Ini Satu Aspek Dimana Jujutsu Kaisen Modulo Sudah Unggul dari Boruto!

- Jujutsu Kaisen Modulo mengambil latar 68 tahun setelah Culling Game, memungkinkan generasi baru tampil tanpa bayangan karakter lama.
- Boruto terasa memaksa keadaan agar generasi baru tetap relevan, dengan veteran dilemahkan atau disegel untuk memberi spotlight pada tokoh baru.
- Latar waktu jauh di masa depan terasa sebagai pilihan terbaik, memberikan konflik yang fresh dan menarik bagi generasi baru.
Dengan tokoh utama adalah generasi penerus dari manga sebelumnya dan hadir dengan unsur alien, Jujutsu Kaisen Modulo jelas membawa nuansa mirip Boruto.
Namun, dari bab perdana saja, manga ini sudah menunjukkan satu keputusan cerdas yang membuatnya lebih unggul dibanding Boruto. Penasaran apa itu? Simak selengkapnya di bawah!
1. Mengambil latar jauh di masa depan

Jujutsu Kaisen Modulo mengambil latar 68 tahun setelah Culling Game. Yuta Okkotsu dan Maki Zenin, yang kita lihat masih muda di ending seri utama, sudah meninggal bahkan sebelum cerita Modulo dimulai.
Di sinilah keunggulan Modulo dibanding Boruto. Dalam Boruto, aspek “Next Generation” sering tersendat karena generasi Naruto Uzumaki (Naruto, Sasuke, dan lainnya) masih hidup dan seharusnya berada di puncak kekuatan mereka. Namun, demi memberi ruang bagi Boruto dan generasinya, karakter lama kerap dilemahkan, dibuat terasa tidak kompeten, atau bahkan disegel, sementara Boruto dan Kawaki terus mendapatkan upgrade.
Dengan Modulo menempatkan cerita jauh setelah Culling Game, masalah itu hilang. Yuta dan Maki tidak menutupi cucu-cucu mereka karena… yah, mereka sudah tiada. Mereka tetap dikenang sebagai petarung level tinggi, persis seperti terakhir kali kita melihat mereka di final battle JJK. Keputusan membuat mereka meninggal karena usia (Maki lebih dulu, kemudian Yuta) memberikan sentuhan sedih dan romantis yang terasa alami. Mereka tidak dibunuh atau disegel oleh musuh baru, sehingga warisan mereka tetap utuh.
Selain itu, bagi generasi Yuji yang masih hidup, masuk akal jika mereka sudah melemah setelah 68 tahun berlalu. Dengan latar waktu ini, cucu-cucu seperti Yuka dan Tsurugi Okkotsu bisa tampil tanpa dibayangi atau mengurangi nilai karakter kakek-nenek mereka.
2. Boruto terasa harus berjuang habis-habisan untuk memastikan generasi muda dapat spotlight

Boruto memperlihatkan sisi sulit dari konsep “next generation” ketika generasi lama masih berada di puncak kekuatan. Akibatnya, cerita sering terlihat harus memaksa keadaan supaya para tokoh baru tetap relevan.
Contohnya jelas terlihat: Rinnegan milik Sasuke, salah satu aset terkuat dalam seri, mendadak dihancurkan hanya karena Boruto yang kerasukan Momoshiki menusuk matanya. Atau Naruto yang tiba-tiba kehilangan Kurama, padahal itu bukan hanya jantung kekuatannya, tapi juga sesuatu yang sejak lama menjadi inti karakternya.
Puncaknya, Naruto dan Hinata kemudian disegel dan Sasuke jadi pohon. Memastikan generasi lama tidak bisa "mengganggu" spotlight Boruto.
Semua itu terasa dilakukan semata-mata untuk memberi pesan bahwa era Naruto dan Sasuke sudah berakhir. Ironisnya, usia mereka baru 30-an, masa yang justru seharusnya jadi periode emas seorang shinobi.
Selain itu, banyak momen di mana generasi baru dipertahankan di garis depan konflik lewat “kebetulan” naratif. Mereka selalu terseret dalam pertarungan level dewa seperti melawan Otsutsuki, meski secara logika ada veteran yang seharusnya lebih siap. Untuk memastikan mereka tidak kalah pamor, Boruto dan Kawaki diberi upgrade kekuatan luar biasa, hingga bisa dibayangkan keduanya kini lebih kuat daripada veteran legendaris seperti Gaara.
Tentu, sebagian pembaca bisa menerima pendekatan ini sebagai bagian dari drama cerita. Namun, tidak sedikit juga yang merasa gimmick semacam ini merusak logika dunia Naruto dan membuat generasi lama terlihat sengaja “dinerf” agar Boruto bisa mendapat spotlight.
3. Meski pahit, latar waktu jauh di masa depan ini justru terasa sebagai pilihan terbaik

Yah, saya tahu juga bahwa keputusan membunuh Yuta dan Maki juga bisa terasa pahit.
Di pertempuran akhir lawan Sukuna kita melihat mereka masih begitu prima, dan ketika Modulo dimulai mereka sudah jadi kakek-kakek dan nenek-nenek di flashback yang kemudian meninggal dunia, meninggalkan cucu-cucu yang mereka sayangi.
Tapi dari segi naratif, menempatkan Modulo jauh di masa depan juga terasa lebih masuk akal.
Generasi baru di Modulo benar-benar berdiri di panggungnya sendiri. Konflik yang mereka hadapi (baik intrik dunia jujutsu, warisan generasi sebelumnya, maupun kedatangan alien Simurian) semuanya terasa fresh, bukan sekadar daur ulang ancaman lama dengan wajah baru.
Dengan begitu, Modulo bisa memberi rasa penasaran yang organik: bukan “siapa yang akan di-nerf berikutnya?”, melainkan “apa yang akan dilakukan generasi baru untuk menghadapi tantangan yang bahkan belum pernah dihadapi para pendahulu mereka?”.
Dan kalau kamu pikirkan baik-baik, ini juga memberi indikasi menarik bahwa Yuta dan Maki, setelah semua kisruh yang mereka lewati sejak Jujutsu Kaisen 0 hingga Culling Game, sempat merasakan perdamaian panjang sebelum gugur. Fakta bahwa mereka mati tua, bukan mendadak dikalahkan makhluk absurd yang muncul entah dari mana, adalah cara terbaik untuk menunjukkan kesan bahwa mereka sempat merasakan "hidup bahagia hingga akhir hayat" selama puluhan tahun.
Sesuatu yang saya rasa sejumlah fans Naruto harap akan dirasakan oleh Naruto dan Hinata juga. Bukannya mendadak mereka disegel ke dimensi lain oleh anak asuh yang salah jalan.
Lalu kalau Gege Akutami ingin membuat cerita yang menyajikan kisah Maki dan Yuta di umur 30 tahun? Dia bisa membuatnya sebagai spin-off berbeda lagi, dimana Yuta dan Maki beraksi tanpa harus berbagi spotlight dengan generasi baru.
Ini mungkin salah satu cara terbaik menyikapi konsep next generation di manga populer.
Kalau menurutmu gimana?
Sampaikan di kolom komentar!


















