Baca artikel Duniaku lainnya di IDN App
For
You

Penilaian Film Nobody 2: Aksi Brutal Hutch Mansell Ala Timo Tjahjanto

Review Nobody 2, Lebih Seru dari Film Pertamanya.jpg
Nobody 2 (dok. Universal Pictures/Nobody 2)
Intinya sih...
  • Hutch dan keluarganya mengalami kelelahan fisik dan mental setelah terlibat dalam misi tanpa akhir, memaksa mereka untuk mengambil jeda liburan.
  • Nobody 2 kehilangan identitasnya dengan pergeseran tone yang drastis dan kurangnya keterkaitan antara cerita dengan film pertama.
  • Akting Bob Odenkirk masih memukau, namun perubahan tone, koreografi aksi yang kurang presisi, dan antagonis yang lemah membuat film ini kehilangan tajinya.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

GENRE: Aksi

ACTORS: Christopher Lloyd, Bob Odenkirk, Connie Nielsen

DIRECTOR: Timo Tjahjanto

RELEASE DATE: 13 Agustus 2025

RATING: 3/5

Waktu mendengar kalau Nobody 2 mendapatkan lampu hijau dan Timo Tjahjanto kebagian tugas untuk membidani film tersebut, saya langsung tercekat. Bayangkan, tiga hal yang paling saya sukai di dunia ini digabungkan menjadi satu: dunia Hutch Mansell (Nobody), Derek Kolstad, dan Timo Tjahjanto. Rasanya seperti menemukan cheat code kehidupan versi layar lebar yang langsung bikin adrenalin naik tanpa harus minum kopi.

Apalagi, Nobody bukan sekadar film aksi biasa. Film pertamanya sudah membuktikan kalau kisah seorang ayah yang tampak biasa-biasa saja bisa meledak menjadi pesta kekerasan yang rapi, cepat, dan penuh gaya. Dan sekarang, dengan Timo Tjahjanto yang dikenal sebagai maestro aksi brutal penuh energi, level kegilaannya kemungkinan besar akan naik berkali lipat. Kita bicara soal baku hantam yang bukan cuma keras, tapi juga punya koreografi cantik, humor gelap, dan momen-momen “astaga, kok bisa?” yang bikin penonton meringis sekaligus bersorak.

Sayangnya semuanya berubah ketika saya menyaksikan sendiri film Nobody 2 di bioskop.

1. Liburan Keluarga Mansell

Cuplikan Nobody 2 (dok. Universal Pictures/Nobody 2)
Cuplikan Nobody 2 (dok. Universal Pictures/Nobody 2)

Empat tahun setelah tanpa sengaja menantang mafia Rusia, Hutch ternyata masih menyisakan “utang” sebesar 30 juta dolar kepada organisasi tempat ia bekerja. Untuk melunasinya, ia terjebak dalam siklus misi tanpa akhir, menghabisi penjahat internasional satu per satu. Meski diam-diam menikmati sensasi baku hantam dalam pekerjaannya, Hutch dan sang istri, Becca (Connie Nielsen, nominee International Emmy), mulai merasakan kelelahan fisik dan mental. Hubungan mereka pun semakin renggang, hingga akhirnya memutuskan untuk mengambil jeda. Mereka mengajak anak-anaknya, Sammy (Gage Munroe) dan Abby (Paisley Cadorath), berlibur ke Wild Bill’s Majestic Midway and Waterpark—satu-satunya destinasi yang pernah menjadi liburan masa kecil Hutch bersama sang kakak, Harry (RZA, nominee Grammy dan Emmy).

Dari sinopsisnya saja sudah jelas bahwa film ini mengambil pergeseran tone yang cukup drastis. Dari atmosfer noir penuh salju dan ketegangan di film pertama, kini Nobody 2 hadir dengan cahaya terang, warna-warni taman bermain, dan nuansa liburan keluarga. Perubahan ini memang memberi variasi visual, tetapi juga mengubah dinamika keseluruhan cerita. Ketegangan yang dulu terasa pekat kini seringkali tergeser oleh suasana “petualangan” yang lebih ringan, meski tetap dibungkus dengan aksi kekerasan khas Hutch.

Sayangnya, perubahan tone tersebut juga memengaruhi gaya aksi dan koreografi perkelahian. Entah kenapa, pertarungan di sini terasa lebih kacau, kurang presisi, dan tidak sememuaskan film pertama. Beberapa adegan memang masih menyuguhkan kekerasan kreatif yang sulit ditemui di film aksi lain, darah berhamburan, improvisasi senjata, dan gerakan cepat khas Timo Tjahjanto—namun efektivitasnya sering tergerus oleh eksekusi yang terlalu generik. Bahkan, ada momen klise seperti pertarungan dua lawan satu antara tukang pukul wanita dan sang tokoh utama, yang terasa seperti adegan sisa dari film aksi dekade lalu.

2. Film yang Kehilangan Identitas

Apakah Nobody 2 layak ditonton.jpeg
Nobody 2 (dok. Universal Pictures/Nobody 2)

Bukan bermaksud sok tahu, tapi kami merasa Nobody 2 agak kehilangan identitasnya. Film yang awalnya terasa seperti percabangan semesta John Wick kini diubah menjadi dunianya sendiri. Alih-alih mempertahankan misteri organisasi rahasia, sekuel ini justru mengambil pendekatan realistis dengan melibatkan FBI sebagai elemen cerita. Padahal, film pertama sudah memberi petunjuk keterkaitan Hutch dengan badan intelijen resmi melalui adegan hacker yang memegang dokumen FBI.

Sayangnya, benang merah itu seolah diputus. Hutch kini digambarkan layaknya pembunuh bayaran biasa yang berhadapan dengan gembong mafia bernama Lendina. Film tidak memberi cukup latar seberapa kuat pengaruh Lendina atau alasan FBI tidak ikut campur, sehingga ancaman yang ia bawa terasa kurang terhubung dengan dunia Hutch yang misterius di film pertama. Karakter Lendina memang menarik sebagai antagonis, tapi kurang dimanfaatkan secara maksimal.

Perbedaan visi terasa jelas. Film pertama memadukan aksi brutal dengan misteri masa lalu Hutch, sementara Nobody 2 lebih fokus pada set-piece aksi khas Timo Tjahjanto: baku hantam sengit, tembak-menembak penuh darah, dan koreografi yang mengalir seperti tarian mematikan. Secara visual memuaskan, tapi kedalaman narasi yang menjadi kekuatan sebelumnya justru tereduksi.

Bukan berarti pendekatan ini salah. Timo tetap berhasil memanjakan penonton dengan adegan penuh energi dan kreativitas, termasuk baku hantam di taman bermain dan kejar-kejaran di lorong sempit. Namun, tanpa pondasi cerita yang solid, semua itu terasa seperti rangkaian adegan spektakuler tanpa beban emosional yang kuat. Nobody 2 tetap menghibur, tapi belum cukup untuk membangun waralaba mandiri yang kokoh.

3. Bukan Akting Terbaik

Nobody.jpg
Nobody 2 (Screenrant.com)

Dalam Nobody 2, Bob Odenkirk masih menjadi pusat film dengan kemampuan memadukan citra “pria biasa” yang teduh dengan mesin pembunuh mematikan. Transisinya dari ekspresi santai ke tatapan dingin yang mengintimidasi tetap mulus, meski kali ini porsi aksi terasa sedikit melemah akibat koreografi yang kurang rapi. Di sisi lain, Connie Nielsen kembali memberi sentuhan elegan sebagai Becca, namun sayangnya terjebak dalam peran pasangan agen rahasia yang terlalu generik dan nyaris tidak memberi kontribusi berarti pada perkembangan cerita. Chemistry-nya dengan Odenkirk memang terjaga, tapi penulisannya membuatnya hanya berfungsi sebagai pelengkap konflik Hutch.

Christopher Lloyd masih mampu mencuri perhatian walau muncul singkat, membawa humor, pesona khas, dan sedikit eksentrisitas yang menjadi pemanis di tengah ketegangan. Sayangnya, peran antagonis justru menjadi titik terlemah. Sharon Stone sebagai Lendina gagal memancarkan ancaman yang sepadan dengan reputasinya. Alih-alih menakutkan, aktingnya terasa berlebihan dan komikal, membuat setiap kemunculannya lebih mendekati parodi tak disengaja ketimbang sosok kriminal berbahaya. Hasilnya, kekuatan akting film ini cenderung berat sebelah, mengandalkan Odenkirk dan Lloyd, sementara peran pendukung lain, terutama sang antagonis, tidak mampu menopang ketegangan dan drama seperti yang diharapkan.

4. Penutup?

Cuplikan Nobody 2 (dok. Universal Pictures/Nobody 2)
Cuplikan Nobody 2 (dok. Universal Pictures/Nobody 2)

Pada akhirnya, Nobody 2 adalah contoh bagaimana kombinasi bakat besar tidak selalu menjamin hasil yang sempurna. Timo Tjahjanto membawa energi dan gaya khasnya yang penuh ledakan, Bob Odenkirk tetap memikat dengan karisma “pria biasa” yang bisa berubah menjadi predator mematikan, dan dunia Hutch Mansell masih menyimpan potensi besar untuk dieksplorasi.

Namun, perubahan tone, koreografi aksi yang kurang presisi, serta antagonis yang lemah membuat film ini kehilangan tajinya. Nobody 2 tetap seru untuk ditonton di layar lebar, tapi terasa lebih seperti “perjalanan seru sekali lewat” ketimbang bab penting dalam perjalanan Hutch. Bagi penggemar, film ini adalah camilan aksi yang memuaskan selera, namun belum cukup mengenyangkan untuk membuat kita terus lapar akan kelanjutannya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fahrul Razi Uni Nurullah
EditorFahrul Razi Uni Nurullah
Follow Us

Latest in Film

See More

Penilaian Film Sisu: Road to Revenge Masih Brutal dan Memikat!

05 Des 2025, 11:00 WIBFilm