"Ada korelasi antara lamanya seseorang tak sadarkan diri dan tingkat keparahan cedera otak. Jika hanya di bawah 30 detik, risikonya memang tidak sebesar itu. Tapi jika pingsan selama beberapa menit atau lebih, maka kemungkinan besar ada kerusakan serius pada jaringan otak."
5 Miskonsepsi yang Muncul Gara-Gara Kartun! Apa Kelinci Suka Wortel?

- Kelinci suka wortel
- Tikus suka keju
- Orang yang sampai K.O kena pukulan/benda keras bisa bangkit tanpa masalah
Pernah lihat anak memberi wortel pada kelinci peliharaan mereka? Saya tidak tahu apakah kebiasaan ini masih relevan sekarang. Tapi dulu, saat Looney Tunes masih rutin tayang di televisi, pemandangan seperti itu cukup sering saya temui. Anak-anak yang baru saja diberi kelinci langsung menyodorkan wortel... karena apa lagi kalau bukan terinspirasi dari Bugs Bunny, si kelinci cerdik yang selalu mengunyah wortel sambil melontarkan “What’s up, Doc?”
Logika mereka sederhana: kalau Bugs Bunny suka wortel, berarti semua kelinci suka wortel. Tapi… apakah benar?
Ternyata tidak. Faktanya, wortel bukanlah makanan utama kelinci. Dan ini hanyalah satu dari banyak contoh miskonsepsi yang lahir dari kartun.
Di artikel ini, saya akan mengulas beberapa persepsi keliru yang terbentuk lewat karakter fiktif, tayangan animasi, dan logika visual yang menempel di benak kita sejak kecil, sering kali tanpa kita sadari hingga bertahun-tahun kemudian.
Siap terkecoh? Yuk kita telusuri!
1. Kelinci suka wortel

Makanan khas Bugs Bunny adalah wortel—selalu dikunyah sambil melontarkan “What’s up, Doc?”. Karena Bugs sempat menjadi ikon kartun global, banyak anak-anak di seluruh dunia pun langsung mengasosiasikan wortel sebagai makanan favorit kelinci.
Tapi… apakah benar kelinci suka wortel?
Jawabannya: ya dan tidak.
Kelinci memang akan memakan wortel jika diberi. Tapi bukan karena mereka menyukainya secara alami, melainkan karena kelinci memang cenderung rakus dan penasaran terhadap berbagai jenis makanan. Pemilik kelinci yang pernah melepas peliharaannya di kebun tahu betul: bukan hanya wortel, tanaman hias pun bisa habis disantap.
Masalahnya, wortel mengandung gula yang cukup tinggi. Jika kelinci diberi wortel terlalu sering, apalagi sebagai makanan utama, mereka justru bisa mengalami gangguan pencernaan atau masalah kesehatan lain.
Faktanya, makanan utama kelinci seharusnya berupa jerami, rerumputan, dan sayuran hijau segar. Wortel boleh diberikan, tapi hanya sebagai camilan sesekali bukan menu harian.
2. Tikus suka keju

Masih ingat bentuk keju di kartun Tom and Jerry klasik?
Biasanya digambarkan dalam bentuk segitiga dengan lubang-lubang besar, mirip keju Swiss (Emmental). Bagi banyak orang Indonesia yang lebih akrab dengan keju parut atau keju lembaran untuk roti tawar, keju seperti ini mungkin terkesan aneh, bahkan bikin eneg. Tapi di kartun, tampilannya dibuat begitu menggoda, terutama ketika Jerry rela mengambil risiko besar demi mencuri sepotong.
Tapi… benarkah tikus suka keju?
Menurut penjelasan dari American Rat Control, dan didukung oleh studi tahun 2006 dari University of Manchester, jawabannya mengejutkan: tidak juga. Dalam eksperimen, tikus yang diberi pilihan beberapa jenis makanan cenderung mengabaikan keju dan lebih tertarik pada makanan yang tinggi karbohidrat atau gula.
Bahkan, banyak jenis keju memiliki aroma menyengat yang justru tidak disukai tikus. Karena itu, mitos bahwa tikus tergila-gila pada keju lebih merupakan warisan dari visual kartun dan budaya pop, bukan dari fakta biologis.
Jadi tikus mungkin akan menyantap keju di meja atau di lemarimu kalau mereka sedang gak ada pilihan lain. Tapi awamnya mereka akan lebih suka makanan beda.
Bagi pemilik tikus peliharaan, pemberian keju juga tidak disarankan dalam jumlah banyak. Kandungan lemak dan garamnya bisa memicu masalah pencernaan. Lebih aman memberi makanan yang memang sesuai dengan kebutuhan nutrisinya.
Lucunya, menurut artikel yang sama, makanan yang justru paling disukai tikus adalah... selai kacang! Jadi, kalau jebakan tikus di rumahmu tidak berhasil dengan umpan keju, mungkin sudah waktunya mencoba alternatif yang lebih ilmiah (dan lengket).
3. Orang yang sampai K.O kena pukulan/benda keras bisa bangkit tanpa masalah

Ini salah satu miskonsepsi lucu tapi cukup mengkhawatirkan, dan berlaku untuk penonton kartun maupun anime.
Dalam kartun klasik, saat karakter (baik manusia maupun hewan lucu) kena pukulan keras atau tertimpa benda berat, reaksi mereka biasanya sekadar benjol raksasa, wajah peyok, atau bahkan pingsan sejenak… lalu bangun kembali seperti tidak terjadi apa-apa. Kadang cuma ada animasi burung-burung berputar di atas kepala mereka.
Anime kadang menampilkan versi yang sedikit lebih dramatis. Dalam adegan pertarungan, satu karakter tumbang dan tak sadarkan diri setelah menerima serangan pamungkas. Tapi tidak lama kemudian, dia bisa bangkit, meski babak belur, tetap mampu berdiri dan bicara seolah pingsan tadi hanyalah jeda sejenak.
Namun di dunia nyata, kehilangan kesadaran, bahkan untuk beberapa detik saja, bisa menjadi indikasi cedera otak serius.
Menurut Chris Nowinski, pendiri Concussion Legacy Foundation dan mantan pegulat WWE, durasi pingsan setelah benturan keras punya korelasi langsung dengan tingkat keparahan cedera otak. Dalam wawancaranya dengan The New York Times, Nowinski menjelaskan:
Masalahnya, di banyak tayangan fiksi, knockout sering dianggap sekadar bagian dari aksi dramatis, bukan ancaman medis. Ini membuat penonton (terutama anak muda) memiliki persepsi keliru bahwa pingsan karena pukulan bukanlah sesuatu yang berbahaya. Malah sesuatu yang jantan.
Padahal, di dunia nyata, cedera kepala tidak terlihat jelas secara fisik. Tidak ada benjol kartun atau burung animasi, tapi efek jangka panjangnya bisa mencakup migrain kronis, gangguan konsentrasi, perubahan suasana hati, hingga risiko CTE (Chronic Traumatic Encephalopathy) pada kasus yang ekstrem.
4. Banteng benci warna merah

Miskonsepsi ini mungkin sudah beredar bahkan sebelum kartun ikut menyebarkannya. Kain berwarna merah. yang disebut muleta, memang lazim digunakan oleh matador dalam tradisi adu banteng di Spanyol. Warna merah yang mencolok membuatnya mudah diingat... dan mudah disalahpahami.
Lalu muncullah kartun-kartun seperti Looney Tunes yang “menghidupkan” mitos ini: banteng digambarkan marah besar hanya karena melihat warna merah, lalu menyeruduk apa pun yang berwarna serupa dengan amarah membabi buta. Lucu, dramatis... dan tidak akurat.
Faktanya, banteng tidak bisa melihat warna merah dengan jelas. Mereka mengalami semacam buta warna sebagian dan hanya mampu membedakan kontras serta gerakan.
Mythbusters pernah menguji coba dan banteng ternyata bereaksi sama pada kain putih maupun biru. Jadi masalahnya bukan warnanya. Ketika seekor banteng menyerang, yang memicu reaksi itu adalah gerakan kain, bukan warnanya.
Kalau kamu perhatikan, para matador tidak sekadar menjulurkan kain merah begitu saja. Mereka mengibaskannya, mengayunnya, menciptakan gerakan yang provokatif. Dan di situlah kunci: bukan warnanya, tapi aksinya.
5. Kucing suka susu

Mitos ini muncul karena kartun sering menampilkan adegan kucing yang dengan lahap menikmati segelas susu.
Tapi, benarkah kucing memang suka dan cocok minum susu sapi?
Sayangnya, tidak.
Mayoritas kucing dewasa ternyata lactose intolerant, artinya mereka tidak bisa mencerna gula susu (laktosa) dengan baik. Susu sapi biasa yang kita konsumsi justru bisa menyebabkan gangguan pencernaan pada kucing, mulai dari kembung, mual, hingga diare.
Jadi, kalau kamu memberi susu sapi ke kucing peliharaan, dan tiba-tiba dia sering mengalami mencret atau perut kembung, besar kemungkinan susu itulah penyebabnya.
Memang, kucing butuh asupan cairan dan nutrisi yang cukup, tapi bukan berarti semua jenis susu aman untuk mereka. Jika ingin memberikan susu, sebaiknya pilih susu khusus kucing yang diformulasikan khusus agar mudah dicerna dan tidak menyebabkan masalah pencernaan. Produk ini biasanya tersedia di pet shop atau toko hewan peliharaan.
Intinya, jangan sembarangan memberikan susu dari kulkas ke kucing kesayangan. Apa yang cocok untuk perut manusia belum tentu ramah untuk perut kucing.
Nah itu lima miskonsepsi yang muncul gara-gara kartun.
Apa kamu termasuk yang termakan miskonsepsi ini hingga dewasa?
Sampaikan di kolom komentar!



















