Review Uchiage Hanabi (2017): Drama Cinta yang Tidak Fokus
Uchiage Hanabi mempunyai konsep film yang menonjolkan eskapisme dan penolakan sayangnya tidak diiringi oleh eksekusi yang kuat dan solid
Konsep film yang menonjolkan eskapisme sayangnya tidak diiringi oleh eksekusi yang kuat dan solid. Simak selengkapnya dalam review Uchiage Hanabi.
Setelah pada tahun lalu dunia film Jepang dikejutkan oleh film buatan Makoto Shinkai Kimi no Na wa dan menjadi fenomena pop kultur dalam waktu instan, tiba-tiba para pembuat film animasi Jepang ramai-ramai membuat film yang mirip dengan Kimi no Na wa entah dari segi art, cerita, tema fantasinya dan lain sebagainya dengan harapan bisa menggaet penonton dan menimbulkan fenomena baru.
Salah satu film animasi yang terkesan ingin memposisikan dirinya seperti Kimi no Na wa pada tahun ini adalah Uchiage Hanabi, Shitakara Mieruka? Yokokara Mieruka? atau disingkat Uchiage Hanabi atau dalam bahasa Inggrisnya Fireworks.
[read_more id="334878"]
Film animasi yang diadaptasi dari sebuah FTV karya Shunji Iwai berjudul sama yang ditayangkan pada 26 Agustus 1993 berhasil membuat Shunji Iwai dianugerahi penghargaan Sutradara Baru Terbaik oleh Serikat Sutradara Jepang. Uchiage Hanabi diadaptasi menjadi film animasi oleh studio Shaft (Bakemonogatari, Puella Magi Madoka Magica, Sayonara Zetsubou Sensei, Nisekoi) dengan naskah yang ditulis oleh Hitoshi Ohne (Bakuman Live-Action).
Film yang telah dirilis di Jepang pada 18 Agustus 2017 ini dibintangi oleh dua artis Jepang kenamaan yaitu Suzu Hirose dan Masaki Suda.
Film ini terdorong berkat lagu temanya berjudul “Uchiage"> Hanabi” yang dinyanyikan oleh Daoko dan Kenshi Yonez. Lagu ini berhasil menjadi juara selama 2 minggu di Billboard Japan Hot 100 dan 11 minggu berturut-turut di Billboard Japan Hot Animation.
Lagu ini juga telah mendapatkan 64 juta view di YouTube hanya dalam waktu dua bulan setelah video klipnya dirilis dan membuat lagu ini menjadi lagu Jepang keempat yang mendapatkan jumlah view lebih dari 35 juta dalam waktu sebulan setelah Radwimps dengan Zenzenzense, Gen Hoshino dengan Koi, dan Pikotaro dengan PPAP.
“Uchiage Hanabi” juga berhasil mengalahkan lagu Ed Sheeran “Shape of You” selama sepuluh hari dalam chart Japan Daily Top Tracks di Spotify.
Semua orang memang terpana dan tersentuh mendengar lagu “Uchiage Hanabi” apalagi video klipnya terasa seperti trailer berkedok video klip. Apakah filmnya mampu menyentuh dan membuat terpana penontonnya. Mari kita simak review Uchiage Hanabi versi tahun 2017 ini.
Sinopsis
[youtube_embed id="KG770hOuT2k"]
Film ini menceritakan kejadian di musim panas di mana sekelompok pemuda ingin melihat kembang api dari mercusuar kota sambil bertanya apakah kembang api berbentuk lingkaran atau datar jika dilihat dari sisi yang berbeda. Seorang cewek bernama Nazuna mengajak Norimichi yang menyukai Nazuna untuk kabur bersamanya. Nasib apa yang menanti kedua orang ini dalam hari-hari yang terus mengulang terus menurus dan mereka terjebak di dalamnya?.
Konsep yang Luar Biasa
Jika ditilik lebih lanjut sebenarnya adaptasi film animasi Uchiage Hanabi mempunyai dimensi yang jauh berbeda daripada karya aslinya. Adaptasi Uchiage Hanabi yang baru membawa tema eskapisme dan penolakan yang selalu dipancarkan dalam diri Norimichi.
Secara karakter tema ini tepat dibawakan oleh seorang karakter Norimichi yang merupakan seorang anak polos yang ingin terus selalu bersama Nazuna sehingga tema tersebut relevan dengan sikap anak remaja yang masih labil. Tema tersebut juga didukung dengan kejadian pengulangan waktu atau time looping cerita ini yang menguatkan tema eskapisme.
Apa yang salah dari film anime Uchiage Hanabi? Simak lanjutan review Uchiage Hanabi di halaman berikutnya
Eksekusi yang membingungkan dan tidak penting
Tetapi konsep yang bagus ini tidak diiringi oleh eksekusi yang kuat dan solid, malah film ini kebingungan untuk menentukan fokus mana yang harus ia tempuh apakah menjadi film full drama romance dengan selipan fantasy atau film fantasy dengan selipan drama romance.
Film ini memainkan plot romance yang nanggung karena tidak membangun intensitas romansa yang intens antara Nazuna dan Norimichi sehingga membuat penonton merasakan getaran cinta antara mereka berdua dan membuat klimaks romansanya sempurna.
Film ini juga mempunyai narasi fantasy yang nanggung, tema time loop yang menjadi unsur vital dari film ini tidak dimaksimalkan dengan baik dan terasa mentah dari segi eksekusi. Fitur time travel yang bisa menjadi pemikat cerita malah muncul sebagai perusak cerita yang menjadi tidak penting dan merusak estetika romance yang selalu diumbar film ini.
Beberapa adegan personifikasi fantasi mereka berdua juga terlalu aneh dan malah terkesan membuang waktu sangat banyak sehingga terlihat menjadi tidak ada konteks dan maksudnya. Gara-gara terlalu mengandalkan adegan fantasi yang dirasa tidak penting, cerita sempat kehilangan arah dan melupakan tujuan utama dari cerita sebenarnya apa. Alih-alih menimbulkan charm yang ada malah menimbulkan lubang dari segi cerita.
Pembangunan cerita ini juga sangatlah membingungkan dan tidak kuat sehingga membuat film terkesan anti-klimaks dan membuat bingung karena tidak berhasil mencampurkan berbagai macam tema cerita dengan baik.
Dari segi animasi, film ini berjalan seperti animasi Shaft pada umumnya dan memainkan beberapa trademark Shaft mulai dari segi gambar, vibe, sampai ke karakter yang head tilt untuk sejenak yang mirip dengan penggambaran karakter di Monogatari Series. Karakter Nazuna sendiri sedikit mengingatkan akan karakter Senjougahara Hitagi dari Monogatari Series.
Pengembangan karakter di dalam Uchiage Hanabi sangatlah kosong. Karakter Nazuna dan Norimichi yang menjadi poin utama dari film ini tidak mempunyai pengembangan karakter yang baik. Karena ketiadaan dari pengembangan karakter ini membuat cerita menjadi terlihat hampa dan membingungkan. Malah, pengembangan karakter sampingan seperti Yuusuke yang jauh lebih bagus dibandingkan dua karakter utamanya yang menjadi fokus cerita dalam film ini.
[read_more id="341979"]
Biasanya cerita dengan tema time travelling atau time looping pastinya akan mengakibatkan konsekuensi yang besar kepada sebuah kejadian di masa depan atau pada diri si karakter tersebut. Sayangnya hal tersebut tidak muncul di dalam Uchiage Hanabi. Karakter Norimichi yang ada di film ini terkesan bisa melakukan time travelling sesuka hati tanpa memperlihatkan konsekuensi dari kejadian itu yang bisa berpotensi membuat film semakin bagus dari segi kualitas karena memperlihatkan apa yang terjadi jika ia bermain-main dengan kekuatan perpindahan waktu tersebut. Tema pengandaian yang terus diumbar dalam film ini terasa kurang kuat dan hanya dibuat sebagai justifikasi agar Norimichi bisa melakukan time travelling sesuka hati.
Sebagai film animasi yang terpisah tanpa melihat karya aslinya, Uchiage Hanabi gagal untuk menerjemahkan cerita drama romansa yang kompleks yang berhubungan dengan eskapisme, penolakan, dan rasa nafsu seseorang yang jatuh cinta akan seseorang. Unsur time travelling yang seharusnya bisa menjadi penyokong film malah membuat alur film menjadi berantakan dan tidak berfokus mau ke mana.
[read_more id="330052"]
Menonton Uchiage Hanabi sama seperti ketika membuat rumus di Excel di mana sang pengguna terlalu banyak memasukkan rumus IF sehingga seperti terdengar =IF(IF(IF(IF(IF……. Sekilas rumus tersebut terkesan kompleks tetapi juga terlihat bodoh karena terlalu banyak IF tetapi kosong dan lupa menambahkan simbol tutup kurung sehingga ketika kita memencet enter atau execute yang ada malah syntax error.
Ada keberatan dengan pembahasan review Uchiage Hanabi ini? Suarakan saja di kolom komentar!
Diedit oleh Fachrul Razi