Kenapa Movie Demon Slayer Bisa Melampaui Kesuksesan Movie One Piece?

- Demon Slayer: Infinity Castle melampaui One Piece Film: Red di Indonesia dan Jepang
- Alur kanon, visual yang menarik, dan cerita yang mudah relate membuat Demon Slayer lebih diminati penonton awam
- Faktor timing pasca pandemi juga berpengaruh terhadap peningkatan jumlah penonton anime di bioskop
Di Indonesia, jumlah penonton Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – Infinity Castle resmi melampaui rekor yang sebelumnya dipegang One Piece Film: Red.
Film: Red berhasil meraih 1.360.042 penonton dan sempat bertahan sebagai movie anime paling laris di bioskop Indonesia. Namun hanya dalam waktu sekitar 4 hari, Infinity Castle sudah menembus 1.488.219 penonton! Angka yang gila-gilaan, dan masih akan terus bertambah sampai film ini turun layar.
Di Jepang, Infinity Castle juga sudah menyalip Film: Red. Infinity Castle tercatat sudah meraup 25,78 miliar yen (dan masih akan bertambah), sementara Film: Red meraup 20,33 miliar yen.
Jadi, kenapa Demon Slayer bisa melampaui pencapaian One Piece yang sudah dianggap fenomenal?
Inilah perspektif saya.
1. Satu faktor penting: satunya menyajikan alur kanon, satunya tidak

Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba – Infinity Castle punya keunggulan besar: ceritanya kanon. Ini adalah kelanjutan langsung dari Hashira Training arc, sekaligus arc puncak dari seluruh kisah Demon Slayer. Dengan kata lain, ini adalah bagian “daging”-nya.
Karena Infinity Castle untuk saat ini tidak direncanakan dijadikan serial TV seperti Mugen Train sebelumnya, para pembaca manga maupun penonton anime otomatis punya motivasi ekstra untuk menontonnya di bioskop. Kalau kamu skip film ini, maka kamu benar-benar kehilangan kelanjutan cerita resmi setelah Hashira Training.
Untuk film-film One Piece meski seru, statusnya mirip filler. Film: Red maupun Stampede memang menambahkan beberapa petunjuk menarik, misalnya soal keluarga Figarland atau nama Laugh Tale, tapi kalau kamu tidak menontonnya, cerita utama One Piece tetap bisa diikuti tanpa masalah besar.
2. Ada beberapa aspek Demon Slayer yang lebih mudah memikat penonton awam

Kalau dalam empat hari film ini sudah menembus 1,4 juta penonton, jelas yang datang ke bioskop bukan sekadar para wibu. Penonton mainstream yang penasaran dengan hype di medsos juga ikut berbondong-bondong membeli tiket.
Kalau ditelusuri lebih dalam, ada beberapa faktor mendasar kenapa Demon Slayer lebih gampang menjangkau penonton awam dibanding One Piece.
Pertama: jumlah episode sebelum filmnya.
Demon Slayer punya total 63 episode yang terbagi dalam 4 season. Artinya, kalau penonton awam ingin catch-up dulu sebelum ke bioskop, waktu yang dibutuhkan relatif singkat.
Bandingkan dengan One Piece yang sudah lewat 1100 episode dan masih terus bertambah. Banyak orang langsung merasa terintimidasi duluan untuk mulai dari awal, meski ujung-ujungnya memang ada juga yang nekat nyemplung dan ketagihan.
Kedua: visual dan art style.
Secara visual, Demon Slayer jauh lebih ramah bagi mata penonton umum. “Gue penasaran sama One Piece tapi nggak suka art-nya,” adalah komentar yang sudah sering terdengar sejak bertahun-tahun lalu.
Uniknya, gaya gambar Koyoharu Gotouge di manga Demon Slayer sebenarnya juga bukan tipikal mainstream. Namun di tangan ufotable, gaya itu diolah jadi sesuatu yang jauh lebih memikat: detail indah, efek spektakuler, dan sinematografi yang memanjakan mata. Hasilnya, anime ini terasa lebih mudah diterima oleh penonton awam.
Ketiga: cerita yang lebih gampang relate.
Apakah cerita Demon Slayer tergolong baru atau unik? Tidak juga. Kisah tentang melawan iblis sudah sering dipakai, bahkan JoJo’s Bizarre Adventure Part 1 pun punya nuansa mirip.
Tapi justru kesederhanaannya itulah yang bikin Demon Slayer mudah diikuti. Seorang teman saya pernah berkomentar, “Lebih gampang relate ke cerita kakak yang berusaha nyelametin adiknya yang sakit, daripada orang yang pingin jadi Raja Bajak Laut.”
Kalau dipikir-pikir, memang masuk akal. Nezuko pada dasarnya adalah “adik yang sakit”, ia berubah jadi iblis, dan Tanjiro berjuang mencari cara untuk menyembuhkannya. Narasi sederhana ini otomatis lebih cepat mengikat simpati penonton awam sebelum dibawa masuk ke pertarungan epik melawan iblis-iblis kuat.
3. Ada faktor timing juga?

Satu teman saya yang fans One Piece berkomentar, "Kalau misalnya ada film One Piece baru rilis sekarang, gue rasa hype-nya bakal sama kaya Kimetsu kok."
Itu memang hanya opini, namun bisa jadi tak sepenuhnya salah.
Ketika One Piece: Stampede hadir di Indonesia, jumlah penontonnya “hanya” sekitar 468 ribu. Angka ini lumayan, tapi masih kalah dari Stand By Me Doraemon. Namun setelah pandemi, situasinya berubah. Masa-masa sekolah dan kerja dari rumah tampaknya melahirkan banyak wibu baru, dan basis penonton anime di bioskop tumbuh signifikan. Itu saya rasa penyebab Film: Red bisa mendulang 1.360.042 penonton dan sempat jadi film anime terlaris di bioskop Indonesia.
Kalau misalnya nanti ada film One Piece baru rilis, sangat mungkin jumlah penontonnya bisa melampaui Film: Red, mengingat penonton potensialnya kini lebih besar.
Meski begitu, faktor yang saya sorot di poin 1 dan 2 tetap akan jadi tantangan: penonton awam bisa saja masih merasa terintimidasi duluan sebelum masuk ke filmnya.
4. Kesimpulan saat ini?

Saat ini, Demon Slayer: Infinity Castle sudah melampaui One Piece Film: Red baik di Jepang maupun di Indonesia.
Kalau dari observasi dan hasil ngobrol dengan fans sih kesimpulan yang bisa saya tarik seperti yang sudah saya bahas di atas.
Bukan hanya Demon Slayer menyajikan cerita yang lebih sederhana dan visual yang lebih mudah menjangkau penonton mainstream, investasi waktu untuk menonton animenya sebagai persiapan juga tidak semenakutkan One Piece.
Kalau mau spoiler, manganya bahkan sudah tamat. Sementara manga One Piece masih jalan terus.
Yang membuat film ini makin kuat adalah pemilihan materinya: Infinity Castle mengangkat konflik pamungkas, kelanjutan langsung dari season terbaru. Rasanya wajib ditonton kalau sudah mengikuti ceritanya. Bandingkan dengan film One Piece yang, seseru apapun, lebih mirip filler non-kanon. Seru, tapi tidak terlalu penting kalau dilewatkan.
Jadi, tidak heran kalau Demon Slayer bisa menyalip pencapaian One Piece di bioskop.
Kalau menurutmu bagaimana?
Yuk, share pendapatmu di kolom komentar!


















