Jurassic World: Rebirth Bikin Emosi? Ini 5 Alasannya!

- Cerita klise dan main aman
- Karakter manusia tanpa nyawa
- Banyak keputusan bodoh seperti film horor remaja
Setelah berbagai teaser bombastis dan janji bahwa Jurassic World: Rebirth akan menjadi “awal baru” bagi franchise ikonik ini, banyak penonton masuk bioskop dengan ekspektasi tinggi. Bagaimana tidak? Dengan bintang papan atas, teknologi visual terbaru, dan judul yang menjanjikan kebangkitan, Rebirth seharusnya menjadi momen kembalinya rasa takjub ala Jurassic Park.
Tapi sayangnya, yang kita dapatkan justru kebalikan dari itu. Alih-alih gebrakan segar, film ini terasa seperti sisa-sisa dari trilogi sebelumnya. Dengan cerita klise, karakter hambar, dan keputusan plot yang bikin geleng-geleng kepala.
Jika kamu merasa “ada yang salah tapi nggak tahu apa” saat nonton film ini, mungkin kamu akan mengangguk saat membaca daftar berikut. Inilah 5 hal paling bikin kesal dari Jurassic World: Rebirth.
1. Cerita yang Klise dan Main Aman

Alih-alih menjadi kelahiran kembali (rebirth), film ini justru terasa seperti “daur ulang” dari sekuel sebelumnya. Hampir semua elemen terasa pernah dilakukan: dua protagonis terjebak di hutan, dinosaurus kabur dari kontrol, dan laboratorium rahasia yang menyimpan eksperimen berbahaya.
Meski menggunakan latar pasca-kejatuhan InGen dan dunia yang semestinya telah “move on” dari eksperimen dino, Rebirth justru memilih untuk bermain aman. Ceritanya seperti hasil dari generator AI yang dilatih dari naskah-naskah Jurassic sebelumnya.
2. Karakter Manusia yang Tanpa Nyawa

Salah satu keluhan utama dari banyak penggemar dan kritikus adalah karakter-karakternya yang hambar. Jonathan Bailey dan Scarlett Johansson memang punya daya tarik, tetapi naskah yang lemah dan dialog yang generik membuat keduanya tampak seperti wisatawan hilang arah, bukan protagonis yang bisa kita dukung.
Hubungan antar karakter kurang digali, bahkan motivasi mereka terasa tempelan. Scarlett seolah hanya jadi “ibu pengganti” bagi anak kecil tanpa emosi yang jelas, dan Bailey hanya kebagian porsi aksi tanpa kedalaman.
3. Banyak Keputusan Bodoh Seperti Film Horor Remaja

Poin ini benar-benar membuat frustrasi. Di film-film Jurassic sebelumnya pun selalu ada momen “kenapa dia ngelakuin itu?”, tapi di Rebirth, hal ini seperti jadi kebiasaan tiap 10 menit.
Mulai dari adegan seorang teknisi yang makan Snickers di ruang eksperimen (dan jadi pemicu kehancuran lab), hingga tokoh utama yang memilih sembunyi di balik kaca transparan dari predator besar. Semuanya terasa seperti pengorbanan logika demi memaksa momen tegang. Pokoknya kalau kamu terbiasa menonton film horor remaja, maka kamu bakal muak banget dengan semua keputusan yang dibuat para karakter utamanya.
4. Distortus Rex? Lebih Mirip Monster Horror Alien

Kehadiran dinosaurus hybrid baru, Distortus Rex, seharusnya jadi highlight utama film ini. Sayangnya, desain dan konsepnya justru menuai kritikan.
Alih-alih terlihat seperti hasil evolusi atau eksperimen biologis yang masuk akal, Distortus Rex terlihat seperti gabungan antara Xenomorph (Alien) dan Rancor (Star Wars). Banyak penggemar merasa desainnya terlalu jauh dari akar “dino” dan lebih cocok di film sci-fi horror ketimbang Jurassic.
5. Subplot yang Dipaksakan dan Tidak Relevan

Entah kenapa, franchise Jurassic belakangan suka sekali memasukkan subplot keluarga yang canggung. Di Rebirth, hadir karakter anak kecil yatim piatu yang seperti dijadikan alat untuk menimbulkan simpati penonton—tanpa latar yang kuat.
Interaksi antar karakter keluarga ini minim, tidak berkembang, dan terasa hanya memperlambat laju cerita. Bahkan beberapa penonton menganggap subplot ini seharusnya bisa dipotong tanpa mengurangi makna cerita utama.
Bukan Rebirth, Tapi Degradasi

Salah satu kekuatan dari Jurassic Park versi Steven Spielberg adalah rasa takjub saat pertama kali melihat dinosaurus, emosi yang jujur dan momen magis yang menggetarkan.
Sayangnya, di Rebirth, perasaan itu menghilang. Walau efek visual dan animatronik cukup mengesankan, tidak ada satu pun momen “whoa” yang benar-benar membekas. film ini mungkin akan membuatmu berkata, “Sudah waktunya mereka punah.”
Tapi tentu, itu hanya opini saya.
Kalau menurutmu gimana?
Sampaikan di kolom komentar!