Potret Kehidupan Para Disposable Workers di Jepang yang Menyedihkan
Siapa bilang hidup di Jepang itu enak? Kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin terlihat jelas dalam film dokumenter ini.
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pulitzer Center sebagai media yang menyoroti keadaan krisis dunia bekerjasama dengan MediaStorm untuk membuat film dokumenter berbasis dari karya Shiho Fukada yang berjudul Japan's Disposable Workers. Sesuai dengan judulnya film ini akan memperlihatkan kemiskinan yang terjadi di Jepang. Shiho Fukada sendiri berusaha menggambarkan bagaimana keadaan para pekerja yang dibuang karena datangnya krisis pengangguran global. Serta timbulnya kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin yang menimbulkan banyak gejolak sosial.
Hal ini menarik karena selama ini kita hanya melihat Jepang dari sisi kemakmurannya saja. Dan sebagai negara maju, harusnya rakyat Jepang bisa terjamin hidupnya. Ternyata tidak, banyak kemiskinan yang membuat warga Jepang terlantar. Bahkan ada yang memutuskan untuk mengakhiri dirinya sendiri karena sudah tidak tahan dengan penyiksaan batin karena kemiskinannya.
[read_more link="http://www.duniaku.net/2014/12/29/ke-apatis-an-orang-jepang-untuk-berumah-tangga-mengancam-ekonomi-global/" title="Ke-‘Apatis’-an Orang Jepang Untuk Berumah Tangga Mengancam Ekonomi Global"]
Film Japan's Disposable Workers ini akan terbagi menjadi tiga bagian dimana masing-masing menceritakan keadaan para pekerja yang sudah dibuang
Film Japan's Disposable Workers memang terbagi menjadi 3 bagian karena menceritakan nasib para warga miskin yang berbeda. Masing-masing film dokumenter ini menampilkan kesaksian yang mengharukan. Berikut ini adalah tiga sub-judul filmnya:
[page_break no="1" title="Overworked Suicide"]
Michiyo Nishigaki memegang lukisan anaknya, Naoya, seorang system engineer yang melakukan bunuh diri karena depresi soal pekerjaannya yang semakin berat tahun 2006 lalu. Foto diambil oleh Shiho Fukada[/caption]
Setelah resesi pada tahun 1990-an, para pekerja kerah putih di Jepang mendadak semakin harus bekerja keras dengan jam kerja yang semakin berat karena takut kehilangan pekerjaan mereka. Karena pekerjaannya yang terlalu berat inilah yang membuat banyak pekerja laruh dalam depresi berat dan beberapa dari mereka memutuskan untuk bunuh diri.
[page_break no="2" title="Net Cafe Refugees"]
Fumiya, pria berumur 26 tahun ini sudah bertahun-tahun hidup di Internet Cafe. Pekerjaan hariannya adalah sebagai Security Guard (istilah kerennya Satpam). Gajinya tak cukup untuk menyewa apartemen atau kos. Foto oleh Shiho Fukada.[/caption]
Internet Cafe atau yang kita kenal dengan istilah Warung Internet (WarNet) pernah populer di Jepang. Namun pada pertengahan tahun 2000, Internet Cafe di Jepang berubah menjadi tempat tinggal sementara bagi konsumennya. Biasanya para konsumen ini adalah seorang karyawan sementara, gaji mereka tak cukup untuk menyewa apartemen sehingga menggunakan Internet Cafe yang sesak sebagai tempat tinggal.
[read_more link="http://www.duniaku.net/2015/02/21/internet-cafe-tradisional-di-jepang-ini-bakal-bikin-kamu-nggak-mau-pulang-ke-rumah/" title="Internet Cafe Tradisional di Jepang Ini Bakal Bikin Kamu Nggak Mau Pulang ke Rumah!"]
[page_break no="3" title="Dumping Ground"]
Beberapa foto dari Shiho Fukada tentang warga lanjut usia di Jepang yang mengalami kemiskinan dan tak memiliki tempat tinggal pribadi[/caption]
Kamigasaki, Osaka, Jepang digunakan sebagai kota hari buruh berkembang. Kini merupakan tempat tinggal bagi 25.000 pengangguran dan lanjut usia. Namun tak semua dari mereka juga memiliki rumah pribadi. Kini tempat itu tak bisa dibilang sebagai kota buruh berkembang lagi, tetapi tempat pembuangan para buruh.
Lebih Dalam Tentang Shiho Fukada
Foto dari Shiho Fukada[/caption]
Sebenarnya siapa sih Shiho Fukada? Ia adalah seorang photografer sambilan berbasis di Beijing. Ia mendapatkan BA di literatur Inggris, bekerja di bidang fashion dan industri periklanan di New York sebelum menjadi jurnalis foto pada tahun 2004. Setelah bekerja selama lima tahun di New York dan telah berkeliling dunia, ia pindah ke China pada tahun 2008. Hingga saat ini ia sudah mendapatkan beberapa penghargaan seperti: The Visa d'or - Daily Press award pada Visa pour l'Image Perpignan (2011); Alicia Patterson Fellowship (2010); Best of Photojournalism (2009); Photo of the Year, Editor & Publisher / Grand Prize (2008), dan sebagainya.
[youtube_embed id="6kdzPOp6yik"]
Sumber: Mediastorm