5 Momen One Punch Man Season 3 yang Bikin Kesal di Tahun 2025!

- Garou Slide: Adegan Garou menuruni lereng tanpa efek pergerakan kaki, menjadi bahan olok-olokan di media sosial.
- Momen gagal mengadaptasi gambar Murata: Animasi terlalu statis dan tidak mampu menerjemahkan ilustrasi Murata dengan baik.
- Error visual dan adaptasi versi lama: Kesalahan kecil dalam animasi menunjukkan produksi yang terburu-buru, serta penggunaan materi pra-revisi Murata yang menimbulkan masalah cerita.
Fans One Punch Man harus menunggu enam tahun antara season 2 dan season 3. Tak heran, ekspektasi terhadap season terbaru ini melambung tinggi, terlebih karena arc yang diangkat adalah penyerbuan ke markas Asosiasi Monster, salah satu bagian paling dinantikan dalam versi manga.
Transformasi Garou, upgrade Genos, hingga deretan pertarungan besar melawan musuh seperti Phoenix Man dan Orochi seharusnya menjadi sajian epik yang memuaskan mata dan emosi penonton.
Namun ketika animenya akhirnya tayang, setiap episode baru justru terasa seperti memberi alasan tambahan bagi fans untuk mengernyitkan dahi alih-alih bersorak.
Hingga pertengahan Desember 2025 ini, apa saja momen di One Punch Man Season 3 yang paling bikin kesal? Mari kita bedah satu per satu.
1. Garou Slide

Di episode 2, ada adegan Garou menuruni lereng rumput untuk mendekati Tareo yang baru saja menjadi korban perundungan.
Masalahnya, animator tidak memberikan efek apa pun pada pergerakan kaki Garou. Tidak ada gesekan rumput, tidak ada perubahan pose, tidak ada ilusi bobot tubuh. Alhasil, adegan ini terlihat seperti PNG Garou yang sekadar digeser turun di layar.
Tak butuh waktu lama sampai momen ini menjadi bahan olok-olokan di kalangan fans, lengkap dengan meme dan potongan video yang beredar di media sosial.
Dan yang paling pedih: ini baru pembuka saja. Garou Slide hanyalah sinyal awal dari deretan masalah lain di One Punch Man Season 3 yang, sayangnya, terasa semakin mengesalkan seiring berjalannya episode.
2. Banyak momen gagal mengadaptasi gambar Murata

Webcomic dan manga One Punch Man memang punya keunggulan masing-masing. Versi webcomic, meski jadwal rilisnya tidak konsisten, unggul dari sisi alur cerita yang lebih solid karena tidak mengalami revisi besar-besaran seperti versi manga.
Sementara itu, kekuatan utama manga jelas terletak pada ilustrasi Yusuke Murata. Dengan detail ekstrem, komposisi panel yang dinamis, dan sense of motion yang kuat, Murata mampu membuat gambar hitam-putih dua dimensi terasa hidup, bahkan “bergerak” di dalam imajinasi pembaca.
Masalahnya, keunggulan ini justru sering hilang di adaptasi animenya. Sejauh ini, terlalu banyak momen yang gagal menerjemahkan gambar Murata ke layar. Pengungkapan upgrade Genos, momen para hero bergerak ke medan tempur, hingga adegan-adegan yang seharusnya terasa eksplosif malah tampil flat dan statis.
Alih-alih terasa seperti panel Murata yang dihidupkan, banyak adegan di Season 3 ini justru terlihat seperti slide gambar yang diberi suara dan musik latar.
3. Kumpulan error yang menunjukkan betapa kejar tayangnya animenya

Ada indikasi kuat bahwa One Punch Man Season 3 diproduksi dalam kondisi kejar tayang. Ironis, bahkan agak ajaib, mengingat fans sudah menunggu enam tahun penuh untuk season ini. Tapi tanda-tandanya nyata, dan sulit diabaikan.
Beberapa error visual yang muncul terasa seperti alarm bahaya produksi.
Selain “Garou Slide” yang kini keburu legendaris, ada momen ganjil di episode 6: bagian atas rambut top knot Atomic Samurai tiba-tiba… hilang. Bukan terpotong karena tebasan, bukan efek gerakan, melainkan memang tidak digambar.
Memang, di panel manga, bagian atas rambut Atomic Samurai terpotong oleh garis panel. Namun mempertahankan “potongan panel” itu mentah-mentah di medium animasi jelas terasa janggal.
Masalah tak berhenti di situ. Di episode 10, saat Zombieman membuka pintu, tangannya terlihat sama sekali tidak menyentuh pintu. Lalu ada pula frame aksi trio Okamaitachi, Bushidrill, dan Iaian yang dipakai ulang untuk dua momen berbeda.
Akumulasi kesalahan kecil seperti ini membuat penonton bertanya-tanya: seberapa parah sebenarnya kondisi produksi One Punch Man Season 3 di balik layar?
4. Cara ajaib untuk sensor rokok

Dalam sejarah anime, penyensoran rokok sebenarnya bukan hal baru. Setiap seri punya pendekatan masing-masing.
Misalnya, saat JoJo’s Bizarre Adventure: Stardust Crusaders tayang di TV, adegan Jotaro merokok disensor dengan cara mulutnya dihitamkan. Ada juga pendekatan ekstrem: karakter perokok dibuat tidak merokok sama sekali. Metode ini bahkan sempat diterapkan di One Punch Man Season 3 sendiri, ketika rokok Zombieman dihilangkan di episode sebelumnya.
Masalahnya, setelah pertarungan brutal melawan Pureblood, One Punch Man Season 3 justru mengambil keputusan yang terasa… ajaib. Zombieman yang tubuhnya penuh luka dan darah tiba-tiba ditampilkan sedang menjilat lolipop.
Secara konteks, adegan ini terasa janggal. Tonenya bertabrakan: visual pasca-pertarungan yang gelap dan kejam dipasangkan dengan pengganti rokok yang kekanak-kanakan.
Andai kualitas Season 3 secara keseluruhan solid, momen ini mungkin hanya akan jadi bahan tertawaan atau meme ringan. Namun dalam kondisi di mana masalah produksi dan adaptasi sudah menumpuk, adegan lolipop ini justru menjadi amunisi tambahan untuk memperkuat kesan bahwa One Punch Man Season 3 memang bermasalah dari hulu ke hilir.
5. Momen ketika kita sadar versi yang diadaptasi adalah versi sebelum revisi Murata

Yusuke Murata memiliki posisi yang cukup unik dalam One Punch Man. Sebagai ilustrator, ia diberi kebebasan untuk merevisi bagian cerita tertentu secara total (sering kali tanpa penjelasan publik) demi penyempurnaan alur, penokohan, atau kesinambungan cerita ke depan.
Bahkan, dalam beberapa kasus, bagian cerita yang sudah terbit lebih dari setahun bisa direvisi ulang dari nol.
Namun siapa sangka, kebebasan kreatif ini justru melahirkan situasi konyol saat masuk ke adaptasi anime.
Sejak pertarungan Child Emperor melawan Phoenix Man, fans mulai menyadari bahwa J.C. Staff mengadaptasi versi cerita sebelum revisi final Murata. Kesadaran ini semakin menguat di episode 10, ketika Amai Mask digambarkan membantai habis anak buah Narinki yang dikendalikan Do-S sebelum kemudian lanjut menghajar Do-S.
Padahal, revisi Murata atas adegan ini masuk akal secara naratif. Amai Mask kemudian ditampilkan memiliki sisi kemanusiaan yang kuat, meski tetap ketus, angkuh, dan sangat judgemental terhadap mereka yang ia anggap tak layak menjadi hero. Dia membantai manusia yang sedang kena mind control jadi tidak masuk akal.
Revisi tersebut juga membuka ruang cerita bagi Do-S untuk bertahan dan akhirnya bertemu lagi dengan Fubuki.
Penggunaan materi pra-revisi ini menimbulkan masalah berlapis. Selain membuat penokohan terasa tidak konsisten (terutama pada Amai Mask) muncul pula pertanyaan besar: bagaimana J.C. Staff akan melanjutkan cerita ke depannya?
Bagaimanapun, klimaks arc Asosiasi Monster sudah pasti mengacu pada versi-versi revisi final Murata. Mengadaptasi versi lama sekarang berarti menanam bom waktu untuk kelanjutan anime One Punch Man itu sendiri.
Nah itu momen-momen One Punch Man season 3 yang bikin kesal.
Apa ada momen spesifik yang kamu rasa pantas disebut juga?
Sampaikan di kolom komentar!

















