

Kepercayaan itu sudah mulai tumbuh. Sekarang tinggal bagaimana kita merawatnya, baik oleh kreator, pelaku industri, maupun kita sebagai penonton.

4. Mendorong terbentuknya ekosistem animasi yang kokoh

KV Press Release film terlaris.jpeg
(Dok. Visinema Studios/Jumbo)

Kesuksesan JUMBO bukan hanya soal jumlah penonton dan pencapaian box office. Lebih dari itu, ini bisa menjadi fondasi penting bagi lahirnya ekosistem animasi lokal yang kokoh dan berkelanjutan.

Sebelumnya, kita sudah membahas harapan agar para investor dan sponsor mulai melirik potensi animasi Indonesia dengan lebih serius. Namun langkah berikutnya tak kalah penting: menciptakan lingkungan industri yang mendukung pertumbuhan semua elemen dalam dunia animasi, dari ide, produksi, distribusi, hingga penghargaan terhadap kreator.

Bayangkan jika Indonesia memiliki ekosistem animasi yang sehat: di mana studio besar dan kecil bisa tumbuh berdampingan, pipeline produksi berjalan efisien, kolaborasi internasional terbuka luas, dan para animator, penulis cerita, sutradara, serta desainer visual mendapatkan ruang dan apresiasi yang layak.

Jika itu terjadi maka akan lebih banyak tenaga kreatif juga bisa tenang dan percaya memilih karier di dunia animasi.

Dari animator, penulis skenario untuk proyek animasi, storyboard artist, hingga dubber, semua profesi itu sering kali dipandang sebagai pekerjaan yang passion-driven tapi minim jaminan masa depan. Banyak talenta muda yang sebenarnya punya potensi luar biasa, tapi akhirnya memilih jalur karier lain karena takut tidak bisa bertahan hidup dari animasi.

JUMBO, yang dikerjakan selama lima tahun dan melibatkan lebih dari 400 pekerja kreatif, membuktikan bahwa dengan proyek yang serius dan hasil yang sukses, kerja keras para kreator bisa benar-benar dihargai. Ini bisa menjadi titik balik, bahwa animasi bukan cuma hobi atau proyek sesekali, tapi ladang profesi yang layak ditekuni.

Harapannya, jika kepercayaan pada industri animasi lokal terus meningkat, maka akan lahir lebih banyak studio, lebih banyak produksi, dan lebih banyak ruang untuk talenta Indonesia berkarya. Semakin banyak orang yang bisa hidup dari dunia animasi, semakin besar pula peluang bagi karya-karya luar biasa lahir di masa depan.

Bukan cuma satu JUMBO, tapi mungkin sepuluh JUMBO berikutnya, dengan gaya dan cerita yang beragam, tapi semua lahir dari tangan-tangan terbaik anak bangsa.

Namun tentu saja, kita belum sampai di sana. JUMBO bisa jadi pemicu, tapi untuk benar-benar membangun ekosistem yang kuat, dibutuhkan lebih dari satu film. Harapannya, kesuksesan ini bisa membuka jalan bagi film-film animasi berikutnya, yang tak kalah kuat secara kualitas maupun penerimaan publik.

5. Menegaskan kekuatan animasi buatan manusia di era AI

Jumbo Still 2.jpeg
(Dok. Visinema Studios/Jumbo)

Dalam beberapa waktu terakhir, muncul tren yang cukup mengkhawatirkan: maraknya penggunaan video animasi berbasis AI, terutama untuk kebutuhan iklan dan konten cepat saji. Video semacam ini, meski masih memiliki kelemahan yang mudah dikenali, jauh lebih murah dan cepat diproduksi.

Jika dilihat hanya dari sisi efisiensi dan profit, sangat mungkin ada pihak-pihak yang tergoda untuk menganggap animasi buatan AI adalah masa depan, dan mengesampingkan animasi yang dibuat secara tradisional oleh tim kreatif manusia. Ini tentu jadi ancaman bagi ekosistem industri animasi, yang dibangun dengan kerja keras, ketekunan, dan proses kreatif yang mendalam.

Di tengah situasi itu untung JUMBO hadir dan meledak.

Kesuksesan JUMBO menegaskan satu hal penting: animasi buatan manusia, yang digarap dengan cinta, kerja tim, dan visi kreatif yang solid, masih punya kekuatan besar untuk menjangkau hati jutaan penonton. Ini bukan sekadar karya visual, tapi juga pengalaman emosional, yang sulit atau bahkan mustahil dihasilkan oleh algoritma dan prompt belaka.

Harapannya, keberhasilan JUMBO menjadi pengingat bagi pelaku industri, investor, dan penonton bahwa animasi adalah medium seni yang bernilai tinggi, bukan sekadar komoditas instan. Dan bahwa di balik tiap adegan, ada jiwa dan tangan manusia yang bekerja dengan sepenuh hati, dan itu layak dihargai.

Nah itu beberapa harapan yang muncul di dalam diri saya setelah melihat JUMBO sukses.

Kalau menurutmu gimana? Sampaikan di kolom komentar!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fahrul Razi Uni Nurullah
EditorFahrul Razi Uni Nurullah
Follow Us