Review Trinil, Horor dengan Nuansa Jadul yang Kental

Nuansa horor jadulnya begitu terasa dari detil latarnya

Review Trinil, Horor dengan Nuansa Jadul yang Kental

Buat kamu yang pernah akrab dengan radio, pasti pernah mendengar drama radio berjudul Trinil yang sempat populer pada era tahun 80-an. Nah, acara tersebut kemudian diadaptasi dalam bentuk film layar lebar oleh Hanung Bramantyo.

Apakah film ini layak untuk ditonton? Berikut ulasannya!

Baca Juga: 6 Kesalahan Fatal yang Dilakukan Tokoh di Film Trinil

1. Berdasarkan kisah dari drama radio tahun 80-an

Review Trinil, Horor dengan Nuansa Jadul yang Kentaldok. Dapur Films/Trinil: Kembalikan Tubuhku

Kisah dalam film Trinil sendiri bercerita tentang teror hantu kepala buntung Rahayu, istri William yang membuat perkebunan teh milik keluarga Saunder mengalami krisis.

Tidak hanya penampakan makhluk astral dan kematian sejumlah pekerja, bencana yang membuat kebun teh sering gagal panen juga kerap terjadi semenjak kepulangan Rara, putri tunggal William yang mewarisi perkebunan ayahnya tersebut bersam suaminya, Sutan.

Ada sejumlah perbedaan dari versi film dan drama radio. Jika filmnya mengambil nama Rahayu sebagai sosok pembawa teror, drama radionya memakai nama Mbok Suminten sebagai tokoh tersebut.

2. Nuansa tempat dan situasi cerita yang terkesan benar-benar seperti tahun 70an

Review Trinil, Horor dengan Nuansa Jadul yang KentalYusuf memberitahu cara mendeteksi gangguan dalam rumah Sutan ( Dok. Cinépolis Indonesia - Trinil )

Salah satu hal yang membuat penulis menyukai film ini adalah penggambaran setting film yang benar-benar menonjolkan nuansa kampung pedalaman khas tahun 70an.

Mulai dari penggunaan radio yang sempat memutarkan lagu-lagu top era tahun tersebut, style busana setiap tokohnya, dan juga berbagai properti seperti mobil yang modelnya lazim ditemukan pada tahun 70an.

Suasana cerita filmnya juga semakin diperkuat dengan sajian berbagai artikel koran yang tidak hanya menyajikan berita tentang kekacauan yang dialami keluarga Saunder tapi juga krisis yang terjadi pada pemilihan umum kala itu.

Namun yang paling penulis suka adalah dialog antar karakter sampingan seperti para pekerja perkebunan yang terdengar seperti menggunakan dialek Banyumasan.

3. Treatment setiap karakter yang terkesan unik

Review Trinil, Horor dengan Nuansa Jadul yang KentalRara bersikeras kalau tidak ada yang namanya hantu ( Dok. Cinépolis Indonesia - Trinil )

Salah satu yang membuat karya Hanung Bramantyo ini begitu segar adalah pengaturan watak setiap tokohnya yang terasa berbeda dari kebanyakan film horor pada umumnya.

Karakter Rara sebagai tokoh perempuan yang biasanya mendapat stigma penakut justru muncul sebagai sosok yang lebih dominan dan bahkan tak ragu menantang sosok yang menghantuinya selama ini.

Sedangkan Sutan ditampilkan agak submisif di hadapan istrinya dan justru lebih sering berteriak jika ada teror dari hantu kepala Rahayu. Namun, ia bisa nekat jika menyangkut rahasia perempuan yang dicintainya.

Yang paling unik justru adalah tokoh Yusuf, psikiater yang merangkap sebagai paranormal di rumah sakit jiwa. Ia justru mengenakan setelan eksentrik seperti penyanyi zaman dahulu.

Ia juga merupakan tipe yang bekerja sistematis, di mana Yusuf akan mengumpulkan data informasi yang cukup sebelum mengurus masalah hantu tersebut.

Sosok Rahayu sebagai pembawa teror ini juga ternyata menyimpan banyak kejutan. Jika kebanyakan para hantu digambarkan sebagai korban penindasan yang menuntut balas, maka perempuan satu ini bisa dikatakan lepas dari stereotipe tersebut.

Keunikan inilah yang membuat setiap tokoh lebih mudah disukai dan diingat oleh para penonton.

4. Banyaknya momen flashback dalam satu adegan justru membuat fokus penceritaan menjadi terasa goyah dari pertengahan menuju akhir

Review Trinil, Horor dengan Nuansa Jadul yang KentalPenampakan kucing di gudang penyimpanan teh keluarga Saunder ( Dok. Cinépolis Indonesia - Trinil )

Pada awalnya, penyajian jalan cerita Trinil masih terbilang oke dari awal sampai menuju ke titik penemuan solusi.

Namun saat mencapai pertengahan, fokusnya mulai terlihat goyah semenjak banyaknya momen flashback yang dijejalkan dalam satu adegan.

Hal ini bisa dibilang cukup sia-sia menurut penulis karena pada dasarnya penonton akan memahami sedikit demi sedikit apa yang mendasari kejadian dalam film dari beberapa momen penyelidikan yang dilakukan Yusuf.

Akan lebih baik jika pada saat adegan flashback menjelang, ada pemaparan hasil penyelidikan Yusuf terlebih dahulu lalu dilanjutkan dengan adegan flashback seperlunya sebagai pelengkap kepingan puzzle misteri yang telah dikumpulkan.

5. Kesimpulan, Trinil adalah pilihan bagus buat penonton yang kangen nuansa horor ala tahun 70-90an

Review Trinil, Horor dengan Nuansa Jadul yang Kentaldok. Dapur Films/Trinil: Kembalikan Tubuhku

Berdasarkan ulasan di atas, penulis bisa mengatakan kalau film Trinil layak untuk ditonton, terutama oleh para penggemar film lama.

Bagaimana tidak? Trinil sukses memanjakan mata penonton yang kangen nuansa zaman dulu dengan sejumlah penggunaan properti, kostum busana dan kebiasaan khas yang hanya bisa ditemui pada era tersebut.

Trinil juga punya deretan karakter yang unik dan menarik karena punya ciri khas yang terbalik dari film horor pada umumnya.

Satu-satunya yang menjadi kekurangan film ini bisa dikatakan adalah pengaturan informasi ceritanya yang masih perlu dirapikan agar penonton tak langsung mendapat jejalan info tak perlu di bagian akhir.

Saya akan memberikan film ini nilai 4 dari 5 bintang. 

Itulah ulasan tentang film Trinil.

Bagaimana pendapat kalian?

Untuk informasi yang lebih lengkap soal anime-manga, film, game, dan gadget, yuk gabung komunitas Warga Duniaku lewat link berikut:

Discord: https://bit.ly/WargaDuniaku

Tele: https://t.me/WargaDuniaku

Baca Juga: Sinopsis Trinil: Kembalikan Tubuhku, Karya Hanung Bramantyo!

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU