Kenang Karyanya, Ini 10 Film Terbaik Mendiang Isao Takahata!
Selamat jalan, Isao Takahata!
Setelah Satoshi Kon, barangkali wafatnya Isao Takahata adalah salah satu berita kehilangan yang paling berpengaruh di dalam industri anime. Bersama Hayao Miyazaki, Takahata adalah figur studio animasi Ghibli yang menginspirasi tidak hanya para penggemar anime saja, namun juga para seniman gambar, kritikus dan sineas film, hingga pemusik populer.
Tentu, seluruh anime di mana namanya terlibat adalah bagian dari kenangan yang ditinggalkan oleh beliau bagi semua kalangan. Namun, dari karya yang sangat bagus, paling bagus, hingga mahakarya, sepuluh film ini paling melambangkan bagaimana seorang Isao Takahata dikenang di seluruh dunia.
Pertama kalinya Lupin The Third dianimasikan tidak lepas dari tangan Hayao Miyazaki dan Isao Takahata selaku sutradara beberapa episodenya. Melalui musim pertamanya inilah Lupin kemudian hari selalu mendapatkan goresan-goresan ekspresif di dalam animasinya seperti yang kita kenal sekarang.
Kembali dengan karya yang sebelumnya ia tangani sebagai serial televisi di tahun 1979, rekap enam episode pertama Anne of Green Gables ini merekam arahan Takahata yang masih relevan hingga saat ini, bahkan ketika ia disandingkan dengan karya-karya sang sutradara di tahun-tahun berikutnya.
My Neighbor The Yamadas adalah bukti dari arahan imajinatif Takahata yang tetap bersinar cemerlang saat menyuntikkan pengaruhnya terhadap adaptasi sebuah manga drama keseharian. Setiap dari anggota keluarga Yamada menerima perlakuan spesial yang membuat satu persatu di antara mereka meninggalkan kesan yang hidup dan akrab. Malah, keahlian Takahata dalam menjadikan momen-momen khayalan karakternya membuat bagian-bagian itu ikut dapat kita rasakan sendiri.
Di dalam kisah fantasi seperti ini pun, arahan Takahata sebagai sutradara membawakan setiap karakternya lebih dekat dan akrab dengan penontonnya, yang juga kita temukan pada Miyazaki dan My Neighbor Totoro. Melalui Gauche pula, Takahata membuktikan bahwa karya fantasi garapannya juga setara dengan kerabat sesama pendiri Studio Ghibli-nya yang lebih populer ini.
Maka dari itu, apa saja enam judul lainnya yang dikerjakan oleh Takahata? Simak kelanjutannya di halaman sebelah!
Daripada karyanya, judul yang ini lebih menggambarkan bagaimana Isao Takahata menanamkan pengaruhnya kepada generasi sineas selanjutnya di seluruh dunia. Bersama Toshio Suzuki yang juga merupakan "Produser sepanjang masa" dari Studio Ghibli, Takahata merestui karya ini dan memberikan panduannya dari kursi produser.
Pom Poko adalah salah satu karya komedi terkuat yang pernah diciptakan Ghibli, maupun Isao Takahata. Diangkat dari ide yang dilontarkan Hayao Miyazaki, Takahata menciptakan sebuah komedi yang memiliki pesan tersirat sangat menggigit sebagai salah satu ciri khas arahannya.
Pom Poko ialah karya yang bisa dianggap sebagai sebuah kisah tentang adaptasi, dengan kritik tajam terhadap pengaruh besar urbanisasi dalam pergeseran gaya hidup di waktu itu. Sebenarnya bisa saja judul ini justru mengambil posisi pertama akibat pesannya yang sangat relevan, tetapi anime yang menempati posisi tersebut memiliki alasan yang kuat juga untuk bertengger di atasnya.
Kalau dikatakan ada anime Takahata muda yang lebih berpengaruh dari Lupin dan Anne of Green Gables, barangkali Heidi adalah jawaban yang tepat untuk itu. Dalam segala keterbatasannya, Heidi versi Takahata menjadi salah satu kisah adaptasi cerita anak yang paling berpengaruh di dalam animasi Jepang pada masanya.
Heidi pun juga merupakan karya Isao Takahata yang paling relevan di dalam sejarah anime televisi sebagai karya yang dikerjakan oleh nama-nama besar di dunia anime.
Dari arahan Isao Takahata, storyboard oleh Tomino Yoshiyuki dan musik Takeo Watanabe dari judul hebat Mobile Suit Gundam, seniman latar belakang Takeo Watanabe yang menorehkan namanya di anime Ashita no Joe, sampai layout yang ditangani oleh sang kerabat Takahata, Hayao Miyazaki. Dari judul sederhana ini kemudian lahir sebuah karya klasik untuk semua kalangan yang dipersembahkan oleh para maestro tersebut.
Lantas, apa tiga judul terakhir yang layak disebut sebagai karya terbaik Isao Takahata? Temukan jawabannya di halaman terakhir!
Pada tahun 2013, Legenda Putri Kaguya adalah film terakhir yang disutradari oleh Isao Takahata. Di dalam proyek ambisius yang memiliki estetika Sumi-E ini, Takahata mencoba untuk menceritakan ulang cerita rakyat ini dari sudut pandang sang putri bulan. Kesedihan akan hal yang tidak dapat terhindari yang menjadi salah satu muatan utama kisah ini memberikan sudut pandang baru akan cerita rakyat tersebut.
Alih-alih kisah yang menggurui, Tale of Princess Kaguya memberikan pengalaman tidak terlupakan dalam menempatkan kita untuk mengenakan kacamata yang sama dengan Kaguya dalam menghadapi dilemanya yang tidak terkatakan.
Only Yesterday adalah film fitur dari Isao Takahata yang membuktikan kekuatan bercerita medium anime dapat setara dengan film-film live action dalam hal sinematografi dan ekspresi karakter, kalau tidak ingin dibilang lebih dari mereka.
Dengan mengandalkan tema nostalgia yang indah namun penuh penyesalan, konsep Only Yesterday dapat berbicara banyak dengan menggunakan aktor dan aktris dunia nyata. Namun, melalui medium anime pun arahan Takahata meninggalkan kesan kuatnya dalam menyampaikan kegundahan Taeko saat bertemu kembali dengan masa kecilnya di pedesaan itu.
Film yang juga dikenal dengan judul jepangnya, "Hotaru no Haka" ini adalah mahakarya Takahata yang sangat berpengaruh di dalam sepanjang sejarah studio Ghibli. Diangkat dari memoar semi-otobiografi yang jauh lebih kelam oleh Akiyuki Nosaka, Takahata menghapus sedikit elemen bermasalah yang meracuni memoar tersebut namun justru menghasilkan sebuah karya yang tidak segan-segan untuk jujur dengan nuansa masanya yang mencekam seperti yang digambarkan oleh Gen Si Kaki Ayam.
Kengerian Grave of the Fireflies tidak hanya terletak pada brutalnya hidup seorang kakak beradik yang tidak mengenal perang dan hanya hidup demi bertahan hidup semata, namun implikasi tersirat di dalam anime tersebut yang seolah profetik.
Seita dan Setsuko tidak hanya ditelantarkan, namun mereka juga terlupakan begitu saja layaknya debu di sepatu yang mudah dikibas waktu. Dengan statemen yang lebih kontroversial perihal anime ini, pesan tersirat yang sebenarnya ingin disampaikan ini pun juga seolah ikut terkubur dan terlupakan, bila tidak ada yang mengingatkannya.
Hotaru no Haka adalah karya Takahata yang indah sekaligus memuakkan di pertama kali menontonnya, namun justru mengajak penontonnya untuk kembali memikirkan pesan sebenarnya yang ingin disampaikan melalui tragedi ini dengan mengundang mereka untuk menonton karya ini setidaknya sekali lagi dengan sudut pandang yang baru sebagai imbalannya. Setuju dengan pernyataan Ernest Rister, kritikus Roger Ebert tidak semata mengada-ada kalau kekuatan film ini bisa dibandingkan dengan Schindler's List dalam menjadi film animasi yang paling manusiawi yang pernah ditontonnya.
Kesan Penutup
(Kiri) Isao Takahata bersama Hayao Miyazaki (Kanan).
Kenyataan bahwa Isao Takahata meninggalkan dunia dalam 82 tahun adalah bukti akan pengaruhnya yang kekal dalam industri animasi jepang, sehingga statusnya sebagai sosok paling inspiratif dan berpengaruh bagi siapapun yang pernah mengenalnya justru bukan diperoleh hanya dari sensasi kematian semata.
Wafatnya beliau bukanlah sesuatu tragedi yang harus dihiasi dengan perkabungan, melainkan sebuah kehormatan atas dedikasinya yang panjang untuk menciptakan karya-karya yang membuat medium animasi jepang, anime bersama Studio Ghibli menjadi salah satu medium yang dihormati layaknya film-film berkualitas di dunia.
Diedit oleh Fachrul Razi