Standar SNI Untuk Mainan Anak Segera Diberlakukan, Ancaman Bagi Para Kolektor SIC, SHF dan Gunpla?
Kementerian Perindustrian membuat peraturan baru terkait mainan untuk anak-anak. Efektif 30 April mendatang, seluruh mainan yang beredar wajib ber –SNI. Bagaimana peraturan ini mempengaruhi para kolektor mainan?
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mulai tahun 2013 lalu, Kementerian Perindustrian mengumumkan penerapan baru terkait mainan untuk anak-anak (bisa kalian unduh dan baca melalui tautan berikut). Dan efektif tanggal 30 April mendatang, seluruh mainan anak yang beredar dan diperjual belikan di Indonesa wajib ber –SNI (Standar Nasional Indonesia). Jika ditemukan masih ada mainan tanpa label SNI, maka pemerintah bakal menarik paksa dari peredaran. Meskipun berita mengenai kewajiban mainan anak memenuhi standar SNI baru terangkat semingguan belakangan, namun kebijakan tersebut sudah dilaporkan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sejak Juli tahun lalu, dan mulai diberlakukan sejak 10 Oktober 2013.
Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan peraturan No. 24/2013 tentang pemberlakukan aturan wajib SNI untuk mainan anak. Dalam aturan tersebut diatur mainan anak tidak boleh memiliki tepi yang tajam, tidak boleh mengandung bahan yang dikategorikan formalin atau zat kimia berbahaya dan beberapa ketentuan lainnya.
Maraknya peredaran mainan dengan harga murah banyak ditemukan di pasaran, bahkan berbagai produk mainan diantaranya ditemukan mengandung zat-zat kimia berbahaya. Untuk itu kebijakan tegas ini dikeluarkan, selain untuk memberikan perlindungan terhadap anak-anak, wajib SNI membuat mainan anak jadi lebih bermutu dan sesuai dengan ketetuan SNI.
Penerapan mainan wajib SNI ini sebenarnya sudah diberlakukan sejak 10 Oktober 2013 lalu, namun pemerintah masih memberi kelonggaran untuk para produsen mainan hingga tenggang waktu 30 April 2014, sehingga awal Mei peraturan wajib SNI bisa langsung diterapkan. Selain mainan anak, pemerintah juga mengenakan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) tersebut untuk produk-produk lain yang selama ini membanjiri pasar dalam negeri, seperti untuk produk elektronik dan tekstil.
Pemerintah akan memprioritaskan penerapan SNI untuk industri tekstil dan mainan anak terlebih dahulu, mengingat kedua sektor tersebut telah dibanjiri produk luar negeri. Untuk itu, pemerintah juga akan memfasilitasi Industri Kecil dan Menengah untuk mendapatkan SNI, agar produknya memiliki nilai tambah dan dapat bersaing di pasar internasional. Namun bagaimana dengan masa sosialisasi dan edukasi saat ini (sedang dilakukan di 5 kota seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Batam), saat masih banyak mainan produk lokal yang beredar membanjiri pasaran? Sepertinya kita, atau para orang tua hanya bisa menunggu saja, lain halnya untuk mainan yang diimpor dari negara lain.
Sementara itu selama menunggu diberlakukannya SNI, masyarakat bisa mengetahui mana produk yang sudah lulus uji dalam standar produk. Khususnya mainan impor, jika dari Eropa biasanya ada tanda CE, kemudian ASTM untuk standar kualitas Amerika dan Australian Standar. Selain itu, biasanya mainan impor juga menampilkan di label atau kemasan pembungkusnya petunjuk usia anak yang cocok untuk mainan tersebut. Jadi disarankan jangan memberikan mainan yang dikatgeorikan untuk usia 15 tahun ke atas untuk anak-anak di bawah usia 14 tahun.
Dengan adanya SNI untuk mainan, pemerintah bisa secara tidak langsung menjamin keselamatan anak-anak Indonesia dalam hal memilih mainan yang aman. Sasarannya jelas, untuk banyaknya mainan produk luar yang ditawarkan dengan harga murah atau miring. Namun bukan berarti semua yang murah tidak memenuhi standar, karena mainan mahal juga akan diuji pemerintah agar mendapatkan sertifikasi SNI. Pemerintah juga membantu sebagian orang tua, yang mungkin ada diantara mereka hanya memikirkan murahnya mainan yang akan dibeli saja, namun tidak paham apakah mainan tersebut aman untuk anak-anaknya. Selain itu, dengan adanya pemberlakuan standar SNI ini, pemerintah juga bisa membatasi beredarnya mainan impor (paling banyak ditemui berasal dari China) yang membanjiri pasaran karena harganya yang murah, dan lebih banyak proporsinya daripada produk lokal. Semoga saja, penerapannya tepat, sehingga kebijakan mereka ini juga mampu mendukung produsen mainan lokal agar bisa lebih diterima dari mainan-mainan impor.
Sementara itu untuk mendukung pengawasan pelayanan lapangan, untuk menyaring mainan yang dipesan dari luar negeri oleh pihak importir besar atau perorangan, khususnya yang ilegal, Direktorat Jendral Bea dan Cukai sudah merekrut 2200 pegawai (dari total 5000 yang dibutuhkan). Pasar mainan anak di Indonesia cukup besar. Berdasarkan catatan Kementrian Perdagangan, nilai ekspor mainan anak sampai Agustus 2013 mencapai USD60. Sementara nilai impor berkisar USD75 juta, dengan China sebagai negara pengimpor utama. Itu yang tercatat, namun pada kenyataannya di pasaran mainan yang beredar, terutama mainan impor jumlahnya lebih besar, dan kualitasnya tidak seluruhnya terjamin.
Dengan keran impor yang mulai sepenuhnya diperketat mulai April mendatang, juga makin membuat banyak pihak, termasuk para kolektor atau pedagang mainan impor perorangan yang biasa hunting membeli barang dari luar negeri menjadi ketar-ketir. Mereka kuatir jika membeli mainan yang tujuannya untuk sekadar dikoleksi, atau mungkin dijual kembali ke sesama kolektor, juga diwajibkan mendapat sertifikasi SNI. Namun untunglah, mayoritas mainan impor incaran kolektor seperti action figure, S.I.C. (Super Imaginative Chogokin), S.H.F. (Simple Heroic Figure), Myth Cloth, atau Gunpla ternyata tidak masuk dalam daftar karena memang dalam label yang dirilis produsennya bukan diperuntukkan untuk anak-anak di bawah usia 14 tahun. Untuk detail mainan apa saja yang harus mendapatkan SNI, mengutip isi dari peraturan Kementerian Perindustrian, bisa kalian simak di bawah daftarnya:
Untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak Indonesia terkait keamanan dan kualitas permainan mereka, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 55/M-IND/PER/11/2013 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perindustrian No.24/M-IND/PER/4/2013 Tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib. Adapun aturan tersebut dikeluarkan pemerintah pada 11 November 2013 dan akan diberlakukan 30 April 2014. Berikut adalah jenis mainan anak yang wajib memenuhi SNI.
a. Terkait dengan keamanan, keselamatan, dan kesehatan mainan, mainan anak harus memenuhi persyaratan SNI ISO 8124-1:2010, SNI ISO 8124-2:2010, SNI ISO 8124-3:2010, SNI ISO 8124-4:2010, SNI IEC 62115:2011.
b. Jenis mainan yang harus memenuhi SNI itu dengan nomor pos tarif (HS code) sebagai berikut:
- Baby walker dari logam (Ex 9 403.20.90.00) dan dari plastik (9 403.70.10.00).
- Sepeda roda tiga, skuter, mobil berpedal dan mainan beroda semacam itu; kereta boneka (9 503.00.10.00).
- Boneka; bagian dan aksesorinya (9 503.00.21.00, 9 503.00.22.00, dan 9 503.00.29.00).
- Kereta listrik, termasuk rel, tanda, dan aksesori lainnya (9 503.00.30.00).
- Perabot rakitan model yang diperkecil (skala) dan model rekreasi semacam itu, dapat digerakkan atau tidak (9 503.00.40.10 dan 9 503.00.40.90).
- Perangkat konstruksi dan mainan konstruksional lainnya, dari bahan selain plastik (9 503.00.50.00).
- Stuffed toy menyerupai binatang atau selain manusia (9 503.00.60.00).
- Puzzle dari segala jenis (9 503.00.70.00).
- Blok atau potongan angka, huruf atau binatang; perangkat penyusun kata; perangkat penyusun dan pengucap kata;toy printing set;counting framemainan (abaci); mesin jahit mainan; mesin tik mainan (9 503.00.91.00).
- Tali lompat (9 503.00.92.00).
- Kelereng (9 503.00.93.00).
- Mainan lainnya selain yang tersebut di atas yang terbuat dari semua jenis material baik dioperasikan secara elektrik maupun tidak:
- Balon, pelampung renang untuk anak atau mainan lainnya yang ditiup/dipompa, yang terbuat dari karet dan/atau plastik.
- Senapan/pistol mainan.
- Mainan lainnya memiliki nomor pos tarif 9 503.00.99.00.
Sekilas ketika membaca peraturan baru tersebut, yang seharusnya mengurus label SNI ini adalah pihak produsen. Namun pada prakteknya, dari pantauan penulis, ada kolektor atau importir individu yang membeli mainan dari luar juga dipantau oleh Bea Cukai. Jelas menyusahkan, karena memang mainan yang mereka beli secara online tersebut biasanya tidak memiliki perwakilan di Indonesia. Bahkan ada kolektor, yang mungkin mendatangkannya untuk dijual kembali dan meskipun membeli dalam kecil, ternyata tetap dipanggil oleh Bea Cukai untuk memenuhi prsyaratan dokumen SNI agar bisa mengeluarkan mainan yang ditahan.
Meskipun aturan ini sebenarnya baik, namun menurut penulis mungkin bisa ditinjau ulang batasannya. Jika untuk menjamin keselamatan anak-anak Indonesia, mungkin leboh cocok pada mainan yang ditujukan untuk anak umur 3 tahun ke bawah, dimana saat usia tersebut anak-anak masih belum cukup paham atas apa yang mereka mainkan, dan juga masih suka memasukkan mainan tersebut ke dalam mulut. Ditambah lagi saat ini jaman juga sudah berubah, anak-anak masa kini (bahkan yang usianya masih TK atau sekitar 5-6 tahun sekalipun) mainannya juga banyak yang berbentuk virtual melalui game atau aplikasi dari perangkat / gadget elektronik semacam tablet dan smartphone. Jika demikian, apakah perangkat mobile tersebut juga nantinya akan masuk pengkategorian bersertifikat SNI, ya?
Selain itu, mungkin ada kebijakan agar peraturan ini tidak memukul rata semua mainan yang masuk dari luar, namun yang perlu perhatikan lebih detil adalah barang / mainan yang dikirim menggunakan kontainer, atau didatangkan oleh importir besar. Sehingga untuk kalangan individu yang membelinya secara satuan, dan sangat jarang, yang biasanya dikirimkan melalui pos, tidak perlu juga harus melengkapi dokumen SNI.
Meskipun peraturan ini sudah berlaku, dan belum ada peninjauan ulang, dari pantauan penulis untuk kalian para kolektor yang sesekali, atau rutin membeli mainan dari luar, selama jumlah dan spesifikasinya (ukurannya wajar, tidak terlalu besar) seharusnya tidak membuat Bea Cukai merasa tergelitik untuk menahannya. Dengan catatan, juga bisa membuktikan bahwa mainan tersebut bukan untuk diperjualbelikan kembali (menandatangani surat pernyataan kalau kalian memang membeli barang ini untuk koleksi pribadi, bukan diperjualbelikan).
Sumber: Kaskus