[Opini] Kenapa Banyak Sekali Drama di Internet dan Media Sosial?
Mulai dari Miku Ind*m*ret, adzan di-remix, hingga spam nggak jelas di forum Internasional. Kenapa begitu banyak sekali drama di Internet?
Mulai dari Miku Ind*m*ret, adzan di-remix, hingga spam nggak jelas di forum Internasional. Kenapa begitu banyak sekali drama di Internet?
Dengan banyaknya hal yang terjadi di Indonesia, mulai dari Mari kita mulai dari salah satu drama terpanas di internet: tentang seorang pelayan minimarket yang ber-cosplay menjadi Hatsune Miku. Bagi kamu yang belum tahu tentang Hatsune Miku, dia adalah ikon terkenal vocaloid—sebuah singing voice synthesizer atau, gampangnya dalam bahasa Indonesia, sebuah software untuk membuat lagu.
Hatsune Miku[/caption]
Mungkin memiliki salah satu pelayan ber-cosplay sebagai Miku untuk mendatangkan pelanggan adalah sebuah ide yang bagus. Akan tetapi—seperti kasus kota Minomako yang menggunakan Drama panas lainnya—dan mungkin pantas dinobatkan sebagai drama terpanas tahun 2015—adalah Adzan yang di-remix dan digunakan sebagai “Internet itu tidak memiliki peraturan. Semua orang, segala macam orang–mulai dari yang bocah hingga paling brengsek dan kurang ajar sekalipun–bisa masuk ke dalamnya.”
Ya, orang-orang—para bocah yang masih belum cukup umur—suka sekali asal komentar tanpa berpikir, memahami dan membaca situasi. Hal ini tentunya menciptakan percikan-percikan awal api drama.
Tentu saja, ada alasan kenapa api drama di Internet ini terus tumbuh menjadi besar: karena orang-orang memberi drama ini “perhatian.”
Semakin diperhatikan, drama ini akan menjadi semakin besar. Contohnya, dalam kasus pelayan yang ber-cosplay Miku: awalnya, seorang bocah berkomentar miring. Lalu, muncul seseorang membela. Mungkin karena keduanya tidak saling mengenal—atau entahlah, mungkin juga karena si bocah dan orang tersebut sama-sama “bocah”—akhirnya malah terjadi debat diantara mereka berdua. Keduanya pun mulai saling olok-mengolok hingga akhirnya lupa dengan awal mula permasalahannya apa—out of topic alias OOT.
Makin panas, akhirnya ada orang lain yang ikut nimbrung. Makin ramai.
Makin ramai lagi ketika orang lain mulai share perilaku para bocah tersebut. Tidak hanya di-share secara perorangan, bahkan beberapa FansPage dan grup yang diikuti oleh ribuan orang pun ikut-ikutan melakukan share. Semakin di-share, semakin banyak yang tahu. Orang-orang Indonesia yang kebanyakan mudah terprovokasi pun mulai menelusuri link tersebut dan berkumpul kemudian saling sahut-menyahut dan di-share lagi. Berawal dari komentar miring si bocah lalu terjadilah fenomena yang akrab kita sebut dengan “drama”.
“Share semacam ini seperti bangkai. Kita yang mudah terprovokasi akan hal ini tak jauh berbeda dengan lalat dan hewan-hewan pemakan bangkai yang menjijikan.”
Mungkin—hanya mungkin—sebagian dari kalian yang pernah melakukan share seperti ini memang benar-benar mempunyai tujuan yang baik: berusaha untuk menghimbau orang lain agar tidak berlaku seperti itu. Tapi, ya begitulah: segala macam orang bisa kalian temukan dalam internet. Selalu saja ada yang cari gara-gara. Selalu saja ada orang yang melihat cela dari kebaikan yang kita lakukan—tak peduli sebaik dan semulia apapun tujuan kalian.
“Ingat, bahkan sosok seperti nabi Muhammad dan Yesus saja ada yang mencela.”
Cara terbaik dalam menanggulangi drama ini adalah dengan memalingkan wajah kita, mengacuhkan mereka. Kamu ingin membela seseorang yang di-bully di media sosial? Biarkan saja! Orang yang sayang dan kenal dengan si korban tidak membutuhkan pembelaan tersebut, begitu pula dengan kalian yang membela. Kenapa? Karena kalian tahu kebenarannya. Pun begitu dengan para bully, dia hanya akan menyanggah pembelaanmu, tidak percaya, dan semakin menjadi.
Hal yang sama juga bisa kamu terapkan pada perusuh di Yaraon. Tidak perlulah kalian share keburukan mereka, menyindir beramai-ramai, dan menghimbau orang lain untuk tidak seperti itu. Karena di dunia maya, hal itu tidak efektif. Mereka malah akan semakin menjadi. Ketahuilah cara kerja otak para imbisil tersebut: semakin dihina dan diperhatian mereka akan semakin senang. Tidak percaya? Coba saja lihat Farhat Abbas!
Toh, kalian membela atau tidak, mereka yang mau berpikir–mereka yang tahu–pasti tidak akan serta merta meng-judge kalau semua orang Indonesia dan juga muslim buruk perangainya.
“Kenapa banyak sekali drama di Internet dan Media Sosial? Karena orang pintar dan bijak lebih memilih untuk diam.”
Gambar 4&5: Ghosty’s Comic