Ini Keluhan Fans Soal 3 Versi Superman Sebelum David Corenswet

- Christopher Reeve: Kritik terhadap kualitas film-filmnya, terutama setelah konflik kreatif di Superman II dan pendekatan kelewat komedi di Superman III.
- Brandon Routh: Terlalu murung, minim aksi, hubungan dengan Lois Lane kurang menggugah, dan minimnya eksplorasi sisi Clark Kent.
- Henry Cavill: Tone terlalu gelap dan serius, minimnya eksplorasi sisi Clark Kent, kontroversi keputusan membunuh Zod, dan dinamika tim Justice League yang timpang.
Dengan hadirnya David Corenswet sebagai Superman baru di bawah arahan James Gunn, kita akan segera menyaksikan versi keempat Superman besar di layar lebar.
Tapi, tahukah kamu? Meski masing-masing aktor membawa keunikan tersendiri, tak ada satu pun versi Superman yang sepenuhnya luput dari kritik fans.
Lalu, apa saja sih keluhan utama fans terhadap tiga Superman layar lebar sebelum era Corenswet?
Yuk, simak daftarnya!
1. Christopher Reeve: Superman sempurna, filmnya ada yang tidak

Bagi banyak orang, Christopher Reeve adalah Superman sejati. Dengan postur tegap setinggi 193 cm, ia tampil meyakinkan sebagai Man of Steel meski hanya mengenakan kostum sederhana khas era 1970-an. Namun kekuatan Reeve tak hanya pada fisiknya, kemampuan akting dan karismanya memungkinkan ia membawakan dua sisi Superman: sang pahlawan legendaris dan Clark Kent yang kikuk, canggung, namun simpatik.
Uniknya, kritik terhadap Superman era Reeve jarang ditujukan pada sang aktor, melainkan pada kualitas film-filmnya, terutama setelah film pertama yang dianggap revolusioner.
Superman II (1980) masih dianggap klasik, tapi di balik layarnya terjadi konflik kreatif antara dua sutradara: Richard Donner dan Richard Lester. Donner sebenarnya sudah menyelesaikan sebagian besar film sebelum didepak, dan Lester menyelesaikannya dengan pendekatan yang lebih ringan dan komedik. Hasilnya adalah film yang terasa tidak seimbang secara tone, dengan sejumlah adegan yang dinilai tidak pas momennya.
Situasi memburuk di Superman III (1983), yang lebih menonjolkan unsur komedi slapstick, terutama karena kehadiran komedian Richard Pryor. Film ini dianggap terlalu jauh menyimpang dari semangat heroik Superman. Lalu Superman IV: The Quest for Peace (1987) memperparah keadaan dengan plot yang lemah, efek visual murahan, dan produksi yang terburu-buru—menjadikannya salah satu film superhero paling dicemooh hingga kini.
Menariknya, pola “aktor sudah tepat tapi filmnya justru bermasalah” ternyata bukan hanya dialami Reeve…
2. Brandon Routh: Superman yang pemurung

Brandon Routh sempat menuai pujian karena kemiripan wajah, suara, dan gestur tubuhnya dengan Christopher Reeve. Banyak yang menilai ia berhasil menghormati warisan Reeve, bukan dengan meniru secara membabi buta, tetapi lewat akting yang halus dan penuh penghormatan. Secara visual, Superman Returns juga tampil menawan dan sinematik, dengan banyak shot indah yang terasa seperti lukisan hidup.
Film ini jelas didasarkan sutradara Bryan Singer pada versi Reeve, baik dari segi estetika, tone, maupun pendekatan karakter. Namun di sinilah letak permasalahannya: Superman versi Routh terasa terlalu murung, pendiam, dan kontemplatif. Sepanjang film, ia lebih sering termenung di kejauhan, digambarkan sebagai sosok melankolis yang kesepian alih-alih pahlawan yang aktif dan menginspirasi.
Hubungannya dengan Lois Lane juga dinilai kurang menggugah. Jika di era Reeve chemistry antara Lois dan Clark/Superman begitu kuat dan dinamis, maka di Superman Returns hubungan mereka terasa dingin dan membingungkan, terutama dengan hadirnya subplot tentang anak rahasia yang justru memecah fokus dan mengundang kontroversi di kalangan fans.
Faktor lainnya yang memperburuk persepsi terhadap Superman versi Routh adalah minimnya aksi. Untuk film superhero dengan anggaran besar, Superman Returns terlalu pelan, terlalu senyap. Fans yang berharap melihat Superman bertarung secara epik justru disuguhi film dengan ritme lambat dan konflik yang lebih banyak bersifat emosional daripada fisik.
Menariknya, Brandon Routh sempat mendapat kesempatan kedua untuk memerankan Superman, kali ini dalam Crisis on Infinite Earths (Arrowverse). Di sana, ia tampil lebih matang, seimbang antara sisi heroik dan manusiawi, dan justru berhasil mencuri perhatian. Seolah membuktikan bahwa jika diberi materi yang tepat, Routh mampu menjadi Superman yang bukan hanya mirip secara fisik, tetapi juga kuat secara emosional dan naratif.
3. Henry Cavill: Superman pembunuh

Ini sudah disorot khusus oleh penulis kami, Dimas Ramadhan, di artikel "8 Keluhan Fans Soal Superman Henry Cavill! Terlalu Dewa?."
Henry Cavill tampil sebagai Superman dengan fisik yang sangat meyakinkan dan karisma kuat. Banyak yang menilai, secara penampilan dan akting, ia sangat layak menjadi Man of Steel. Namun, justru naskah dan arah kreatif film-film DCEU membuat karakter Superman versinya terasa kurang menggambarkan esensi sang pahlawan.
Beberapa keluhan utama fans antara lain:
Tone terlalu gelap dan serius, terutama di Man of Steel dan Batman v Superman.
Minimnya eksplorasi sisi Clark Kent, yang membuat karakter terasa satu dimensi.
Keputusan Superman membunuh Zod di akhir Man of Steel, yang memicu kontroversi besar karena dianggap bertentangan dengan prinsip klasik Superman.
Di Justice League versi bioskop (2017), Cavill akhirnya tampil lebih ringan dan cerah lewat versi Joss Whedon... walaupun secara keseluruhan film tersebut dianggap tidak memuaskan. Di sisi lain, Superman juga ditampilkan begitu kuat hingga terasa overpowered, membuat dinamika tim Justice League menjadi timpang jika dibandingkan dengan tim Avengers dari MCU.
Padahal, kilasan pendek versi “Superman yang lebih cerah” ini justru membuat sebagian fans berharap Cavill diberi kesempatan membintangi film solo dengan nuansa yang lebih optimis dan inspiratif. Sayangnya, hal itu tak pernah terwujud.
Dengan diakhirinya era DCEU dan dimulainya babak baru DC Universe (DCU) di bawah James Gunn, peran Superman resmi berpindah tangan ke David Corenswet. Cavill pun harus mengucapkan selamat tinggal, meninggalkan warisan sebagai Superman yang nyaris sempurna, jika saja ia mendapat materi cerita yang lebih sesuai dengan semangat sang ikon.
Gimana dengan David Corenswet?

Untuk Superman versi David Corenswet, tentu kita masih harus menunggu hingga filmnya resmi tayang sebelum bisa menilai secara menyeluruh kekuatan dan kelemahannya.
Namun, dari trailer yang sudah dirilis, banyak fans merasa optimis. Corenswet dinilai berhasil menyajikan sosok Superman yang berwibawa dan penuh harapan, sekaligus menampilkan Clark Kent yang canggung, ramah, dan hangat, mengingatkan pada pesona klasik ala Christopher Reeve.
Meski kesan awal ini cukup positif, semua tetap baru sebatas cuplikan. Kita masih harus menunggu bagaimana penyajian utuhnya di film untuk bisa benar-benar menilai apakah Corenswet bisa menyatukan yang terbaik dari para pendahulunya atau justru menghadirkan interpretasi yang benar-benar baru.
Itulah berbagai keluhan fans terhadap tiga versi Superman layar lebar sebelum era David Corenswet.
Kalau menurut kamu, siapa Superman terbaik sejauh ini? Atau apa harapanmu untuk Superman yang baru? Yuk, bagikan pendapatmu di kolom komentar!