Review Filosofi Kopi 2: Ketika Mimpi Bertemu Realita

Mimpi Ben dan Jody terhalang hambatan besar. Kira-kira, bagaimana ya kelanjutan kisah mereka?

Review Filosofi Kopi 2: Ketika Mimpi Bertemu Realita

Review Filosofi Kopi 2: Ketika Mimpi Bertemu Realita

Filosofi Kopi 2 baru dirilis pada tanggal 13 Juli lalu. Gimana ya filmnya? Kali ini, kita akan kupas tanpa spoiler!

[duniaku_baca_juga]

[read_more link="https://www.duniaku.net/2017/04/15/filosofi-kopi-2-ben-jody/" title="Film Filosofi Kopi 2: Ben dan Jody Rilis Teaser Perdana. Ada Luna Maya!"]

Oke, sebelum kita mulai, saya mau jujur sedikit. Saya tidak pernah melihat trailer untuk film ini. Saya tahu bahwa akan ada sekuel untuk Filosofi Kopi ketika saya memutuskan untuk nonton sebuah film Hollywood di salah satu bioskop di Tangerang. Saat itu, saya lihat ada poster Filosofi Kopi 2 di bagian "Coming soon."

Yang ada di pikiran saya? "What. Sekuel buat apaan..."

Review Filosofi Kopi 2: Ketika Mimpi Bertemu Realita

Untuk kalian yang tidak tahu tentang Filosofi Kopi, film ini merupakan sebuah film adaptasi cerita pendek oleh ibu suri, Dewi Lestari. Sebuah drama yang berpusat pada kopi, dan bagi saya pribadi adalah adaptasi cerita Dewi Lestari yang terbaik—sama seperti Perahu Kertas.

"Tapi untuk sekuel... rasanya tidak dibutuhkan," adalah apa yang saya pikirkan. Bahkan sampai sebelum masuk ke bioskop pukul 12.15 siang itu.

Saya 50:50 benar.

Sinopsis

Review Filosofi Kopi 2: Ketika Mimpi Bertemu Realita

Masih dengan dua karakter yang sama dari film sebelumnya yang diangkat dari cerita pendek Filosofi Kopi karya Dewi 'Dee' Lestari, Filosofi Kopi 2: Ben & Jody menceritakan tentang apa yang terjadi setelah mimpi mereka berdua di film pertama terwujud: berkeliling Indonesia untuk membagi "kopi terbaik" lewat kombi Filosofi Kopi.

Tapi layaknya jalanan yang mereka lalui, mimpi tak selamanya lurus dan mulus. Suatu hari di Bali, anggota pendiri Filosofi Kopi masing-masing memilih untuk mengundurkan diri karena alasan mereka sendiri-sendiri. Yang tersisa hanya Ben & Jody untuk menelusuri apakah mimpi mereka harus tetap begini, atau berubah mengikuti situasi.

Dengan hanya sisa mereka berdua, Ben & Jody memutuskan untuk membuat sebuah mimpi baru—lebih tepatnya, mencoba mewujudkan mimpi lama mereka dengan cara yang berbeda: kembali ke Jakarta dan membuat Filosofi Kopi kembali menjadi kopi nomor satu di kota tempat mimpi mereka pertama tercipta.

Kembali ke Akar

Review Filosofi Kopi 2: Ketika Mimpi Bertemu Realita Sumber gambar: Pixabay[/caption]

Kalau Filosofi Kopi yang pertama menceritakan tentang perjuangan mereka membuat kopi nomor satu di Indonesia, maka Filosofi Kopi 2: Ben & Jody mengambil pendekatan yang jauh berbeda. Ben & Jody yang selama ini mabuk dalam mimpi mereka membagikan "kopi terbaik," terbentur realita bahwa semuanya tidak bisa berjalan semulus itu.

Apa yang ditawarkan Filosofi Kopi 2 tidak lagi sekedar drama kopi, dan bagaimana cara meracik sebuah kopi yang baik. Film kedua ini menawarkan sebuah perkembangan karakter yang memang tidak bisa ditelusuri sedalam ini pada film pertama.

Review Filosofi Kopi 2: Ketika Mimpi Bertemu Realita

Bukan berarti film Filosofi Kopi pertama jelek, tapi pada film itu eksplorasi karakter dilakukan berkaitan dengan mimpi awal mereka. Ben dengan harga dirinya yang jatuh saat ada peminum kopi yang bilang ia pernah menemukan kopi yang lebih enak, dan Jody yang harus memutar otak untuk menghadapi Ben yang serba spontan.

Filosofi Kopi tetap membawa hal itu, and turning it up to 11. Ben memang awalnya terlihat lebih santai, tapi begitu masalah muncul terlihatlah ia tetap Ben yang sama: meledak-ledak, dan berusaha menghindari masalah yang sesungguhnya.

Karakter Jody di film kedua juga tidak lupa dieksplor—bahkan lebih banyak dari sebelumnya. Kalau fokus film pertama lebih berat ke sisi Ben, maka Filosofi Kopi 2 memberikan Jody waktunya sendiri untuk bersinar. Jody yang kerepotan dengan seluruh pilihan-pilihan Ben, Jody yang merasa selalu ada di bayang-bayang barista legendaris itu, dan Jody sebagai salah satu "ibu" dari Filosofi Kopi.


Filosofi Kopi 2: Ben & Jody memiliki kumpulan lagu yang tidak kalah indah untuk menemani beberapa adegan penting di filmnya. Di halaman berikutnya, akan kita bahas tentang musik dan final verdict untuk film ini!

Musik

[youtube_embed id="t8553YoCXS0"]

Dari obrolan behind the scene yang ditayangkan lewat kanal YouTube visinema, Angga Dwimas Sasongko sebagai sutradara mengaku bahwa film pertama Filosofi Kopi merupakan sebuah film yang narasinya juga didorong oleh pilihan lagu pengiringnya. Ia tidak ingin menghilangkan konsep itu di Filosofi Kopi 2.

Hasilnya? Luar biasa. Kalau mau mengutip langsung dari sutradaranya:

Soundtrack adalah narasi kedua

[youtube_embed id="0EPiJA0mU0U"]

Salah satu soundtrack yang muncul dibawakan oleh fourtwnty berjudul "Aku Tenang." Ini bukan pertama kalinya saya mendengar lagu tersebut, tapi mendengarnya bersamaan dengan adegan yang ditayangkan? Rasanya seperti minum perfecto-nya Ben.

[youtube_embed id="fY8L4K30hDw"]

Tapi saya terkejut saat mendengar lagu yang satu ini muncul juga. Lagu yang dibawakan oleh Banda Neira dengan judul "Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti" dengan sempurna menggambarkan Filosofi Kopi 2 dengan singkat. Dan ya seperti lagu Banda Neira lainnya, setiap mendengarkan lagu ini saya kembali jatuh cinta pada mereka (meskipun sudah bubar)

[duniaku_adsense]

Final Verdict

Review Filosofi Kopi 2: Ketika Mimpi Bertemu Realita

Pandangan saya terhadap Filosofi Kopi 2 tidak berubah bahkan setelah keluar bioskop. "Filosofi Kopi tidak butuh sekuel."

TAPI.

Meskipun Filosofi Kopi tidak membutuhkan sekuel, Filosofi Kopi 2 adalah sekuel yang teramat baik. Tidak hanya ia menyajikan sebuah cerita yang segar, ia juga mampu memberikan kedalaman yang lebih kompleks terhadap karakter-karakter dari film pertama. Filosofi Kopi 2 juga menampilkan keindahan Indonesia, kali ini dengan Toraja sebaga pilihannya. Tapi, tujuan mereka ke Toraja beda dengan pencarian Tiwus mereka pada film pertama.

Review Filosofi Kopi 2: Ketika Mimpi Bertemu Realita

Banyak hal yang ingin saya bicarakan juga mengenai kopi dan Indonesia, tapi hal tersebut enggak ada hubungannya dengan ulasan film ini. Mungkin nanti, kapan-kapan kalau masih sempat.

Overall? Saya bisa dengan bangga bilang bahwa saya melangkah keluar bioskop dengan perasaan gembira dan amat sangat terpuaskan.

Dan jadi ingin minum kopi.

Oh dan psst, saya masih menunggu ada orang yang cukup gila yang mau mengadaptasi serial Supernova-nya ibu suri. Entahlah, novel fantasi dengan latar dunia kita? Buat saya sih material film banget. Tapi entah, mungkin belum ditemukan sutradara yang cukup gila untuk mengangkat ke-6 bukunya.

Diedit oleh Fachrul Razi


Konferensi komunitas Game terbesar di Indonesia! Coba berbagai macam game dan dapatkan doorprize di GAME PRIME 2017, Balai Kartini, Jakarta, 29-30 Juli 2017. Info >>> http://www.gameprime.asia/pameran

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU