Kisah Muhammad Ali Saat Bertinju di Stadion Gelora Bung Karno
Indonesia Juga pernah merasakan langsung kehebatan Muhammad Ali dalam bertinju!
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Indonesia pun tak ketinggalan untuk merasakan kehebatan Muhammad Ali dalam Bertinju
Kematian Muhammad Ali memberikan pukulan bagi seluruh penggemar olahraga tinju di seluruh dunia. Petinju yang menyebut dirinya The Greatest ini meninggal di usia 74 tahun setelah mengalami komplikasi pernapasan. Kepastian wafatnya Muhammad Ali disampaikan langsung oleh juru bicara keluarga, Bob Gunnel. “Setelah pertempuran 32 tahun dengan penyakit Parkinson, Muhammad Ali telah meninggal pada usia 74 tahun. Tiga kali Juara Dunia Kelas Berat itu meninggal malam ini,” ungkap Gunnel. Kepergian Muhammad Ali juga meninggalkan kenangan besar bagi rakyat Indonesia. Maklum, petinju yang dijuluki si mulut besar ini sempat melakukan duel persahabatan di Indonesia pada tahun 1973.
Sang promotor, Raden Soemantri, sukses untuk mengajak Muhammad Ali menggelar satu pertandingan tinju di Indonesia. Kala itu, Muhammad Ali dijadwalkan melawan petinju asal Belanda, Rudi Lubbers, di Stadion Gelora Bung Karno pada 20 Oktober 1973. Meskipun partai tersebut tidak memperebutkan sabuk gelar juara, nyata duel Ali VS Lubbers bisa dikatakan sebagai salah satu pertunjukan terbesar dalam sejarah tinju nasional. Tak kurang 35 ribu penonton memadati Stadion Gelora Bung Karno.
Pertandingan ini digunakan Ali sebagai pemanasan untuk membalas dendam terhadap rival beratnya, Joe Friezer. Sebelumnya, Ali harus merelakan gelar juara kelas beratnya direbut oleh Friezer pada 8 Maret 1971 di New York, Amerika Serikat.
Meski minim persiapan, nyatanya Ali mampu mempertontonkan pertarungan menarik melawan Rudi Lubbers. Sebelum duel ini berlangsung, Ali sesumbar jika ia sanggup memenangkan pertandingan di ronde ke lima. Namun, Rudi Lubbers bisa bertahan sampai ronde ke-12 tapi Ali keluar sebagai pemenang dengan angka mutlak. Satu hal yang menarik, Ali jarang menggunakan senjata utamanya yaitu pukulan tangan kanan yang keras. Rupanya hal tersebut memang sengaja dilakukan olehnya. “Aku menyimpan tangan kananku untuk Joe Fraizer," ucapnya menggebu-gebu.
Indonesia memang memiliki tempat spesial bagi Muhammad Ali. "Meski hampir 40 tahun berselang sejak saya dan Rudi Lubbers bertarung di Jakarta, saya sering memikirkan dan mendoakan semua saudara saya di Indonesia," ucap pemiliki nama asli Cassius Clay itu.
Kedatangan Ali kala itu pun disambut hangat oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim ini. Mereka mengelu-elukan nama Muhammad Ali yang saat itu sudah memeluk agama Islam. Bahkan Ali sempat diarak dengan menaiki becak sebelum memasuki stadion pertarungan di gelar.
Setelah pensiun sebagai petinju, Ali beberapa kali datang ke Indonesia, termasuk kunjungan terakhirnya di tahun 1996. Kedatangan Ali bukan untuk kembali bertanding, melainkan sebagai misi kemanusiaan. Muhammad Ali memang terkenal sebagai petinju yang sangat peduli terhadap perdamaian di Dunia. Bahkan saat Perang Teluk meletus, Ali langsung pergi ke Irak guna membujuk presiden Saddam Hussein membebaskan tawanan Amerika Serikat.
Muhammad Ali merupakan panutan bagi atlet-atlet lain, karena tak hanya hebat di atas ring, tetapi ia juga masih peduli terhadap sesama. Selamat Jalan Muhammad “The Greatest” Ali.