Review Naura dan Genk Juara: Film Musikal Keluarga Berhati Besar
Mendengar musikal film Naura dan Genk Juara ini bikin teringat percobaan sains dan majalah Bobo dan juga ingat Petualangan Sherina. Film berhati besar yang menyenangkan. Ajak anakmu nonton (kalau udah punya anak). Kalau belum nonton aja gpp~
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sumber: Bobo[/caption]
Film khusus anak-anak sangat langka ada di bioskop-bioskop Indonesia, apalagi dipresentasikan secara musikal. Simak review Naura dan Genk Juara berikut.
Siapa yang tidak kenal Petualangan Sherina (2000)? Film arahan Riri Riza dengan aktris Sherina Munaf tersebut jadi film paling dicintai publik Indonesia sampai sekarang. Selain kontennya yang friendly untuk keluarga, Petualangan Sherina juga jadi titik balik dari kelamnya perfilman Indonesia.
[duniaku_baca_juga]
Sebenarnya tak bisa menyamakan film legendaris tersebut dengan Naura dan Genk Juara. Memang, ada banyak persamaan di antara keduanya, salah satunya sama-sama film musikal. Namun setiap film punya kekuatannya masing-masing. Tinggal yang penting, apakah kita menikmati film tersebut atau tidak.
Naura dan Genk Juara yang disutradarai oleh Eugene Panji (Cita-Citaku Setinggi Tanah, 2012) ini boleh jadi oase di tengah keringnya film anak Indonesia di bioskop. Sebelum lebih lanjut masuk pada review Naura dan Genk Juara, coba pantau dulu sinopsisnya berikut.
Sinopsis
Naura (Adyla Rafa Naura Ayu), Okky (Joshua Rundengan), dan Bimo (Vickram Priyono) adalah siswa brilian di sekolahnya. Dalam perlombaan sains, ketiganya berhasil menang dengan produk inovasi masing-masing: Naura dengan gelang GPS, Okky dengan roket air, dan Bimo dengan drone yang bisa terbang mengikuti sensor.
Oleh karena jadi juara, mereka kemudian jadi perwakilan sekolah untuk ikut Kemah Kreatif di bumi perkemahan Situ Gunung, berlomba dengan sekolah lain. Tapi Bimo anaknya sombong banget sehingga mereka pun bertengkar.
Di saat itu juga, rombongan pencuri satwa liar, Trio Licik sedang menjalankan aksinya. Ketiga Genk Juara ini pun bekerja sama dengan Kipli (Andryan Sulaiman), seorang ranger cilik untuk mencegah perbuatan para pencuri fauna tadi.
Film Musikal untuk Keluarga
Sumber: Youtube[/caption]
Film yang dibuat untuk penonton anak-anak dengan konten Indonesia sangat jarang sekali hadir di bioskop Indonesia, apalagi film musikal. Pascarilis Petualangan Sherina 17 tahun lalu, kita menonton film-film musikal seperti Joshua Oh Joshua (2001), Rumah Tanpa Jendela (2011), hingga Laskar Semut Merah (2014).
Jarang hadirnya film-film bergenre ini tentunya membuat variasi tontonan anak-anak Indonesia berkurang. Banyak dari tontonan anak-anak didominasi oleh animasi-animasi luar, seperti Zootopia (2016) dan yang terakhir, Cars 3 (2017). Bukannya menyalahkan pilihan tontonan, tetapi lebih kepada variasi yang disediakan saja.
Seperti pada awal review Naura dan Genk Juara di atas, menonton film musikal ini tentunya mengingatkan saya pada Petualangan Sherina. Keduanya punya persamaan, beberapa di antaranya adalah punya protagonis yang sama-sama anak perempuan (Sherina dan Naura), mengambil cerita petualangan, dan tentunya punya villain penculik.
Penamaan judul Petualangan Sherina juga dibuat karena Sherina pada waktu itu sedang tenar sebagai penyanyi cilik. Ini sama dengan Naura yang sekarang sedang meniti karier sebagai penyanyi cilik juga, walaupun bagian penamaan judul film entah memang ikut sama atau tidak.
Naura dan Genk Juara membawa fitur-fitur yang akrab untuk film musikal keluarga. Ada keluarga lengkap yang saling menyayangi, punya teman-teman yang baik dan ada juga yang menyebalkan, hingga penjahat yang ceria dan koplak abis. Film ini lalu menambahkan dan menekankan pada fitur proyek sains.
Dan film ini menggunakannya dengan baik sehingga jadi sangat menyenangkan untuk ditonton.
Sumber: Youtube[/caption]
Anak-anak yang ikut dalam Kemah Kreatif tersebut menggunakan kreasi-kreasi berbasis sains mereka untuk mengejar pencuri satwa liar. Ada yang pakai roket air, drone, bahkan bom semangka.
Ini tidak bohong, memang benar bom semangka. Bom semangka ini diledakkan seperti ranjau. Melihat Trio Licik, terkena bom tersebut, plus dipresentasikan dengan slow-motion... it’s a hell of fun!
Keunggulan utama film ini adalah lagu-lagunya yang sangat enak di telinga. Dengarkan mereka di halaman sebelah!
Lagu-lagu yang Menyenangkan Telinga
Sumber: Beritasatu[/caption]
Sebagai film musikal, premis dan lain-lain boleh nomor sekian. Yang paling utama dinilai adalah bagaimana film ini mempresentasikan musik yang dibawakan, seperti lagu-lagu dan koreografinya.
Nah, lagu-lagu yang diciptakan Mhala dan Tantra Numata serta kemudian ditata musiknya oleh komposer Andi Rianto (Arisan!, Mengejar Matahari) ini terdengar menyenangkan di telinga. Melodi-melodinya sangat catchy dan liriknya juga mudah dinyanyikan.
Coba dengarkan saja lagu pembuka film ini, Juara. Nadanya terdengar sangat bersemangat, apalagi dinyanyikan oleh Naura yang karakternya memang energik. Apapun bisa, bila kita mau untuk terus belajar. Atau boleh juga dengarkan lagu Aku Hanya Ingin Pulang yang terdengar lebih sedih dengan pembawaan merintih. Tuhan dengarkan doaku sekali laaaaaagi~
https://open.spotify.com/track/2oE1zoZyaM4eWBEhXtw80j
Rasanya ingin ikut menyanyi melolong-lolong di bioskop ketika masuk bagian musikalnya. (Tapi tentunya ini tidak mungkin dan para orang tua barangkali akan segera bawa anaknya keluar dari studio karena dikira macam-macam)
Satu hal yang menjadi catatan adalah beberapa lagu kurang terdengar rame ketika diputar di layar lebar. Contohnya adalah lagu Setinggi Langit yang lebih banyak memutar suara dentuman. Akibatnya, bagian lagu ini terasa kurang bersemangat. Penonton di sebelah saya menguap. Padahal lagunya tak bisa dipungkiri, bagus sekali.
Catatan lain ada pada koreografinya. Ini bukan soal gerakan, tetapi tempat di mana para tokoh menari. Dalam adegan-adegan ini, kamera lebih sering menyorot wide plus high dengan bantuan drone. Ini membuat latar tersorot lebih luas, memperlihatkan orang-orang selain para tokoh, termasuk yang sekadar numpang lewat saja. Entah itu memang bagian dari koreografi atau tidak, tapi itu sangat mengganggu konsentrasi dan terjadi tak hanya sekali.
Kekurangan Teknis dan Kegagapan Cerita
Sumber: Jawapos[/caption]
Kekurangan teknis paling terasa dalam film ini adalah gambar-gambarnya. Ia bisa dilihat bahkan dari adegan-adegan awal, seperti penggunaan kamera drone yang terlalu banyak. Padahal jika kita mengikuti perkembangan film Indonesia pascateknologi drone muncul, hasilnya tak begitu baik. Gambarnya pecah dan mengganggu mood.
Selain itu, pencahayaan oleh penata gambar Wendy Aga Wahyudi juga miskin. Beberapa gambar-gambar awal terlihat lebih kurang cerah, padahal lagu pembukanya sangat bersemangat. Pun juga pada adegan-adegan selanjutnya terdapat gambar-gambar blur.
Sementara itu, narasi dari naskah oleh penulis skenario Asaf Antariksa dan Bagus Bramanti terlihat gagap, terutama dalam bagian-bagian antarcerita. Ini membuatnya seperti kurang masuk akal dan melompat-lompat kasar sehingga tak nyaman diikuti. Cela ini dapat dirasakan sejak film memasuki bagian konfliknya.
Naura yang Energik
Sumber: Bobo[/caption]
Terlepas dari kekurangan aspek teknik di atas, salah satu aktor yang berdiri menonjol adalah Naura sendiri. Penyanyi cilik berumur 12 tahun ini mengisi karakter Naura dengan sangat energetik. Kedua rekannya, Joshua dan Vickram juga sama-sama antusias, tetapi Naura-lah yang membuat adegan ketiganya lebih hidup.
Suaranya juga merdu.
Pesona dan kharismanya protagonis utama, terutama ketika bagian menyanyi dan menari membuat adegan musikal jadi lebih bersemangat. Sayangnya ketika film mulai memasuki babak akhir, porsinya mulai terasa berkurang digantikan dengan lebih banyak adegan untuk Trio Licik. Padahal energinya dibutuhkan untuk mengangkat film ini.
Kesimpulan
Kesimpulan dari review Naura dan Genk Juara ini adalah Indonesia bisa dibilang kekurangan film-film musikal keluarga. Dan film ini berhasil menjadi oase, terlepas dari kekurangan teknisnya. Ia sangat menyenangkan untuk ditonton sekaligus juga menyenangkan melihat anak-anak—yang menjadi target audience utamanya—ikut senang setelah keluar dari bioskop.
[read_more id="345974"]
Bagi yang bukan anak-anak lagi, menonton Naura dan Genk Juara mengingatkan kita pada asiknya masa kecil dulu, ingat percobaan-percobaan sains dari Majalah Bobo, hingga ingat Petualangan Sherina.
Diedit oleh Fachrul Razi