Baca artikel Duniaku lainnya di IDN App
For
You

Street Fighter 1994 versus Mortal Kombat 1995, Mana yang Lebih Bagus?

(Dok. Capcom/Street Fighter 1994, dok. New Line Cinema/Mortal Kombat 1995)
(Dok. Capcom/Street Fighter 1994, dok. New Line Cinema/Mortal Kombat 1995)
Intinya sih...
  • Kualitas akting: Performa aktor dalam Mortal Kombat lebih berkesan, terutama Christopher Lambert, Cary-Hiroyuki Tagawa, dan Trevor Goddard.
  • Seberapa mendekati game: Mortal Kombat lebih setia pada plot dan karakter aslinya daripada Street Fighter.
  • Kualitas latar: Latar dalam Mortal Kombat terasa lebih misterius, berbahaya, dan ikonik dibandingkan dengan Street Fighter.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pada 1994, Street Fighter hadir sebagai film Hollywood dengan jajaran cast besar, dibintangi Jean-Claude Van Damme dan penampilan ikonik Raul Julia sebagai M. Bison. Setahun kemudian, 1995, giliran Mortal Kombat menyusul sebagai adaptasi dari fighting game lain yang tak kalah populer.

Dua film ini sama-sama lahir dari game legendaris, sama-sama produk era 90-an, dan sama-sama punya reputasi yang masih diperdebatkan sampai sekarang.

Jadi, kalau dilihat dari sudut nostalgia, mana yang sebenarnya lebih unggul?

Mari kita nostalgia sejenak dan membandingkan dua film fighting paling ikonik di era 90-an ini.

1. Kualitas akting

Mortal Kombat 1995 (dok. New Line Cinema)
Mortal Kombat 1995 (dok. New Line Cinema)

Oke, kita luruskan dulu ekspektasinya.

Ini bukan perbandingan film calon Oscar. Ini film laga 90-an lawan film laga 90-an. Jadi standar yang kita pakai adalah: siapa yang paling berkesan dan paling menghidupkan karakternya.

Dan menariknya, kedua film punya performer yang mencuri perhatian.

Street Fighter (1994)

  • Raul Julia (M. Bison)
    Tak terbantahkan. Karismatik, teatrikal, dan sepenuhnya “all in”. Bahkan orang yang tidak suka filmnya pun biasanya sepakat: Raul Julia adalah alasan Street Fighter masih dibicarakan sampai sekarang.
  • Andrew Bryniarski (Zangief)
    Berhasil menjadikan Zangief sosok kuat sekaligus polos dan kocak. Beberapa dialognya bahkan sudah masuk kategori komedi klasik.
  • Miguel A. Núñez Jr. (Dee Jay)
    Jauh dari versi game, tapi setidaknya cukup menghibur dan punya energi yang menonjol di layar.

Mortal Kombat (1995)

  • Christopher Lambert (Raiden)
    Mengesampingkan fakta bahwa aktor Barat memerankan dewa petir bernama Jepang, Lambert tampil sangat karismatik. Kalau Street Fighter punya Raul Julia, maka Lambert adalah highlight utama Mortal Kombat.
  • Cary-Hiroyuki Tagawa (Shang Tsung)
    Performa ikonik. Begitu melekatnya interpretasi ini sampai Mortal Kombat 11 menjadikan Shang Tsung versi Tagawa sebagai kanon visual.
  • Trevor Goddard (Kano)
    Sama ikoniknya. Aksen Australia yang awalnya tidak ada di game justru kemudian diadopsi permanen ke karakter Kano versi game.
  • Linden Ashby (Johnny Cage)
    Sukses menyajikan pesona aktor laga kelas B yang sok jago, nyablak, tapi ternyata benar-benar kompeten.
  • Robin Shou (Liu Kang)
    Tidak spektakuler, tapi solid sebagai protagonis utama.

Kesimpulan

Kalau dilihat dari sisi akting saja, saya akan memilih Mortal Kombat.

Bukan cuma karena Christopher Lambert yang memikat, tapi karena Cary-Hiroyuki Tagawa dan Trevor Goddard tampil begitu kuat sampai memengaruhi versi karakter di gamenya sendiri.

Dan itu level impact yang jarang bisa dicapai adaptasi film game, bahkan sampai hari ini.

2. Seberapa mendekati game?

Street Fighter 1994. (Dok. Capcom/Street Fighter)
Street Fighter 1994. (Dok. Capcom/Street Fighter)

Menariknya, baik Street Fighter (1994) maupun Mortal Kombat (1995) sama-sama tidak sepenuhnya mengikuti plot game. Tapi cara mereka “menyimpang” sangat berbeda.

Mortal Kombat (1995)

Mortal Kombat setidaknya mempertahankan kerangka utama gamenya.
Masih ada:

  • Turnamen Mortal Kombat yang diselenggarakan Shang Tsung
  • Goro sebagai mid-boss yang terasa mengancam
  • Liu Kang sebagai tokoh utama
  • Karakter-karakter ikonik seperti Johnny Cage, Sonya Blade, dan Kitana

Bahkan ada kejadian unik: beberapa interpretasi karakter di film, terutama Shang Tsung dan Kano, awalnya cukup berbeda dari versi game. Tapi saking berkesannya, justru versi game kemudian menyesuaikan diri dengan versi filmnya. Ajaib, tapi nyata.

Street Fighter (1994)

Nah, kalau ini…

Tokoh utama digeser dari Ryu ke Guile, konfliknya berubah menjadi drama militer melawan Bison sebagai penguasa Shadaloo City, dan mayoritas kostum serta karakterisasi karakter jauh menyimpang dari versi game. Banyak karakter terasa seperti nama tempelan saja, bukan representasi aslinya.

Kesimpulan

Harus diakui, dalam hal kedekatan dengan materi sumber, Mortal Kombat unggul telak.

Dan inilah alasan kenapa selama bertahun-tahun Mortal Kombat sering disebut sebagai “film adaptasi game terbaik”, bukan karena kualitasnya luar biasa tinggi, tapi karena standar adaptasi game saat itu memang sangat rendah.

Dalam konteks zamannya, Mortal Kombat berhasil melakukan satu hal penting: ia terlihat dan terasa seperti gamenya.

3. Kualitas latar

Cary-Hiroyuki Tagawa Shang Tsung. (Dok. New Line Cinema/Mortal Kombat)
Cary-Hiroyuki Tagawa Shang Tsung. (Dok. New Line Cinema/Mortal Kombat)

Begini.

Pulau Shang Tsung di Mortal Kombat (1995) mungkin tidak sepenuhnya mirip dengan latar di game-nya, tapi untuk konteks cerita, turnamen mematikan dengan taruhan nasib dunia, pulau ini tersaji oke.

Pulaunya terasa misterius, terisolasi, dan penuh aura bahaya

Setiap arena yang ditampilkan juga punya identitas sendiri, membuat tiap pertarungan terasa berbeda dan lebih menggigit. Siapa yang bisa lupa hutan tempat Scorpion melawan Johnny Cage? Sampai hari ini, itu masih dianggap sebagai salah satu set paling ikonik dalam sejarah adaptasi game ke film.

Sekarang bandingkan dengan Street Fighter II.

Ciri khas gamenya justru terletak pada variasi stage yang ekstrem, dari atap Kastel Suzaku di Jepang (Ryu), hingga pangkalan militer Amerika (Guile). Setiap karakter punya “rumah” yang kuat secara visual dan kultural.

Sayangnya, Street Fighter (1994) menghapus hampir seluruh keunikan itu dan menggantinya dengan satu latar utama: Shadaloo City. Sebuah kota fiktif yang sekilas tampak seperti campuran Asia Tenggara generik, disajikan dengan set yang terasa murahan dan minim identitas.

Alih-alih terasa eksotis atau berbahaya, Shadaloo City justru tampak membingungkan dan datar.

Jadi ya, bahkan dari sisi kualitas dan fungsi latar, Mortal Kombat kembali unggul.

4. Dampak ke game-nya

Sub-Zero 1995.png
Sub-Zero di antara para tukang pukul generik di Mortal Kombat. (Dok. New Line Cinema/Mortal Kombat 1995)

Kalau kita bicara soal dampak balik ke gamenya sendiri, perbedaan antara Street Fighter (1994) dan Mortal Kombat (1995) makin terasa jelas.

Street Fighter (1994)

Film ini memang sempat melahirkan adaptasi game: Street Fighter: The Movie (Arcade Game). Yang menarik (dan agak ironis) game ini justru terasa lebih mirip Mortal Kombat karena menggunakan digitized footage ala aktor sungguhan.

Versi konsolnya juga memperkenalkan mekanik Super Specials, yang sepertinya menjadi cikal bakal EX Specials di Street Fighter III: 2nd Impact.

Namun di luar itu, dampak film ini terhadap arah besar seri Street Fighter tergolong sangat minim. Mengingat filmnya sendiri terasa ganjil dan tidak benar-benar merepresentasikan jiwa gamenya, Capcom tampaknya memilih untuk sering kali mengabaikannya.

Mortal Kombat (1995)

Di sisi lain… wow, kasusnya sangat berbeda.

Beberapa elemen film ini justru diadopsi permanen ke dalam game:

-Aksen Australia Kano yang awalnya datang dari film, kemudian menjadi ciri resmi karakter tersebut.

-Interpretasi Shang Tsung versi Cary-Hiroyuki Tagawa, yang begitu ikonik sampai dihidupkan kembali secara eksplisit di Mortal Kombat 11.

Bahkan hingga era modern, easter egg dan referensi film ini masih terus muncul, menandakan satu hal yang jelas: NetherRealm Studios masih menyayangi film Mortal Kombat versi 1995.

Kesimpulan

Singkatnya:

  • Mortal Kombat (1995) adalah film yang dicintai oleh developer gamenya sendiri.
  • Street Fighter (1994) adalah film yang lebih sering terasa diabaikan oleh Capcom, atau setidaknya tidak ingin terlalu sering diingat.

Dan dalam dunia adaptasi game, itu perbedaan yang sangat besar.

5. Sebenarnya suksesan yang mana?

Scene di film Mortal Kombat.(dok.New Line Cinema/Mortal Kombat)
Scene di film Mortal Kombat.(dok.New Line Cinema/Mortal Kombat)

Pendapatan box office tentu bukan penentu mutlak kualitas film. Tapi untuk konteks era 90-an, angka ini tetap menarik untuk dilihat: film mana yang benar-benar berhasil menarik penonton datang ke bioskop?

Jawabannya cukup jelas.

Meski kerap ditertawakan sebagai film campy, Street Fighter (1994) sebenarnya bukan kegagalan finansial. Dengan budget sekitar 35 juta dolar, film ini berhasil meraup 99,4 juta dolar secara global. Nama besar Street Fighter dan kehadiran Jean-Claude Van Damme terbukti cukup kuat untuk menarik penonton, terlepas dari respons kritikus.

Yang lebih mengejutkan justru Mortal Kombat (1995).

Film ini dibuat dengan budget lebih kecil, sekitar 20 juta dolar, dan itu memang terasa dari beberapa set dan produksinya yang lebih sederhana. Namun, hasil akhirnya luar biasa: 122 juta dolar di box office global. Untuk ukuran tahun 1995, angka ini jelas bukan main-main.

Kesimpulan

Bahkan jika diukur dari sisi finansial sekalipun, Mortal Kombat tetap unggul.

Lebih murah dibuat, tapi lebih besar hasilnya.

Dan itu makin menguatkan posisinya sebagai adaptasi game 90-an yang paling “kena”—baik secara budaya maupun bisnis.

Kesimpulan: Flawless Victory Mortal Kombat

New Line Cinema/Mortal Kombat
New Line Cinema/Mortal Kombat

Kalau diurai satu per satu seperti ini, perbedaan antara Mortal Kombat (1995) dan Street Fighter (1994) memang terasa makin jelas.

Street Fighter (1994) adalah film yang aneh, campy, dan tidak konsisten, tapi tetap punya charm tersendiri. Performa all-out Raul Julia sebagai M. Bison, dialog-dialog yang masih quotable, terutama dari Bison dan Zangief, serta aura khas film laga 90-an membuatnya masih enak ditonton sebagai hiburan ringan.

Sementara itu, Mortal Kombat pada masanya sempat dijuluki “film adaptasi game terbaik”, gelar yang memang lahir dari standar adaptasi game yang masih rendah saat itu. Tapi julukan itu tidak datang tanpa alasan. Film ini setidaknya berusaha memahami dan menerjemahkan nuansa gamenya ke layar lebar: atmosfer, karakter, dan dunia yang terasa “satu frekuensi”.

Bahkan sekedar begitu saja pun susah soalnya di era 90an, lihat saja Mario dan uh... Street Fighter.

Kemenangan Mortal Kombat juga ditopang oleh lebih banyak performa yang benar-benar berkesan. Christopher Lambert, Cary-Hiroyuki Tagawa, Linden Ashby, dan Trevor Goddard berhasil mengangkat film dengan budget lebih kecil ini menjadi terasa lebih berkelas. Terutama Lambert, dan juga Goddard serta Tagawa yang interpretasi karakternya bahkan berpengaruh balik ke versi game.

Street Fighter (1994) masih layak ditonton sebagai tontonan santai dan nostalgia campy.

Tapi Mortal Kombat (1995) hingga kini tetap bertahan sebagai salah satu adaptasi game terbaik, khususnya untuk genre fighting.

Kalau menurut kamu sendiri, tim mana yang menang?

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fahrul Razi Uni Nurullah
EditorFahrul Razi Uni Nurullah
Follow Us

Latest in Film

See More

Street Fighter 1994 versus Mortal Kombat 1995, Mana yang Lebih Bagus?

15 Des 2025, 21:00 WIBFilm