Rupanya Si Komo-lah Alasan Pembangunan Tidak Merata
Pantas, jaman itu hanya Jakarta saja yang dibangun!
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kalau kamu generasi 80-90-an pasti kenal dengan si Komo. Karakter ciptaan Seto Mulyadi ini sempat sangat populer pada awal 90-an. Karakter ini digambarkan sebagai hewan raksasa yang suka berjalan jalan di ibu kota dan membuat macet.
Inpirasi si Komo sendiri sepertinya diambil dari hewan Komodo, satwa endemik di salah satu pulau di Nusa Tenggara Timur. Dalam bercerita, si Komo tidak sendiri, biasanya ditemani Dompu si domba, Piko si sapi, Ulil si ulat, dan Belu bebek.
Ceritanya sendiri sangat mendidik, penuh dengan unsur pengetahuan yang menyenangkan, agar berbeda dengan acara anak jaman sekarang yang lebih bertema percintaan.
Dalam salah satu lagunya"> bersama Melisa, si Komo diceritakan sedang berjalan jalan di Ibukota melalui Semanggi, Harmoni, dan akhirnya sampai ke Monas. Tidak heran, karena ukurannya yang jumbo, si Komo sukses membuat jalanan macet. Bahkan akhirnya kita dianjurkan lewat jalan tol untuk menghindari kemacetan yang diakibatkan si Komo.
Namun ada yang aneh, tujuan dari kunjungan kali ini malah untuk meninjau apakah pembangunan sudah merata?!
Padahal kita tahu bahwa pemerataan pembangunan bisa dicapai jika daerah terpencil bisa mendapatkan porsi pembangunan setara dengan Ibukota.
[youtube_embed id="tn2B6a-tjwA"]
Apakah lagu ini merupakan media propaganda Orde Baru untuk menyuarakan 'keberhasilan' pembangunan? entahlah, yang jelas sepertinya pemerintah sekarang harus membuat lagu baru yang menceritakan bahwa daerah harus dibangun juga.