Benarkah Pembajakan Anime Jadi Alasan Tutupnya Ponimu?
Ponimu menutup layanan setelah 1 tahun lebih beroperasi
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kabar buruk datang dari layanan streaming anime Ponimu, yang mengabarkan akan menutup layanan streaming mereka per bulan Januari 2020. Kabar ini tentunya cukup mengejutkan karena Ponimu merupakan salah satu pionir layanan streaming buatan Indonesia yang fokus di konten anime.
Apa yang menyebabkan Ponimu harus menutup layanan mereka? Benarkah ada hubungannya dengan pembajakan anime yang selama ini jadi metode kebanyakan orang untuk menikmati konten anime di Indonesia?
1. Pembajakan anime bukan sebab, tapi akibat
Jika ditanya apa yang biasanya menyebabkan sebuah layanan online tutup, misalnya baca komik online atau streaming film, tidak sedikit yang akan mengatakan bahwa penyebabnya adalah pembajakan. "Masih lebih praktis ngebajak sih," "Orang Indonesia lebih suka bajakan," "Kalau ada yang gratis kenapa harus bayar?" dan berbagai alasan lainnya biasa menjadi kambing hitam masalah ini.
Namun pernahkah terpikir alasan kenapa seseorang memilih untuk membajak anime? Bukan sekedar karena "lebih suka/praktis gratisan," tapi ada aspek sistemis yang melatar belakangi perilaku pembajakan. Seseorang memilih membajak game bisa jadi karena ingin coba-coba dulu sebelum membeli. Seseorang memilih membajak software karena tidak punya akses/fasilitas untuk membeli secara resmi.
Hal yang sama juga bisa diaplikasikan di ranah anime. Biasanya alasan kenapa seseorang membajak anime karena kesulitan akses untuk mendapatkan judul anime yang diinginkan. Di zaman dulu anime biasa diakses melalui televisi dan dijual sebagai VCD/DVD di kota tertentu. Dengan berkembangnya internet, banyak orang semakin mengenal judul anime yang belum mereka tahu sebelumnya. Ada perasaan fear of missing out begitu diketahui ada judul anime bombastis dan fenomenal yang ternyata hanya tayang di Jepang saja.
Lalu bagaimana caranya bisa menonton anime-anime tersebut? Impor VCD/DVD jadi salah satu metodenya, namun tidak banyak orang yang tahu caranya. Jika tahu pun, harga barang serta biaya masuknya cukup tinggi. Karena orang-orang kesulitan menonton anime lewat jalur konvensional, mereka pada akhirnya berpaling ke anime bajakan. Jadi, pembajakan anime di sini sebenarnya merupakan akibat dari minimnya kanal hingga berbagai macam kesulitan bagi orang-orang untuk mendapatkan anime.
Baca Juga: Kenapa Sih, Orang Indonesia Demen Anime Bajakan? Begini 5 Jawaban Ponimu!
2. Kesulitan lisensi judul anime
Layanan streaming anime seperti Ponimu punya tujuan mulia, yaitu menjawab kebutuhan akan cara mendapatkan anime secara legal dan praktis. Namun, praktek untuk mendatangkan anime ke Indonesia bukan sebuah perkara mudah.
Dalam blognya, Ponimu senantiasa memberikan update tentang bagaimana mereka mendapatkan lisensi anime. Ponimu sudah pernah melakukan pertemuan dengan beberapa perusahaan Jepang terkemuka seperti Hakuhodo, Production Reed, bahkan TV Tokyo dan raksasa anime Aniplex.
Dalam bernegosiasi untuk mendapatkan lisensi anime, Ponimu sendiri terkendala berbagai hal. Pertama adalah status mereka sebagai perusahaan kecil dengan track record minim, kesiapan infrastruktur sistem, terhalang kontrak eksklusif dari distributor lain, pertimbangan kesesuaian dengan audiens indonesia, dan yang terpenting adalah biaya lisensinya.
Pada akhirnya, Ponimu hanya mampu mendapatkan judul-judul anime lama serta anime simulcast dari judul-judul kecil. Untuk musim gugur 2018 saja, Ponimu berhasil melakukan simulcast anime Merc Storia dan Tonari no Kyuuketsuki-san, dua anime yang di Indonesia kalah pamor dibandingkan SAO Alicization, Tensei Shitara Slime Datta Ken, Goblin Slayer, dan judul-judul lainnya. Dengan judul-judul simulcast yang demikian, sulit bagi Ponimu untuk menarik perhatian penonton baru.
3. Katalog lama kurang menarik perhatian
"Content is King" adalah judul esai yang ditulis Bill Gates pada tahun 1996. Menurutnya, di internet konten bakal jadi alat utama untuk menghasilkan uang. Dan sejauh ini, ia benar! Alasan kenapa seseorang memilih untuk menggunakan sebuah layanan internet, adalah karena ada konten yang mereka sukai di sana.
Di sini Ponimu sayangnya sudah kalah dari sisi konten simulcast, seperti yang sudah dijelaskan di atas. Meski demikian, Ponimu juga mengandalkan berbagai macam konten lama yang booming di masanya. Ponimu punya katalog lengkap serial Girls und Panzer, Project Itoh, Eden of the East, hingga 10 film pertama seri Detektif Conan.
Di masa lalu, saya mendapatkan tip dari seorang teman yang bekerja di Comico, platform baca komik online asal Jepang yang sayangnya sekarang sudah angkat kaki dari Indonesia. Comico punya satu judul komik populer yang juga banyak diminati di Indonesia, yaitu ReLIFE. Apakah dengan ReLIFE Comico mendapatkan basis pembaca besar? Ternyata tidak, karena menurutnya traffic pembaca ReLIFE masih kalah dibanding komik lain.
Alasan dibalik hal tersebut, setidaknya menurut dia, adalah karena ReLIFE versi bajakan bisa mengejar jadwal rilis Jepang yang saat itu tamat sebentar lagi. Tambahkan dengan ReLIFE di Comico yang rilis rutin dari episode pertama, membuat pembaca merasa tidak perlu membaca ReLIFE di Comico lagi, atau merasa enggan membaca lagi dari awal.
Hal yang sama pun terjadi pada Ponimu. Banyak orang yang sudah menonton versi bajakan Girls und Panzer, Project Itoh, Eden of the East, hingga film-film Detektif Conan merasa tidak perlu menonton lagi di Ponimu. Katalog-katalog lama ini hanya efektif jika menyasar penonton yang belum pernah menyaksikan anime-anime tersebut. Pada akhirnya, penonton akan kembali membajak atau beralih ke layanan streaming lain untuk mendapatkan anime baru yang mereka minati.
Mungkin satu judul anime besar yang berhasil didatangkan Ponimu ke Indonesia adalah Maquia. Film besutan Mari Okada ini tayang di Ponimu pada bulan Juli 2019. Meski demikian, Ponimu cukup terlambat mendatangkan Maquia karena pada titik ini banyak orang sudah menonton versi bajakan yang setidaknya sudah beredar di sekitar bulan Oktober 2018.
4. Model bisnis kurang tepat
Ponimu menggunakan sistem subcription sebagai metode pemasukan utamanya. Hanya dengan 50 ribu Rupiah, penonton bisa menikmati katalog penuh Ponimu dalam kualitas HD dan tanpa iklan. Harganya cukup murah, namun metode subscription ini akan sulit jika tidak dibekingi kapital/modal yang mantap.
Rata-rata berbagai platform komik di Indonesia sudah mengadopsi sistem subscription, seperti Webtoons, Comico, dan CIAYO Comics. Di antara ketiganya, hanya Comico yang gulung tikar karena tidak punya kekuatan kapital sebesar Webtoons dan CIAYO Comics. Kekuatan Webtoons utamanya berasal dari LINE, sementara CIAYO Comics berasal dari kerja sama business to business serta dukungan dari induknya Dragon Computer & Communication.
Hal inilah yang sulit dimiliki oleh Ponimu yang tidak punya kapital yang cukup kuat untuk menyokongnya. Ketika pemasukan dari subscription tidak mampu menutupi pengeluaran rutin, maka akan sulit untuk bisa mempertahankan eksistensinya. Belum lagi ditambah dengan beberapa segmen penonton Ponimu yang masih enggan menggelontorkan uang karena tidak melihat justifikasi dari biaya subscription, alias tidak menjadikan Ponimu sebagai sebuah kebutuhan.
5. Terlalu banyak layanan streaming
Terlalu banyak layanan ekslusif juga bisa berdampak pada faktor pilihan orang untuk memilih konten bajakan. Sekarang ada layanan streaming Netflix, Hulu, Amazon Prime, Disney+, Youtube Premium, dan masih banyak lagi. Berbagai layanan ini memiliki banyak konten eksklusif untuk menarik perhatian orang ke platform mereka.
Sayangnya, eksklusifitas ini justru membuat orang enggan beralih karena ada biaya besar yang harus dikeluarkan untuk mengakses semua layanan tersebut. Pada akhirnya, orang-orang tetap setia dengan platform pilihan mereka, lalu membajak untuk mendapatkan konten dari pesaingnya.
Ada alasan kenapa seseorang memilih setia kepada satu platform. Entah itu dari katalognya, harga layanannya, hingga fitur-fitur utamanya. Namun di era "Content is King" ini, katalog bisa menentukan apakah seseorang tetap di platform yang lama atau beralih ke tempat baru. Jika katalog oke dikombinasikan dengan harga oke serta fitur oke, maka inilah yang disebut dengan disruptor yang bisa mengubah iklim.
Lawan dari Ponimu sendiri kebanyakan berasal dari luar negeri, seperti Netflix dan Crunchyroll misalnya. Melawan kedua raksasa di atas sudah dianggap mustahil meskipun Ponimu punya keunggulan berupa kemudahan proses pembayaran. Meskipun Netflix belum terbuka di sebagian provider internet dan metode pembayaran Crunchyroll yang ribet, mereka memiliki koleksi anime yang lebih lengkap untuk menaikkan nilai tawar mereka di hadapan Ponimu.
Ketiganya bahkan kini mendapatkan ancaman baru dari Muse Asia. Muse Asia merupakan sebuah channel Youtube yang menyajikan katalog anime lama dan baru secara resmi. Untuk musim ini saja Muse Asia berhasil menayangkan No Guns Life serta Cautious Hero secara gratis. Tentunya ini juga disokong oleh business plan Muse Asia yang juga memiliki bisnis retail, licensing, serta event organizer. Karena beroperasi di kawasan Asia Tenggara, Muse Asia bisa dikatakan sebagai disruptor yang bisa merebut basis penonton Ponimu.
6. Langkah Ponimu selanjutnya
Lalu, apa yang akan dilakukan oleh Ponimu setelah menutup layanan streaming-nya? Untungnya, Ponimu gak bakal kemana-mana. Mereka akan tetap eksis di Indonesia sebagai lisensor yang bakal menyajikan anime ke berbagai layanan streaming di Indonesia.
Sebelumnya, Ponimu bekerja sama dengan Genflix untuk melebarkan katalog anime mereka. Berkat kerja sama tersebut, berbagai anime Ponimu pun bisa diakses di Genflix dan bahkan kereta api. Bisa dipastikan bahwa kedepannya, Ponimu akan melakukan kerja sama serupa dengan layanan streaming lain.
Cukup disayangkan bahwa perjalanan Ponimu harus berakhir tepat di awal tahun 2020. Bahkan cukup ironis ketika Ponimu sendiri membeberkan beberapa alasan yang menurut mereka membuat penonton anime Indonesia lebih suka nonton anime bajakan. Dalam blognya, Ponimu menyebutkan bahwa luasnya library anime bajakan jadi alasan kenapa mereka enggan berpaling ke layanan resmi.
Namun demikian, mudah-mudahan perjalanan Ponimu bisa membuka jalan bagi akses anime yang lebih mudah di Indonesia di lain waktu. Jika kamu masih punya subscription premium di Ponimu, kamu bisa melakukan refund dengan mengontak Ponimu melalui e-mail di hello@ponimu.com.
Baca Juga: Perluas Tontonan Anime Legal, Ini Dia Kerja Sama Ponimu-Genflix!