Menyambut Era Tablet... Perkembangan Komputer Jinjing!
Tablet mendapatkan momentum pasca Apple merilis iPad pertengahan tahun lalu. Dan Google tak ingin membuang kesempatan dengan Honeycomb. Tak disangka, rentetannya panjang. Berikut ini ulasan bersambung mengenai TABLET yang bakal eksis bertarung di sepanjang 2011.
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mereka Menyebutnya dengan Tablet
Inilah Evolusi Komputer Jinjing...
Sekadar 'Menu Lama' Dengan Bumbu yang Baru?
Tablet menjadi bintang selama Consumer Electronics Show (CES) 2011, yang digelar 6 hingga 9 Januari 2011 lalu di Las Vegas Convention Center, Las Vegas, Nevada. Tidak mengherankan, karena seperti yang saya prediksikan setahun lalu, ketika me-review Apple iPad, semuanya bergantung pada sukses evolusi terbaru tablet besutan Apple tersebut.
Sebelumnya, mungkin saya perlu me-review sedikit mengenai tablet. Perangkat mobile ini awalnya disebut sebagai tablet computer, atau cukup tablet. Komputer yang terkandung dalam sebuah kotak datar berlayar sentuh, dan kamu memerlukan stylus, pena digital atau sentuhan tangan untuk mengendalikannya, bukannya keyboard atau mouse.
Tahun 2001 lalu Microsoft mematenkan Tablet PC, dengan kasta yang dipercaya lebih tinggi dari tablet computer karena mampu sepenuhnya menjalankan OS desktop, serta adanya fungsi penegas handwriting dan voice recognition (pengenal tulisan dan suara). Microsoft pun mengklaim Tablet PC sebagai tablet computer pertama. Namun tetap banyak yang tidak setuju, mengingat kemiripan konsep Tablet PC dengan tablet computer, yang sebenarnya sudah eksis sejak tahun 1970. Dan istilah tablet computer makin panas ketika Apple mengkonfirmasikan iPad, yang dirilis resmi secara global 28 Mei 2010 lalu, setelah gaungnya sendiri mulai didengungkan sejak akhir tahun 2002 (saat itu, rencananya untuk menandingi Tablet PC dari Microsoft).
Seakan déjà vu, menjelang perilisan iPad, gadget tablet sejati mereka, Apple pun merevisi kenyataan sejarah, bahwa merekalah pencetus konsep tablet computer, melalui Apple Newton, yang menjadi cikal bakal iPhone, iPod Touch dan iPad. Bagaimana pun klaim masing-masing raksasa komputer tersebut, saya lebih tertarik pada hasilnya. Apakah Apple hanya melanjutkan nasib tablet computer yang kurang populer di mata pengguna PC, atau justru memperbaikinya. Karena image harga mahal berkemampuan pas-pasan pada tablet computer, bahkan satu dekade belakangan dengan banyak produsen mencoba terjun di pasar tablet computer melalui beragam variasi dan fitur baru, namun tetap saja yang terulang adalah kenyataan pahit: GAGAL!
Kembali ketika Apple merilis iPad, setelah melihat hebohnya peluncuran iPad, dan angka penjualan 1 juta iPad dalam kurun waktu satu bulan sejak peluncurannya di Amerika Serikat, sepertinya sejarah kelam tablet computer telah direvisi. iPad melahirkan trend baru, sebagaimana saudara sedarahnya, iPhone telah mendobrak batas klasik anggapan smartphone ber-touchscreen itu kaku dan serius.
Tidak mengherankan juga, seperti ketika BlackBerry mewabah di Indonesia yang diikuti “berry-berry” jadi-jadian lainnya, dan terus gencarnya penetrasi Android yang meneruskan estafet iPhone – mengandalkan antar muka sarat sentuhan – iPad-iPad jadi-jadian pun segera bermunculan. Memang tidak secara langsung, perlu setengah tahun, hingga akhirnya sukses Galaxy Tab dari Samsung di Indonesia khususnya, makin mengukuhkan keyakinan para produsen IT bahwa memang 2011 adalah tahunnya Tablet. Apalagi Google sudah mematangkan Android versi 3.0 (Honycomb), yang dikembangkan khusus untuk Tablet.
Sejarah pun mencatat, untuk pertama kali sejak Tablet dikenal ribuan tahun lalu, kali ini Tablet berhasil mencuri perhatian dunia. Puluhan Tablet bak model menjadi bidikan media selama event CES 2011 lalu. Mulai sang bintang Motorola Xoom, menjadi fokus jepretan lensa dan berhasil menyabet Best of Show selama CES. Kemudian BlackBerry Playbook, tablet pertama Research In Motion (RIM) yang dikenal melalui smartphone BlackBerry. Hingga dummy iPad 2, yang cukup menyiratkan seperti apakah penampilan penerus sang pioneer Tablet abad 21 ini. (Ura)
Tablet Evolution
Bagaimana Sebuah Batu Keras Menjadi Silicon Cerdas
Dua dekade berjalan, dan sudah banyak yang mencoba bereksperimen dengan konsep Tablet serta pena sebagai pengendali antar muka, mencari seperti apa yang diinginkan pasar. Namun tidak ada yang sukses, bahkan langsung berakhir dengan tragis. Dan rupanya Apple berhasil membuktikan bahwa konsep Tablet masih layak dijual melalui iPad, hanya “bumbunya” saja yang perlu diracik ulang. Sedangkan berikut ini saya sebutkan beberapa jenis Tablet yang pernah eksis. Plus, saya juga tarik waktu jauh ke belakang, seperti apakah wujud Tablet ribuan tahun silam. Mulai dari yang berbahan batu keras, hingga yang eksis sesudah abad 20, yang lebih mengandalkan silicon “cerdas.” Note: Silicon yang saya maksudkan di sini adalah salah satu keluarga senyawa kimia, yang pada pengembangannya banyak digunakan sebagai bahan utama chipset komputer.
Egyptian Hieroglyph Tablet (3200 S.M.)
Menurut saya, inilah “leluhur” para Tablet. Eksis di jaman Mesir kuno, sekitar 3200 Sebelum Masehi. Hasil pahatannya begitu detail, rapih, dan enak dipandang. Namun ukuran dan beratnya jauh dari kata “portable” yang menjadi syarat mutlak Tablet modern. Hehe!!
Stone Tablet The Ten Commandments (1440 - 1500 S.M.)
Di Alkitab terjemahan bahasa Inggis, jelas disebutkan “Tablet.” Eksis sekitar tahun 1440 hingga 1500 Sebelum Masehi, dua Tablet ini berisi 10 pesan Tuhan untuk Bangsa Israel, yang disampaikan melalui Nabi Musa. Terbuat dari batu, daya tahannya baik, namun tidak fleksibel, alias tidak bisa diedit...
Rosetta Stone Tablet (196 S.M.)
Memang tebal untuk ukuran Tablet, namun Rosetta Stone yang eksis 196 Sebelum Masehi ini istimewa karena menjadi yang pertama dengan tiga tulisan dari tiga budaya berbeda. Sayang karena ukuran juga, dan tiga budaya, tulisannya kecil (baca: resolusinya terlalu kecil!)
Mayan Engraved Tablet (500)
Eksis sejak tahun 500, tablet batu buatan suku Maya dari Amerika Tengah ini menjadi bukti nyata tingginya budaya mereka, walaupun sebelum Colombus mendarat di Amerika. Namun tablet Maya ini juga menakutkan, karena fitur “menghancurkan Bumi” pada tahun 2012!
Prasasti Batutulis Pajajaran (1533 M)
Prasasti betuliskan bahasa/aksara Sunda Kuni ini ditemukan di Bogor, dan menjadi penunjuk posisi tepatnya ibu kota kerajaan Pajajaran. Banyak yang menafsirkan lokasinya sebagai penunjuk harta karun. Padahal isi tulisannya mengajarkan kita saling mengasihi antar sesama. Bentuknya memang tidak serupa Tablet, namun nama Batutulis tersebut kembali terangkat pada masa revolusi Indonesia, melalui perangkat tulis menulis “sabak.” Cekidot yang berikut ini!
Batu Tulis aka Sabak (1947 M)
Coba deh tanya pada orang tua kalian, yang berumur 50 tahun ke atas (tergantung dimana mereka tinggal sih, kala mereka masih Sekolah Dasar). Kalau mereka dihadapkan pada tablet PC masa kini, mungkin bakal teringat pada alat tulis yang dinamai sabak atau batu tulis. Tengahnya terbuat dari batu yang dapat ditulisi. Di pinggirnya dipasang kayu sebagai frame. Sedangkan stylush-nya disebut ‘gerip’ yang bentuknya bulat, lebih kecil dari pensil, dengan panjang sejengkal tangan ketika masih baru – lambat laun memendek karena gesekan. Kata bapak saya nih, ketika dibuat nulis, gerip itu menghasilkan suara yang tidak enak di telinga. Foto di atas – memperlihatkan anak-anak bersekolah sambil memegang sabak mereka, diambil pada tahun 1947 oleh Cas Oorthuys. Fotografer Belanda yang justru berpihak pada kemerdekaan Indonesia. Bandingkan dengan desain iPad... agak mirip bukan? Hehe!! Seandainya iPad eksis di masa bapak saya sekolah SD dulu, pasti disebut sabak sakti, atau gambar lopion, yaitu cermin yang bisa bercerita mengenai masa depan! Tinggal dipijit dan cubit saja, bisa bercerita semua kejadian di seluruh dunia pun, hingga bermain game mobile.
Dan apa sih komentar para gamer mengenai sabak?
- “Harusnya dinamai iBoard atau TriPlad (triplek maksudnya!)”
- “Sangat irit, karena tidak perlu pakai batere!”
- “Bisa nulis karya apa pun, main games (Tic Tac Toe, Bingo), Office ready, dan bisa browsing di dunia maya (gambar sendiri!)”
- “Mendukung multi-touch secara native,copy-paste manual, sangat portable dan tahan banting deh gan! Sayang keamanan data-nya selalu terancam virus Lupa-lupa Ingat!
Grid Systems GriDPad (1989 M)
Kompouter ber-touchscreen buatan GRiD Systems pada tahun 1990. Jeff Hawkins menjadi pencipta gadget pertama di kelasnya ini, dan menjadi cikal bakal Palm Pilot, serta kebanyakan PDA berbasis Palm yang mungkin kamu kenal di pasaran (kini lebih familiar dengan nama HP Palm, serta OS alternatif yang juga sarat kendali sentuhan, Web OS). Pertama muncul 1989, sempat populer, namun kemudian menghilang tak sampai setahun kemudian.
The Momenta Computer (1991)
Spesifikasi hampir sama dengan GRiDPAD. Layar 10 inchi monochrome, namun dilengkapi keyboard. Menjalankan MS-DOS dengan fitur input pena, yang digunakan untuk aplikasi word processor, spreadsheet, dan komunikasi. Harganya mahal, $4,995, membuat gadget ini langsung meredup dan berakhir pada Agustus 1992.
Compaq Concerto (1992)
Pertama yang menjalankan Windows for Pen Computing, usaha pertama Microsoft memberi antar muka Tablet pada Windows. Concerto terdiri dua bagian. Layar touchscreen-nya itu sekaligus sebagai pusat operasi, sedangkan keyboard sebatas aksesoris tambahan. Hanya bertahan sampai tahun 1994, walaupun harganya dipangkas separuh. Oh ya, ide keyboard sebagai aksesoris tambahan tersebut akhir-akhir ini justru kembali terangkat, karena makin banyak tablet (atau bahkan smartphone Android) yang melengkapi dirinya dengan aksesoris add-on berupa keyboard eksternal, sekaligus docking station (dudukan untuk layar). Saat ini, pilihan tablet dengan opsi add-on semacam itu banyak dikategorikan sebagai Tablet Hybrid jika melihat dari bentuknya.
Apple Newton (1993)
Keluarga Apple Newton merupakan perangkat PDA (personal digital assistant) serta tablet pertama Apple, yang bisa dikatakan menjadi cikal bakal dari keluarga iPhone – karena iPhone OS merupakan platform keduanya. Pengembangan Newton dimulai pada 1987, dan resmi berakhir pada tahun 1998, dengan produknya seperti seri MessagePad serta eMate. Walaupun memiliki keterbatasan yang juga diwariskan pada beberapa keluarga iOS masa kini (seperti ketahanan baterei hingga susahnya berhubungan dengan desktop PC), namun keluarga Newton melalui MessagePad dianggap sebagai Tablet yang cukup sukses pada masanya.
AT&T Eo 440 Personal Communicator (1993)
Mencoba konsep baru dengan mengintegrasikan modul ponsel dan mode, dan menggunakan OS PenPoint. Awalnya dianggap menjanjikan, karena saat itu belum ada namanya smartphone. AT&T sebagai operator penyedia perangkat ini juga terkesan serius. Walaupun pada Juli 1994, gadget berharga $3000 ini juga harus dihentikan produksinya.
Dauphin DTR-1 (1993)
Dauphin membuatnya sebagai pesaing Newton dari Apple. Dengan bentuk yang lebih mini, namun menyatukan teknologi mobile dan desktop. Input pena dan keyboard yang bisa dibongkar pasang, serta Windows 3.1 sebagai OS, harusnya juga membuatnya menarik. Ternyata tidak, karena usianya pun juga tak sampai setahun kemudian.
Microsoft WinPad (1994)
Atau Microsoft at Work, OS yang sejatinya mirip Windows 95 ini harusnya juga ditemukan pada mesin fotokopi dan fax… namun tidak pernah diluncurkan! Microsoft meyakinkan beberapa produsen hardware bakal berhasil, namun tidak ada kabarnya. OS sendiri ini menjadi cikal bakal Windows CE, yang kini dikenal sebagai Windows Phone.
Tablet PC (2002)
Sebelum iPad merajalela, menjadi Tablet paling populer yang pertama kali dikenalkan Microsoft. Ada beragam ukuran, entah itu dilengkapi keyboard atau tidak (yang tidak ber-keyboard, saat ini jamak disebut sebagai Slate jika menggolongkan dari bentuknya), namun yang pasti menggunakan Windows yang bisa dikendalikan dengan pena digital. Tablet PC awalnya mahal, $2000 ke atas, namun sekarang juga ada yang buatan produsen lokal, harga barunya pun murah, tak sampai 8 juta. Awalnya Bill Gates memprediksikan bakal menjadi trend dan konsep PC paling populer di Amerika Serikat dalam 5 tahun sejak diluncurkan. Namun ternyata prediksi itu salah. Memang tidak sepenuhnya gagal, karena masih eksis. Namun menurut saya, bisa jadi peminatnya kurang, satu karena awalnya dipatok dengan harga mahal, namun spesifikasi pas-pasan. Dua, karena pengguna PC profesional malas nulis pakai pena digital dan menyimpan file notes hasil tulisan tangan, ketika menulis menggunakan keyboard jauh lebih cepat dan lebih mudah dibaca. Dan tiga, Microsoft menarget kalangan bisnis dan korporat yang sebenarnya tidak sebanyak pasar kasual. Dan salah satu kunci sukses iPad adalah karena Apple berhasil membuang kesan serius dari sebuah Tablet.
PepperPad (2004)
Mulai ada produsen yang mencoba model yang unik. Seperti PepperPad ini, layar touchscreen 8 inchi yang memisahkan dua barisan keyboard di kiri-kanan, dudukan khusus di belakang, serta menjalankan Linux. Diposisikan sebagai tablet internet, seperti pada seri Internet Tablet milik Nokia (Nokia 770, N800 atau turunan terakhir yang tidak diakui, N900). Seperti yang lain, juga tidak sukses, dan resmi berakhir pada akhir 2009 lalu.
Ultra-Mobile PC (2006)
Mencoba dengan wujud yang lebih fresh, Microsoft memanfaatkan populernya Windows XP (operating system yang sampai saat ini masih merajai desktop PC). Melalui Tablet Edition, Microsoft mendaulat si XP menjadi penggerak perangkat yang lebih mini dari Tablet PC. Tetap ber-touchscreen, namun tanpa keyboard tradisional, sehingga lebih mirip PepperPad. Sayang, perangkat yang disebut dengan kode Origami ini, karena ukuran layarnya yang kecil, namun resolusinya tetap tinggi, menjadi mubazir karena justru membuat tulisan menjadi tidak terbaca. Nasibnya juga meredup, Microsoft pun mulai beralih ke varian tablet lainnya, yaitu Slate PC, walaupun pada akhirnya juga minim dukungan.
Apple iPad (2010)
Dan empat tahun kemudian, Apple seakan merubah sejarah kelam Tablet. iPad mereka diterima, bukan oleh kaum profesional yang menjadi sasaran Tablet sebelumnya, justru kalangan non-geek (atau yang bukan penggemar teknologi), banyak memburu iPhone yang diperbesar ini! Dan saat ini seakan sudah tidak mengherankan, ada para bapak yang memberikan iPad sebagai hadiah mainan bagi anaknya. Atau bahkan seorang seniman hipnotis seperti Uya Kuya, memanfaatkan iPad sebagai media untuk menghipnotis! Seingat saya, Tablet-tablet lawas tidak ada lho yang dimaksimalkan seperti itu! Menghiraukan beberapa batasan egois iOS (iPhone OS) yang diusung keluarga iPad dan iPhone, entah itu koneksi bluetooth hingga ketergantungan dengan iTunes, iPad adalah “segalanya!” iPad menjadi pertaruhan Steve Jobs, Chairman dan CEO Apple, untuk merevolusi bagaimana orang membaca, menonton, bermain game, hingga bekerja dengan proses komputer. Dan Apple terbukti berhasil dalam pertaruhan ini. Sampai saat ini, iPad tercatat masih menjadi pemimpin pasar Tablet dunia. Apakah sang pioneer ini mampu mempertahankan mahkotanya, ketika barisan “robot hijau semanis madu” menyerbu? Belum lagi RIM yang serius mengajak kita bermain-main dengan multi-tasking?
Samsung Galaxy Tab (2010)
Samsung memang cerdik. Mereka seakan tahu kapan muncul di momen yang pas. Ketika yang lain berkutat di kelas smartphone Android dengan batasan di 3 sampai 5 inchi, mereka justru “nyeleneh” dan menjadi pencetus Android dengan layar 7 inchi. Tentu saja poin di sini adalah mengisi kekosongan pasar antara smartphone berlayar lebar, dengan Tablet – yang saat ini selalu melekat pada iPad dan layar 10 inchi-nya. Melalui Galaxy Tab ini, Samsung juga sukses menjadi pioneer para Tablet pengekor dari distributor lokal Indonesia, dan juga banyak produsen global lainnya yang akhirnya juga ikut di barisan 7 inchi. Walaupun pamornya masih kalah dibanding iPad, namun kurang dari satu tahun sudah jutaan unit terjual, juga tidak bisa dikatakan biasa saja. Dibandingkan iPad, jelas Galaxy Tab menonjol di sisi OS Android dan jiwa open source-nya, dengan proses pengembangan yang cepat. Antar muka Android yang begitu friendly, ditambah image Samsung, membuat Tab begitu laris. Di luar sana sudah terjual jutaan. Di Indonesia juga cukup diminati. Sayang saat ini lajunya dihantam “iPad-iPad lokal!” yang banderol harganya “miring.” Dan memang secara logika, jika hanya butuh sekadar mencoba Tablet Android, banyak pilihan Tablet lokal seperri Axioo Picopad hingga ZTE LightPad, menawarkan harga yang terjangkau. Selain itu, Galaxy Tab juga tidak luput dari image aji mumpung. Jika ada yang menyebut iPad layaknya iPhone raksasa, maka inilah Galaxy S (smartphone Android paling laris dari Samsung) raksasa. Oh ya, menghadapi ronde kedua pertarungan para Tablet tahun ini, Samsung selain sudah merilis varian Galaxy Tab Wi-Fi only, juga bakal meluncurkan Galaxy Tab 2. Nantikan bagian kedua artikel Tablet ini.
And the Battle Continues
Tahun lalu, iPhone OS dan Android berperan dalam membangkitkan kembali konsep Tablet yang sempat “mati suri.” Tak disangka, perjuangan panjang dan melelahkan dalam mengenalkan produk unik yang menjadi keluarga dekat notebook tersebut, bisa diperpendek oleh iPad, dan menyusul kemudian Galaxy Tab. Tak sampai setahun keduanya sukses melahirkan trend baru. Dan tahun 2011 ini bisa dikatakan adalah babak kedua persaingan para Tablet. Banyak yang kepincut dengan sukses Apple dengan iPad, dan tak ingin membiarkan lama seperti ketika iPhone mampu meraih momentum selama beberapa tahun di ranah smartphone berlayar sentuh. Google yang telah merampungkan OS Android khusus Tablet, yaitu Honeycomb. RIM juga tak siap dengan sistem operasi yang lihai ber-multi tasking. Hingga pemain baru HP Palm yang mendewasakan Web OS mereka, sehingga bisa digunakan lebih nyaman sebagai penggerak Tablet. Pada bagian pertama ini, saya bahas dua peserta Turnamen Tablet dunia yang digelar di Tahun 2011 ini, yaitu Motorola Xoom dan BlackBerry Playbook. Seperti apa kekuatan mereka? Cekidot ulasan berikut ini!!
Motorola Xoom
DROID Raksasa Semanis Madu
Di jagat Android, nama Motorola pasti dikenal. Bersama HTC, LG dan Samsung, mereka menjadi empat produsen handset yang tergabung dalam Open Handset Alliance, dan menjadi pendukung awal pengembangan Android. Sebelumnya yang menjadi andalan Motorola adalah seri DROID (atau dikenal sebagai Milestone di Indonesia), walaupun masih ada seri lain yang juga menarik (bisa buka artikel Android dari Febrizio untuk lebih jelasnya). Namun melalui CES 2011 lalu, Motorola mengenalkan flagship baru mereka, yaitu Motorola Xoom.
Nama Xoom bisa diartikan keren, atau justru aneh. Apa pun penilaianmu, Tablet pertama Motorola ini telah digadang-gadang mampu mendepak dominasi iPad yang memimpin di Amerika, untuk kelas Tablet. Apa yang dijagokan Motorola melalui Xoom ini adalah, menjadi Tablet pertama yang menjalankan Android 3.0 Honeycomb, ketika dirilis nanti sekitar Maret - April 2011, mengikuti Honeycomb yang kabarnya juga bakal dirilis Google Maret nanti.
Selain Honeycomb, daya jual lain Xoom tidak lain dari silicon yang menjadi otaknya. Prosesornya Nvidia Tegra seri 2 (dibangun dari keluarga ARM Cortex-A9 MPCore), dengan kecepatan 1 GHz, dan dilengkapi dua core. Terintegrasi di sana adalah GPU super untuk kelas mobile, GeForce ULP (Ultra Low Power). Chip tersebut diklaim lebih kuat dua kali dibandingkan seri sebelumnya (Tegra 600), yang sempat mengisi jeroan perangkat portable seperti Zune HD milik Microsoft. Klaim lainnya, GeForce ULP 10%-30% lebih cepat dibandingkan PowerVR SGX540 yang digunakan Samsung dalam Galaxy S atau Galaxy Tab, dan 25%-100% lebih cepat dibandingkan Adreno 205, GPU terintegrasi dalam chipset Snapdragon generasi dua. Adreno 205 sendiri bisa kamu temui dalam HTC Desire Z/Desire HD, dan Sony Ericsson Xperia Arc serta Xperia Play yang akan datang.
Silicon super tersebut dikombinasikan dengan flash ROM sebesar 32 GB (masih bisa diperbesar melalui micro SD), dan RAM sebesar 1 GB DDR2 RAM. Berkat prosesornya, Xoom mampu memutar video hingga kualitas 1080p serta film berformat Adobe Flash. Kameranya ada dua, satu 5 MP di casing belakang, dengan 4× Digital Zoom dan Auto Focus, yang mampu merekam video hingga 720p pada 30fps. Dua flash LED berada di sampingnya, membantu ketika memotret atau merekam video di ruang gelap. Kamera kedua berada di depan dengan resolusi 2 MP. Nantinya bakal berfungsi selama aktifitas video call via modul 3G atau Wi-Fi, menggunakan Google Talk (atau software lain yang mendukungnya).
Permukaannya dikuasai layar lebar capacitive berukuran 10.1-inchi dengan resolusi 1280×800 (resolusi baru OS Android yang baru di-support oleh Honeycomb). Selain mendukung multi-touch, juga diklaim sangat responsif, walau saya merasa terlalu reflective dan menghasilkan efek cermin. Jika kurang puas dengan luas penampangnya, hubungkan saja ke LCD/LED besar, karena disediakan port HDMI untuk itu. Dan makin menambaf feedback selama mengendalikannya, beragam sensor juga disuntikan. Mulai accelerometer 3 sumbu, membuatnya makin presisi ketika diputar atau dimiringkan, apalagi juga ada sensor gyroscope yang menjaga kestabilan orientasi layar. Kemudian ada kompas digital, proximity dan ambient (yang mengatur pencahayaan layar), dan juga barometer. Oh ya, Xoom juga memiliki chip GPS, sebagaimana tipikal Android lainnya.
Spesifikasi mumpuni tersebut dijejalkan ke dalam tubuh Xoom yang masih lumayan kompak. Panjangnya 249.1 mm, lebar 167.8 mm dan tebal 12.9 mm. Beratnya pun 730 gram, dua kalinya Galaxy Tab, atau setara dengan iPad – menegaskan bahwa Xoom memang dibuat untuk menandingi sang pioneer.
Silicon Tegra memang menjadi jaminan tersendiri akan performanya, pun dengan kemampuan si manis Honeycomb, dengan antar muka 3D. Namun setidaknya ada yang mengganggu benak saya. Sampai saat ini Motorola hanya mengkhususkan Xoom untuk wilayah Amerika, terbukti awalnya hanya disediakan modul CDMA, bukan GSM. Apakah ini juga untuk antisipasi rencana Apple yang kabarnya juga bakal merilis seri iPhone atau iPad yang bekerja di jaringan CDMA?
Blackberry Playbook
Bukan Sekadar Storm yang Diperbesar
BlackBerry pertama kali mengenalkan smartphone berlayar sentuh pada 2008 lalu melalui seri BlackBerry 9500, yang biasa dikenal dengan nama Storm. Dibuat sebagai bagian kompetisi melawan iPhone 3G, ternyata layar sentuh Storm tersebut tidak senyaman iPhone, dan interface-nya juga banyak yang merasa kurang dibandingkan gadget berlayar sentuh lainnya. Pun fungsi bisnis ciri khas BlackBerry, tetap hadir sebagai nilai lebihnya. Kemudian pasca iPad dirilis, tepatnya akhir September 2010 lalu, Research In Motion (RIM) membuka tabir Tablet pertama mereka, yaitu BlackBerry PlayBook. Target rilisnya juga awal 2011, walaupun sempat direvisi untuk mengoptimalkan ketahanan batereinya. Dan jika Apple juga mengejar momentum, segera merilis penerus iPad pada rentang Maret - Juli 2011 nanti, bisa jadi pertarungan Xoom – iPad 2 – PlayBook bakal sangat sengit.
RIM mendesain PlayBook dengan ketebalan hanya 9.7 mm, menjadikan PlayBook sebagai Tablet dengan ketebalan di bawah 1 cm. Meski menjadi kelebihan, banyak yang meragukan katahanan batereinya, apalagi RIM belum mengkonfirmasikan berapa kapasitas batereinya. Dengan tipisnya PlayBook, banyak menduga tidak terlalu besar, apalagi mengingat BlackBerry Tablet OS yang diusungnya menganut sistem real time.
Memang belum banyak diketahui mengenai Tablet OS ini, yang kabarnya nanti bakal menjadi BlackBerry OS 7 untuk memperkuat jajaran smartphone BlackBerry. Tablet OS sendiri diadaptasi dari QNX Neutrino, sistem operasi yang disebut bisa berjalan real-time. Singkatnya, QNX menjalankan banyak task OS dalam bentuk task kecil yang disebut server. Kebalikan dari tipikal OS lain, yang berwujud satu program besar. Kelebihannya, sistem bisa mudah mematikan suatu fungsi yang tidap diperlukan, tanpa harus merubah banyak bagian OS. Karena task kecil itulah, sistem bekerja secara real-time.
Melalui bukti demo yang disajikan RIM selama CES, ketika kamu memainkan game misalnya, kemudian sapukan jari dari bawah ke atas untuk memunculkan menu Tablet OS dan sekaligus Task Manager (dimana aplikasi yang terbuka disajikan berbaris layaknya kartu (mirip tampilan Task Manager Nokia N900 atau tipikal smartphone Web OS dari HP Palm). Buka aplikasi lain, misalnya browser. Ketika kamu membuka Task Manager kembali, bisa kamu lihat game dan browser tadi masih berjalan dengan lancarnya, walaupun di background, jika tidak kamu matikan. Memang keren, namun justru karena real-time itulah, menjadi ancaman terhadap ketahanan baterei PlayBook, walaupun belum ada bukti nyata (mengingat yang didemokan selama CES selalu terhubung ke jaringan listrik).
Satu lagi kemampuan multi-tasking hebat dari PlayBook, ketika menghubungkan dengan layar lebar via HDMI, apa yang ditampilkan pada layar eksternal bisa berbeda dengan tampilan pada PlayBook. Jadi misalnya, kamu bisa presentasi sambil membaca materinya yang lebih lengkap, tanpa harus repot mengubah tampilan pada PlayBook. Oh ya, saya juga sempat melihat live demo tes perbandingan kecepatan browser PlayBook yang mendukung HTML5 dan Adobe Flash, dengan iPad. Hasilnya ketika dicoba menggunakan koneksi Wi-Fi, PlayBook mampu merender halaman website lebih cepat dibandingkan iPad. Plus, PlayBook dari awal sudah mendukung Flash, seperti halnya Android Froyo, Gingerbeard atau bahkan Honeycomb.
Spesifikasinya setara dengan Xoom. Prosesornya berasal dari keluarga yang sama (namun setingkat lebih tinggi) seperti yang digunakan Galaxy Tab, namun yaitu ARM Cortex-A9. Texas Instruments OMAP4430 yang digunakan PlayBook berkecepatan 1GHz, dengan ROM 32 GB dan RAM 1GB. Layar 7 inchi-nya beresolusi WSVGA 1024x600, berjenis capasitive, dan mendukung multi-touch. Jelas lebih kecil dari Xoom atau iPad. Panjangnya 130mm, lebar 194mm, dan tebal kurang dari 10. Beratnya pun hanya 400 gram, sedikit lebih berat dari Galaxy Tab. Kameranya 5 MP di bagian belakang, dan 3 MP di bagian depan. Lainnya setara, ada Wi-Fi, Bluetooth, output micro HDMI, namun minus GPS dan modul radio, jadi kamu hanya mengandalkan Wi-Fi serta koneksi dengan perangkat BlackNerry melalui Bluetooth untuk selancar internet.
PlayBook dan Tablet OS ini menjadi pertaruhan RIM, karena sepertinya nanti layanan BIS dan BBM juga bakal diaplikasikan ke dalamnya, mengingat ke depan juga bakal menjadi BlackBerry OS 7. Melihat aspek portablet-nya, RIM yang sigap juga tengah menyiapkan toolkit WebWorks yang memungkinkan pengembang software agar bisa membuat aplikasi mereka bisa dijalankan baik di BlackBerry OS 6 dan BlackBerry Tablet OS sekaligus.
Selain itu, PlayBook tidak terpaku pada image ini adalah Storm yang diperbesar. Absennya modul radio juga menjadi satu kekurangan, walaupun iPad yang hanya mengandalkan Wi-Fi juga tetap laku. Kita tunggu saja performanya ketika dirilis April 2011 nanti.
Note: Artikel ini merupakan bagian pertama dari dua bagian pembahasan mengenai Tablet... Saya akan melanjutkannya ketika kompetisi mulai menghangat, saat beberapa Tablet mulai dirilis ke pasaran lokal.