GENRE: Romance
ACTORS: Colin Farrell, Margot Robbie, Jennifer Grant
DIRECTOR: Kogonada
RELEASE DATE: 19 September 2025
RATING: 4/5
Penilaian Film A Big Bold Beautiful Journey: Fantasi Romantis Surealis

- Fantasi Romantis dengan Sentuhan Surealis
- Atmosfer surealis tanpa humor ringan, visual puitis, dan struktur non-linear yang memikat.
- Chemistry Margot Robbie dan Colin Farrell
- Robbie tampil memukau, Farrell membawa karakter David dengan keheningan dan kerentanan.
- Sebuah Dongeng Cinta yang Indah tapi Tak Sempurna
- Film ambisius dengan kelemahan dialog sadar diri, pacing lambat, dan struktur cerita episodik.
Kogonada, sutradara Korea-Amerika yang dikenal lewat karya reflektif Columbus (2017) dan drama futuristik After Yang (2021), melakukan lompatan besar dalam kariernya. Jika sebelumnya ia lekat dengan gaya minimalis, hening, dan penuh kontemplasi, kali ini ia meracik sesuatu yang justru sangat berwarna, megah, bahkan teatrikal. A Big Bold Beautiful Journey adalah film romantis surealis yang memadukan dongeng modern, fantasi metaforis, dan melodrama emosional.
Ceritanya berpusat pada Sarah (Margot Robbie) dan David (Colin Farrell), dua orang dewasa yang sama-sama menghindari komitmen. Mereka bertemu di sebuah pesta pernikahan, terlibat percakapan canggung sekaligus menggoda, lalu takdir mempertemukan mereka lagi ketika mobil Sarah mogok. Sarah akhirnya ikut menumpang mobil David, sebuah Saturn vintage tahun 90-an dari rental mobil yang aneh dan dijalankan oleh dua karakter eksentrik (Kevin Kline dan Phoebe Waller-Bridge). Dari sinilah perjalanan mereka berubah menjadi sesuatu yang jauh dari biasa: GPS mobil itu membawa mereka ke “pintu-pintu” yang terbuka ke masa lalu masing-masing, mengungkap kenangan, luka, dan cinta yang pernah mereka tinggalkan.
Konsepnya langsung mengingatkan pada Eternal Sunshine of the Spotless Mind atau Palm Springs, film romantis dengan sentuhan fantasi dan struktur non-linear. Bedanya, Kogonada mengeksekusi film ini dengan nuansa puitis dan melankolis yang khas, seolah mengajak penonton masuk ke sebuah mimpi panjang.
1. Fantasi Romantis dengan Sentuhan Surealis

Sejak awal, A Big Bold Beautiful Journey menegaskan dirinya bukan romcom biasa. Tidak ada humor ringan khas Hollywood, tidak ada musikal meski warnanya seperti panggung Broadway. Sebaliknya, film ini mengandalkan atmosfer surealis. Setiap perhentian GPS membawa Sarah dan David ke ruang emosional yang penuh simbol. Mereka masuk ke galeri seni yang dicintai mendiang ibu Sarah, berjalan di mercusuar Kanada tempat David menyadari absurditas epifani, mengunjungi rumah sakit yang seolah menyatukan masa lalu mereka, hingga menghadapi kenangan cinta pertama di sekolah yang dimainkan dengan gaya musikal Broadway mini.
Adegan-adegan ini divisualkan dengan warna mencolok, cahaya teatrikal, dan “visually ambitious romantic fantasy” dengan keberanian artistik yang jarang ada di genre romansa modern. Kogonada berhasil menciptakan dunia yang terasa seperti perpaduan Umbrellas of Cherbourg dengan keanehan Charlie Kaufman. Namun, kelemahan muncul ketika visual dan simbolisme terlalu mendominasi narasi. Film terasa lambat dan struktur episodiknya membuat emosi sering terputus sebelum benar-benar menyentuh penonton.
Meski begitu, ada momen-momen yang mengena. Seperti ketika Sarah dan David larut dalam permainan menahan napas di mobil kenangan sederhana yang diwariskan dari ibu Sarah yang menghadirkan kelembutan jujur di tengah dunia surealis. Atau saat Sarah ditanya umurnya oleh guru drama David dan dijawab “40” sebuah kejujuran pahit yang menohok, meski diucapkan dengan nada humor sinis. Di titik-titik inilah film berhasil menyatukan fantasi dengan realitas emosional.
2. Chemistry Margot Robbie dan Colin Farrell

Robbie dan Farrell adalah jantung film ini. Chemistry mereka memadukan tarik-ulur klasik antara ketertarikan dan ketakutan. Robbie tampil memukau sebagai Sarah, seorang perempuan yang rapuh namun berusaha menyembunyikan kesedihan dengan energi spontan. Adegan-adegannya bersama kenangan ibunya menjadi salah satu highlight emosional film. Farrell, di sisi lain, membawa karakter David dengan keheningan dan kerentanan, jauh dari citra karakternya yang biasanya penuh intensitas.
Sayangnya chemistry itu tidak selalu konsisten. Ada bagian ketika dialog terasa terlalu berat metafora, sehingga interaksi mereka tampak artifisial. Farrell kadang terlalu tertahan oleh beban simbolisme, sementara Robbie lebih berhasil menyalurkan emosi secara natural. Meski begitu, secara keseluruhan pasangan ini tetap menyuguhkan dinamika yang cukup kuat untuk membuat penonton peduli terhadap perjalanan mereka.
Kehadiran Kevin Kline dan Phoebe Waller-Bridge sebagai duo pengelola rental mobil memberikan selingan humor sekaligus komentar meta tentang “peran” yang dimainkan manusia dalam kehidupan. Waller-Bridge dengan aksen Jermannya yang tiba-tiba hilang menambah lapisan absurditas, meski kontribusi mereka tidak menyatu dengan plot utama.
3. Sebuah Dongeng Cinta yang Indah tapi Tak Sempurna

Sebagai eksperimen, A Big Bold Beautiful Journey adalah karya yang ambisius. Kogonada berani melangkah keluar dari zona nyaman minimalismenya dan mencoba menciptakan romansa fantasi dengan bujet besar (sekitar USD 60 juta). Hasilnya adalah film yang memanjakan mata, puitis, dan penuh niat baik: sebuah pernyataan bahwa cinta, betapapun rumitnya, tetap layak diperjuangkan jika kita berani menghadapi masa lalu.
Namun kelemahan film ini juga cukup nyata. Dialognya sering terdengar terlalu sadar diri, pacing lambat, dan struktur cerita episodik membuat emosi tidak selalu terjaga. Film ini lebih sering terasa seperti terapi visual daripada romansa yang benar-benar hidup. Dibandingkan dengan Columbus dan After Yang, film ini memang lebih berani, tetapi juga kurang tajam dalam menyampaikan keintiman manusia secara nyata.
Bagi penonton yang mencintai film dengan nuansa estetis, simbolisme kaya, dan perjalanan emosional penuh fantasi, A Big Bold Beautiful Journey akan menjadi pengalaman sinematik yang memikat. Namun bagi mereka yang lebih menyukai romansa grounded dengan konflik nyata, film ini mungkin terasa indah namun tidak sepenuhnya menyentuh hati. Sebuah dongeng cinta yang magis, penuh warna, tapi tidak sempurna—persis seperti perjalanan manusia itu sendiri.



















