8 Tantangan Terbesar dalam Proyek Naruto Live Action, Tidak Mudah?

- Jadwal sutradaranya yang padat, mengutamakan komitmen untuk MCU.
- Status produksi yang kembali mandek setelah naskah selesai pada 2024.
- Ketakutan penggemar akan adaptasi Hollywood dan tantangan dari segi visual dan efek.
Proyek live-action Naruto telah menjadi salah satu adaptasi anime paling ambisius yang pernah ingin dicoba Hollywood. Sejak pertama kali diumumkan Lionsgate pada 2015, film ini berkali-kali mengalami perkembangan, pergantian tim kreatif, hingga terjebak dalam development hell.
Meski naskah terbaru dikabarkan selesai pada 2024, perkembangan kembali mandek akibat jadwal sutradara yang padat dan kompleksitas dunia Naruto itu sendiri.
Berikut delapan tantangan terbesar yang membuat proyek ini masih belum menemukan jalan menuju layar lebar.
1. Jadwal sutradaranya yang padat

Salah satu hambatan paling signifikan adalah padatnya jadwal Destin Daniel Cretton. Setelah diumumkan menjadi penulis sekaligus sutradara Naruto pada 2024, Cretton justru harus mengutamakan komitmennya untuk MCU.
Ia kini menangani Spider-Man: Brand New Day yang rilis Juli 2026 dan masih terlibat dalam pengembangan Shang-Chi 2. Selama ia terikat proyek-proyek besar itu, Naruto praktis tidak bisa bergerak maju.
2. Status produksi yang kembali mandek

Meskipun naskah dikonfirmasi selesai oleh penulis Tasha Huo pada Agustus 2024, proyeknya justru mandek.
Dalam wawancara terbaru dengan ScreenRant, Huo menyebut ia “tidak memiliki update baru” dan kini sama-sama menunggu seperti para penggemar. Minimnya aktivitas produksi menandakan bahwa film ini belum memiliki timeline jelas, sebuah kondisi berulang sejak 2015.
3. Ketakutan penggemar akan adaptasi Hollywood

Keberhasilan live-action anime di Hollywood masih jarang. Banyak penggemar masih trauma dengan kegagalan seperti Dragon Ball Evolution, dan khawatir Naruto akan bernasib sama.
Ekspektasi yang tinggi, basis penggemar global, dan tekanan untuk tetap setia pada sumber membuat proyek ini berada di bawah sorotan ekstra ketat dan produksinya tentu tak boleh sembarangan, karena bisa jadi pedang bermata dua jika penggemar tak suka.
4. Skala dunia Naruto yang terlalu besar

Naruto bukan cerita kecil. Ia mencakup ratusan bab manga, karakter kompleks dari berbagai klan serta desa, teknik ninjutsu yang rumit, hingga puluhan arc panjang.
Menerjemahkan dunia sebesar ini ke format film dua jam sangat sulit tanpa mengorbankan esensi atau merusak struktur ceritanya. Banyak analis bahkan menilai format serial jauh lebih cocok ketimbang film layar lebar yang sekarang ingin diterapkan di proyek Naruto live action ini.
5. Tantangan dari segi visual dan efek

Teknik seperti Rasengan, Chidori, Kuchiyose, hingga pertarungan ninja berkecepatan tinggi bukan hanya membutuhkan CGI mahal, tapi juga membutuhkan gaya visual yang meyakinkan.
Adaptasi live-action anime selama ini sering jatuh ke dua ekstrem, terlalu realistis hingga kehilangan “jiwa anime”, atau terlalu kartun hingga terlihat aneh. Menemukan titik tengah antara keduanya adalah tantangan besar yang belum tentu dapat diatasi Hollywood.
6. Keharusan untuk menjaga keaslian sumber

Naruto adalah waralaba global dengan basis penggemar militan. Lionsgate menyadari bahwa kesalahan dalam memotong arc, mengubah karakter, atau menyederhanakan lore bisa memicu reaksi besar-besaran dari komunitas.
Apalagi, Kishimoto pernah memberikan dukungan publik terhadap Cretton pada 2024 yang berarti ekspektasi untuk membuat adaptasi setia menjadi semakin tinggi. Semakin setia adaptasi yang diharapkan, semakin kompleks proses produksinya.
Yang paling simpel, terutama terkait para aktornya nanti.
7. Konsistensi kreatif sejak 2015 yang selalu berubah

Sejak awal, proyek ini sudah melewati banyak perubahan. Michael Gracey pernah menjadi sutradara pertama yang diumumkan, Avi Arad menjadi produser awal, dan Masashi Kishimoto bahkan pernah ikut mengembangkan konsep adaptasi pada 2016.
Perubahan terus terjadi, seakan konsistensi dari produksi proyek ini sangat rumit untuk menemukan titik tengah. Namun bertahun-tahun berlalu tanpa hasil konkret, menyebabkan arah kreatif proyek ini tidak pernah benar-benar stabil. Setiap perubahan tim berarti visi baru dan potensi penulisan ulang.
8. Ancaman jadi proyek adaptasi yang mandek seperti Akira

Hollywood memiliki sejarah panjang dengan proyek adaptasi yang terus tertunda, Akira adalah contoh ikonik yang berada di development hell selama puluhan tahun.
Jika Naruto tidak segera digarap saat momentum popularitasnya masih kuat, risiko terkubur seperti Akira menjadi semakin besar. Karena itu Lionsgate berada pada tekanan untuk tidak menunda terlalu lama, namun pada saat bersamaan tidak bisa bergerak tanpa sutradara inti.
Jadi film Naruto live action punya tantangan yang cukup besar bahkan sampai sekarang, bagaimana menurutmu?



















