Novel Assassin's Creed: Revelations, Akhir Perjalanan Panjang Ezio Auditore

Tidak banyak gamer yang gemar membaca novel, tapi pasti banyak gamer yang tergiur melihat novel Assassin's Creed: Revelations. Ini merupakan novelisasi dari game berjudul sama, dengan edisi bahasa Indonesianya baru saja diterbitkan oleh Ufuk Fiction .

Novel Assassin's Creed: Revelations, Akhir Perjalanan Panjang Ezio Auditore

Tidak banyak gamer yang gemar membaca novel, tapi pasti banyak gamer yang tergiur melihat novel Assassin's Creed: Revelations. Ini merupakan novelisasi dari game berjudul sama, nomor terakhir dari seri Ezio Auditore. Dengan harga Rp79.900,00, edisi bahasa Indonesianya baru saja diterbitkan oleh Ufuk Fiction (cabang Ufuk Press) 7 Januari 2013 lalu.

Revelations merupakan novel keempat dari seri Assassin's Creed yang diterbitkan di Indonesia (semua ditulis oleh Oliver Bowden dan diterjemahkan oleh Melody Violine). Riwayat Ezio pada Renaissance dan Brotherhood sempat diselingi oleh kisah Altaïr dalam The Secret Crusade (terbit pertengahan 2012). Pada akhir cerita Brotherhood, Ezio berpisah dari dua sahabatnya, Machiavelli dan Leonardo da Vinci. The Secret Crusade memberi tahu kita ke mana Ezio pergi sesudah itu, yaitu Konstantinopel, tapi Ezio hanya tampil membaca jurnal yang mengisahkan riwayat Altaïr, pendahulunya dari Suriah. Dari situ Ezio mengetahui bahwa Altaïr membuat perpustakaan besar di Benteng Masyaf, maka Revelations merupakan perjalanan Ezio untuk membuka kembali perpustakaan yang menyimpan pengetahuan terbesar Ordo Assassin.

Novel Assassin's Creed: Revelations, Akhir Perjalanan Panjang Ezio Auditore

Seperti novel-novel sebelumnya, cerita berjalan linier tanpa bergantian dengan zaman modern sebagaimana di dalam versi game. Gamer yang sudah menamatkan game Revelations tentu tahu bahwa Ezio bertemu Desmond di perpustakaan Altaïr. Bagaimana dengan versi novelnya?

Keadaan fisik Ezio yang sudah berumur mungkin tidak kentara di video game-nya, tetapi lain halnya di dalam novel. Pembaca dapat merasa ketar-ketir sekaligus takjub dengan bagaimana Ezio dapat mengatasi penurunan stamina dan ketangkasannya. Pengalaman dan kecerdikan berperan besar dalam aksi Ezio menerobos dan kabur seorang diri dari Benteng Masyaf yang dikuasai Templar.

Perbedaan lain yang menonjol antara versi game dan novel adalah perasaan Ezio tergambar jelas di novel ini. Tidak seperti Altaïr yang memang dididik untuk menjadi Assassin sejak kecil, Ezio dibesarkan sebagai anak bangsawan yang hidup damai. Dia merindukan itu semua dan ingin berkeluarga, tapi dia bertekad menuntaskan tanggung jawabnya terlebih dulu bagi Ordo yang dipimpinnya.

Masa pensiun Ezio diceritakan pula di dalam novel Revelations. Sama dengan film animasi pendek Assassin's Creed: Embers dan edisi khusus game Revelations, tamu tak diundang (Shao Jun) mengusik kedamaian Ezio bersama keluarganya di Tuscan. Sofia (istri) serta Marcello dan Flavia (anak-anak) terpaksa diungsikan sementara Ezio dan sang tamu dari negeri timur ini menghadapi musuh-musuh yang mengikutinya. Sebagai nomor penutup, mungkin saja kejadian ini mengakhiri hayat sang Master Assassin.

Seraya menunggu kabar-kabar perkembangan film layar lebar Assassin's Creed, mari kita bernostalgia dulu dengan membaca novel ini. Novel selanjutnya, Assassin's Creed: Forsaken, sudah diterbitkan oleh ACE Books dan sedang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Apabila ada usul agar buku-buku Assassin's Creed lain diterbitkan juga dalam bahasa Indonesia, bisa disampaikan kepada akun twitter @ufukita.

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU