Wind Rises: Film Terakhir Hayao Miyazaki Yang Sangat Mengharukan!
Movie anime terbaru dari Studio Ghibli dan karya terakhir dari Hayao Miyazaki ini ternyata memiliki kisah yang sangat mengharukan. Simak review lengkapnya di dalam!
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sangat mengharukan!
Itu yang pertama kali saya rasa dan pikirkan ketika muncul kata "終わり" atau disebut juga Owari atau dalam bahasa kita, Selesai/Tamat.
Bagi kalian yang baru terhadap film animasi atau rumah produksi Studio Ghibli, mungkin kalian akan merasa bosan karena alur yang cukup lambat. Genre film ini adalah drama, dengan unsur sejarah, dimana dalam film ini, Miyazaki-san menceritakan seorang karakter utama yang bernama Horikoshi Jiro, yang memang adalah tokoh nyata insiyur Jepang yang berjasa dalam disain pesawat tempur pada Perang Dunia II.
Kira-kira begini deh perbandingan wajah asli dan animasinya.
Nah, bagi kamu yang fans hardcore (seperti saya) untuk serial Studio Ghibli, apalagi kalau kamu juga mengikuti atau setidaknya tahu sejarah dan perkembangan Miyazaki-san, saya yakin kamu pasti akan terharu menonton film ini. Saya akan menjelaskan sedikit pengalaman saya menonton film itu, tanpa mengumbar spoiler (semoga tidak mengumbar... semoga...)
Ya, film ini betul-betul menggambarkan figur Miyazaki-san sendiri, dimana dirinya yang sangat mencintai pesawat terbang, pada akhirnya mengakhiri karir di dunia film animasinya melalui rasa cintanya terhadap pesawat terbang. Sebelumnya Miyazaki-san pernah membuat film dengan tema serupa, yaitu di Imaginary Flying Machine, dan Porco Rosso. Lucunya, hampir semua film Studio Ghibli karya Miyazaki-san (saya tegaskan nama Miyazaki-san karena animator di Studio tersebut banyak, bukan hanya beliau), sangat sarat akan unsur "terbang" di dalamnya. Mari kita buktikan! Sedikit flashback ya?
Castle In The Sky (1986) - Melihat kata "In The Sky" aja seharusnya gak perlu dibahas ya guys?
My Neighbor Totoro (1988) - Ada adegan yang memerlihatkan Totoro terbang, oh iya FYI guys, film ini merupakan titik balik bagi Studio Ghibli karena hingga hari ini, Totoro menjadi ikon rumah produksi tersebut.
Kiki Delivery Service (1989) - Menceritakan tentang Kiki, sang penyihir yang berprofesi sebagai Tukang Antar, dengan kendaraan... sapu terbang :p
Porco Rosso (1992) - Menceritakan Porco Rosso, veteran PD I, seorang pilot pesawat tempur.
Spirited Away (2001) - Menceritakan kisah gadis yang bernama Chihiro masuk ke dunia lain, yang dimana ada adegan ia terbang dengan naga, yang tak lain adalah kekasihnya, Haku.
Howl's Moving Castle (2004) - Menceritakan kisah Istana yang bisa Bergerak, yang dikontrol oleh penyihir yang bisa... terbang (atau jalan di udara).
Ponyo (2008) - Menceritakan kisah Ponyo, ikan yang pada akhirnya berubah menjadi manusia karena berhasil menemukan cinta sejatinya. Ia mencium sang cinta sejati... di udara.
Lalu Wind Rises!
Er... sebenarnya ada satu karya Miyazaki-san lagi yang sangat terkenal, hingga dibuatkan Pertunjukkan Teater-nya, yaitu Princess Mononoke (1997), namun tidak ada adegan terbangnya, hiks... (lho kok malah sedih?) Walaupun di sini disebutkan bahwa ada adegan terbang yaitu saat sang karakter utama lompat dari satu tempat ke tempat lain.
Nah, kembali lagi kita ke masa kini. Bagaimana, guys? Apakah kalian rela mempertahankan hal yang kalian cintai, serta ditunjukkan dalam karya-karya kalian seperti yang dilakukan oleh Miyazaki-san, hingga... 27 tahun lamanya? (1986-2013) Udah lewat pernikahan perak tuh ya! :D
Hal lainnya yang patut diperhatikan di film ini adalah, dimana saat saya menyadari musiknya digubah oleh sang komponis yang sudah sangat lekat dengan dunia Miyazaki-san serta Studio Ghibli, yaitu Joe Hisaishi! Karakteristik musik yang ditemukan sarat akan unsur barat (lebih ke Eropa) karena kita akan sering mendengar bunyi instrumen akordeon dan irama ragtime. Karakteristik komposisi Hisaishi-san sendiri juga sarat akan perkawinan warna bunyi dari berbagai instrumen, dimana karakter ini juga sangat dipengaruhi oleh komponis-komponis Prancis (seperti Debussy, Ravel). Contoh musik Opening film ini bisa diintip dari video di bawah ini:
[youtube id="rmZxGSJUp3c"]
Unsur musik pop Jepang (yang biasanya justru menjadi unsur kuat dalam musik Hisaishi-san terhadap film Ghibli) bisa dibilang hanya ditemukan pada musik penutup yang berjudul Hikōki-gumo, yang dimana lagu ini adalah lagu tahun 1973, yang diciptakan dan dinyanyikan oleh Matsutoya Yumi-san (yap, tidak ada campur tangan sang komponis dalam lagu ini), untuk mengenang teman dekatnya yang telah meninggal. Lucunya, lagu tersebut saat pertama dirilis hingga sebelum Wind Rises muncul ke muka bumi, lagu tersebut tidak terkenal. Namun karena kecocokan lirik terhadap tema film yang diinginkan oleh Miyazaki-san, akhirnya lagu tersebut dipilih sebagai lagu penutup. Ia (Matsutoya-san) sangat senang saat mendengar berita permintaan ini. Lagu tersebut dihadirkan dalam Wind Rises betul-betul sesuai dengan rekaman pada tahun itu, dengan segala keterbatasan instrumen pada masa itu, yang mungkin hanya di-remaster untuk keperluan kesetaraan level dengan kualitas audio masa kini. Jujur, saat lagu ini diputar (liriknya juga diperlihatkan), saat itu pula-lah air mata saya turun deras. Sedih. Terharu. Itu yang saya rasakan, bahkan jari-jemari saya masih sangat bisa merasakan thrill momen tersebut saat saya mengetik tulisan ini. Intip dikit videonya di bawah:
[youtube id="ZI9PF64JTAc"]
Hal terakhir yang akan saya bahas di sini adalah, adegan ciuman.
Hehe... Jangan langsung serang saya dengan pasal atau undang-undang atau ayat! Saya bukan ingin mengumbar adegan tersebut secara sudut padang porno atau apalah, namun secara sudut pandang romantisme. Ini adalah kali pertama, saya menonton film Miyazaki dimana adegan ciuman sangat diobral. Obral di sini dalam artian yang baik tentunya! Saya sangat tersentuh dengan unsur percintaan yang terdapat dalam film ini, dimana kisah cinta yang digambarkan terlihat sangat lugu, kuno, namun sakral dan jujur. Masih percaya cinta sejati? Silahkan menonton sendiri untuk lebih lanjutnya! Btw, ini awas ya kalo dianggap spoiler! Ciuman aja kok dirahasiakan :p
Selain hal-hal yang disebutkan di atas, saya harus kembali mengakui bahwa alur film ini termasuk lambat dan cenderung datar. Bagi yang tidak biasa menonton film berdurasi lebih dari 120 menit (apalagi dengan bentuk animasi, genre sejarah dan drama), memang harus siap-siap kondisi mental fisik sebelum menonton apabila kamu tidak ingin ketiduran! (Saya hampir lho btw). Dan film ini sangat kontras dengan film-film Miyazaki lainnya, yang dimana semuanya bertema fiksi-fantasi serta memiliki alur yang fluktuatif. Dalam Wind Rises, satu-satunya adegan fantasi yang ada adalah saat sang karakter utama membayangkan dirinya sedang berbincang dengan tokoh idolanya berkali-kali. Selebihnya? Sangat nyata. Film ini sangat menekankan titik cerita sisi historis dari Horikoshi-san, yaitu kehidupan sang disainer pesawat tempur, dengan sedikit bumbu romansa, dan politik. Saya salut juga kepada Hisaishi-san yang cukup berhasil "menghidupkan" film ini melalui sentuhan musiknya, walaupun tema yang diangkat sangat kontras dengan tema Miyazaki-san biasanya.
Untuk penutup, menurut saya kamu HARUS menonton film ini, terlepas dari kamu penggemar setia atau bukan. Terima kasih, Miyazaki-san, apabila benar ini karya terakhir anda sebagai animator. Terimakasih atas mimpi dan semangat juangnya, terima kasih atas semuanya!
Mari Berkarya! B)