GENRE: Action Platformer
PUBLISHER: SEGA
DEVELOPER: Lizardcube, Seaven Studios
RELEASE DATE: 29 Agustus 2025
RATING: 4/5
Review Game SHINOBI Art of Vengeance, Combatnya Luar Biasa Seru!

- Gambaran cerita yang menarik
- Combat aksi 2D yang luar biasa dengan fitur unik
- Kesulitan platforming yang menjadi titik cinta atau benci pemain
Ini adalah franchise yang menarik. Sebagai anak 90-an, Shadow Dancer dan Shinobi III adalah judul yang menghiasi masa kecil saya, menyajikan Joe Musashi menghadapi beragam musuh fantastis.
Kini, di tahun 2025, warisan itu dihidupkan kembali lewat SHINOBI: Art of Vengeance. Berbeda dengan versi PS2 yang lebih eksperimental, edisi terbaru ini justru kembali ke akar klasiknya sebagai aksi platformer 2D ala Sega Genesis, namun dengan sentuhan modern yang membuatnya segar, cepat, dan penuh kejutan.
Jangan terkecoh dengan kesan “retro.” Di balik visual bergaya klasik, game ini menyimpan kedalaman gameplay yang siap memikat fans lama maupun gamer baru.
Simak review lengkap SHINOBI: Art of Vengeance versi Duniaku.com berikut ini!
1. Gambaran cerita

Joe Musashi harus menempuh jalan balas dendam melawan Lord Ruse yang kuat dan berkuasa setelah desanya hancur dan klannya dikutuk menjadi batu. Dengan gaya visual hand-drawn yang penuh warna, pemain akan melintasi berbagai stage penuh rintangan dan mengalahkan musuh dengan kombinasi serangan yang luas!
2. Untuk game aksi 2D, combatnya luar biasa

Untuk membahas combat di SHINOBI: Art of Vengeance, saya sebenarnya sudah membahasnya di artikel "Kenali Sistem Combat Unik SHINOBI: Art of Vengeance, Bikin Ketagihan!".
Tapi biar saya coba sorot lagi.
SHINOBI: Art of Vengeance punya empat pilar utama dalam pertempuran, yaitu Attack (terbagi jadi Light dan Heavy), Ninjutsu, Ninpo, dan Ningi.
Pemain diberi kebebasan penuh meracik gaya bertarung mereka sendiri.
Lalu ada juga fitur SHINOBI EXECUTION. Dengan kombinasi tombol L1+R1 dengan skema kontrol DualSense PlayStation, Joe Musashi bisa mengakhiri musuh yang execution gauge-nya sudah penuh. Beberapa jenis musuh bisa saja begitu alot hingga execution gauge mereka terisi penuh duluan sebelum health mereka habis, dan fitur ini akan sangat membantu untuk mengakhiri mereka. Demikian pula untuk mengatasi musuh-musuh yang sedang disembuhkan dari jarak jauh oleh unit yang bisa heal.
Bukan sekedar menghabisi musuh dengan instan, keren, dan memuaskan, SHINOBI EXECUTION juga bisa memberi penyembuh dan berbagai item, membuat Joe Musashi siap menghadapi lebih banyak musuh.
Nah unsur-unsur empat pilar utama yang saya sorot tadi bisa kamu kombinasikan. Kamu bisa menyambung Light Attack dan Heavy Attack menjadi rentetan kombinasi yang merontokkan lawan. Kamu bisa saja melanjutkan serangan kombinasimu dnegan Ninpo, jurus ninja, selama energinya ada. Ada beberapa Ningi yang bisa membantu kamu untuk menyerang, seperti Cannon Punch yang sangat berguna melawan armor.
Dan ketika Rage Gauge kamu terisi? Maka kamu bisa mengerahkan Ninjutsu, teknik ninja yang lebih super lagi dibanding Ninpo yang bisa membabat musuh di layar, menyembuhkanmu, melindungimu, dan lain-lain.
Jika kamu bisa menguasai semuanya, maka... seperti yang saya sampaikan di artikel terpisah,
"Ketika teknik, insting, dan timing berpadu sempurna, setiap pertarungan bukan hanya tantangan… tapi sebuah mahakarya.
Dengan tempo cepat yang memacu adrenalin, kontrol super responsif, dan flow serangan yang mulus, SHINOBI: Art of Vengeance menghadirkan sensasi tempur 2D yang bikin jari dan insting terus terpacu dari awal hingga akhir!"
Jadi yep. Untuk ukuran aksi 2D, SHINOBI: Art of Vengeance sangat bersinar!
3. Ketimbang combat-nya, saya lebih kesulitan dengan platformingnya

Combat di SHINOBI: Art of Vengeance sangat mengasyikkan begitu dikuasai. Kamu bisa benar-benar merasa seperti Dewa Shinobi yang tak bisa dijatuhkan meski sudah dikeroyok oleh beragam musuh.
Namun kamu tahu bagian yang kadang membutuhkan waktu untuk saya selesaikan?
Bagian platformingnya.
Jadi di game ini, Joe memang bisa melompat dengan lincah, atau berlari di dinding, menancapkan kuku besi ke dinding tertentu, melompat-lompat di antara dua dinding, dan beragam aksi lain.
Beberapa contoh Ningi yang membantu aksi dia adalah,
Ninja Claws – kuku baja yang memungkinkan Joe memanjat atap atau tembok berwarna kuning tertentu.
Cannon Punch – tinju khusus untuk menghancurkan dinding kehijauan bernama Yokai Barrier.
Ninja Hook – grappling hook untuk meraih anchor point di udara dan membuka jalur sulit dijangkau.
Sword Dive – tebasan vertikal yang menghancurkan Yokai Barrier horizontal, memberi akses ke area bawah.
Nah ada banyak level dimana kelincahan parkour Joe benar-benar diuji.
Misalnya: di Oboro Village yang merupakan level pertama, ada area yang baru bisa diakses setelah kamu bisa mendapat Ninja Claw.
Area itu sangat dipenuhi oleh pasak tajam. Ada pasak di dinding, pasak di lantai. Kamu harus presisi dalam melompat dan berlari di dinding, presisi untuk lompat di udara...
Karena sekalinya Joe kena pasak-pasak tajam itu, Joe harus mengulang dari semacam checkpoint yang sudah dipersiapkan. Dan kadang checkpoint ini bisa terasa kejam di beberapa ujian.
Puncak tantangan platforming justru hadir di Ankou Rift, area tersembunyi yang tersedia di setiap level. Hampir semuanya dirancang sebagai tes kelincahan ekstrem... dan, jujur saja, juga tes kesabaran pemain.
Apakah platforming ini kelemahan atau justru kelebihan? Menurut saya, itu sangat tergantung selera.
-Bagi yang memang menyukai platformer, kontrol presisi Joe membuat tantangan ini memuaskan untuk ditaklukkan.
-Tapi bagi yang lebih suka fokus ke pertarungan, beberapa area bisa terasa menyebalkan hingga mendorongmu melewatkan konten opsional yang tersembunyi di balik “ujian parkour sadis” tersebut.
4. Replayability

Kalau hanya fokus menyelesaikan cerita utama, SHINOBI: Art of Vengeance bisa ditamatkan dalam waktu sekitar 10 jam. Namun, game ini menyimpan jauh lebih banyak daripada sekadar “main sampai ending.”
Sejak level awal seperti Oboro Village, sudah ada banyak area tersembunyi yang hanya bisa diakses setelah kamu memperoleh Ningi tertentu di misi berikutnya. Hal ini secara alami membangkitkan rasa penasaran dan mendorong pemain untuk kembali menjelajahi level lama.
Saya sendiri sering mengalaminya. Begitu mendapatkan Ningi baru, misalnya Ninja Claw, saya langsung menghentikan progress cerita dan kembali ke level sebelumnya. Selalu ada pertanyaan yang menggelitik di kepala: “Apa sih yang ada di balik dinding itu?” atau “Kalau lompat lewat jalur atas, bakal kemana ya?” Dan perasaan itu terus terulang setiap kali skill baru terbuka.
Untungnya, game ini sangat mendukung gaya main seperti itu. Dari World Map, kamu bisa langsung memilih level mana pun untuk dijelajahi ulang. Setelah puas berburu rahasia, kamu masih bisa kembali melanjutkan cerita dari checkpoint terakhir.
Hasilnya? Replayability jadi terasa tinggi, terutama bagi pemain yang ingin menyapu bersih progress hingga 100% di setiap area.
Dan bukan hanya eksplorasi yang membuat game ini layak diulang. Ada juga Arcade Mode, lengkap dengan skor dan timer ala SHINOBI klasik. Mode ini menantangmu untuk berburu skor tertingg atau bahkan mencoba speedrun (karena waktumu tercatat di layar. Kombinasi ini memberi alasan kuat untuk terus kembali, mengasah skill, dan merasakan sensasi menjadi ninja sejati.
5. Kualitas art dan musik yang memikat

Secara visual, SHINOBI: Art of Vengeance benar-benar memanjakan mata, bahkan bisa menjadi tolak ukur baru dalam menghidupkan kembali warisan game 2D klasik.
Dengan gaya ilustrasi hand-drawn yang detail dan penuh warna, dunia ninja yang ditampilkan terasa hidup sekaligus dramatis. Sejak level pertama, pemain sudah disuguhi transisi visual yang memikat: dari rumah Joe yang damai di tengah hamparan rerumputan putih, menuju hutan hijau yang tenang, hingga akhirnya tiba di Oboro Village yang dilalap api. Di latar belakang, pemandangan klan Joe yang membatu permanen menghadirkan nuansa tragis—bayangan para sekutu yang tak lagi bisa bernapas atau melindungi pemimpin mereka.
Perjalanan berlanjut ke lokasi-lokasi lain yang tak kalah menawan: rawa yang membawa pemain ke desa dengan festival kembang api yang meriah, pasar ikan yang penuh detail, kota kelam yang diguyur hujan dengan struktur rumit, hingga penyerbuan klimaks ke markas Lord Ruse, biang masalah dalam cerita.
Desain musuh pun tidak kalah menarik. Bahkan unit standar hadir dengan sentuhan unik, seperti tipe musuh wanita pemanah, yang membuat setiap encounter terasa segar.
Semua itu dipertegas oleh musik yang luar biasa. Perpaduan elektronik trip-hop dengan instrumen tradisional Jepang menghasilkan harmoni khas, mengingatkan pada nuansa Samurai Champloo di mana modern dan klasik bertemu tanpa saling menelan. Dentuman beat modern berpadu dengan gesekan shamisen tradisional, menciptakan atmosfer yang bukan hanya mendukung aksi, tetapi juga menggugah emosi di setiap duel.
Dan ketika audio tersebut berpadu dengan combat cepat nan responsif, hasilnya adalah pengalaman bermain yang tidak hanya memukau mata dan telinga, tetapi juga membuat setiap pertarungan terasa hidup, intens, dan sulit dilupakan.
Art dan musik di level setinggi ini akhirnya membuat gameplay yang solid terasa makin mantap, sebuah paket lengkap yang memanjakan indera sekaligus meneguhkan identitas SHINOBI: Art of Vengeance.
6. Bagaimana kualitas ceritanya?

Untuk urusan cerita, SHINOBI: Art of Vengeance menurut saya terasa… cukup.
Ada dialog singkat dengan boss atau sekutu yang memberi gambaran jalannya plot, meski Joe Musashi sendiri digambarkan sebagai sosok yang nyaris tak banyak bicara. Narasi yang dihadirkan memang memberi motivasi dasar (balas dendam Joe atas kehancuran desanya dan musnahnya klannya) namun eksekusinya terasa minimalis.
Penyajian cerita yang serba singkat, ditambah latar belakang para boss yang hanya disentuh sekilas lewat dialog atau penjelasan karakter lain, membuat aspek naratifnya tidak pernah benar-benar mendalam. Hasilnya, kisah Joe lebih tampak sebagai perjalanan penuh amarah, di mana ia menebas habis siapa pun yang bersekutu dengan Lord Ruse, hingga akhirnya menghadapi sang dalang sendiri.
Bukan berarti buruk, hanya saja plot terasa lebih sebagai bingkai tipis untuk menyoroti aksi dan gameplay, bukan sebagai kekuatan utama game ini.
7. Kesimpulan?

Saya memberi SHINOBI: Art of Vengeance 4 dari 5 bintang.
Kalau boleh pakai pecahan, sejujurnya nilainya mendekati 4,5 bintang, tapi di Duniaku.com, rating harus bulat.
Dari sisi combat, visual art, dan musik, saya hampir tidak punya protes. Pertarungan cepat dengan empat pilar utama (Attack, Ninjutsu, Ninpo, Ningi) terasa mendalam dan memuaskan. Ditambah fitur Shinobi Execution, rasanya setiap duel punya intensitas tinggi yang bikin adrenalin terpacu. Visual hand-drawn dan musik dengan perpaduan trip-hop modern serta instrumen tradisional Jepang pun membuat atmosfernya begitu khas, menghadirkan pengalaman ninja yang segar sekaligus nostalgik.
Saya bahkan berani menyebut game ini sebagai salah satu standar emas baru untuk action platformer 2D di era modern. Ia sukses menghormati warisan klasik Shinobi, sekaligus memberi sentuhan baru yang relevan untuk gamer masa kini.
Namun, bagian platforming adalah elemen yang mungkin akan jadi titik cinta atau benci pemain. Beberapa bagian opsional level (terutama tantangan Ankou Rift) dirancang benar-benar kejam. Precision jump, jebakan berduri, platform jatuh, dan beragam tantangan lain, dilengkapi checkpoint yang letaknya bisa jauh membuatnya lebih mirip ujian kesabaran daripada sekadar selingan aksi. Ada pemain yang mungkin merasa puas setelah menaklukkannya, tapi ada juga yang bisa langsung frustrasi dan tak mau menyentuhnya lagi.
Pada akhirnya, SHINOBI: Art of Vengeance adalah game yang sangat solid, dengan gameplay inti yang brilian. Kalau kamu menikmati tantangan dan tidak keberatan menghadapi platforming presisi yang kadang brutal, maka ini bisa jadi salah satu pengalaman ninja terbaik yang bisa kamu dapatkan di tahun 2025.
Itu pendapat saya soal SHINOBI: Art of Vengeance.
Kalau menurutmu bagaimana? Apakah game ini berhasil menghidupkan kembali kejayaan seri klasiknya?
Sampaikan di kolom komentar!



















