Review Knight Kris: Terasa Menonton Film Animasi yang Belum Selesai
Walaupun animasinya mulus dan desain karakternya keren, Knight Kris mengakhiri film di tengah cerita yang belum selesai. Mengecewakan sekali
Bayusekti dengan keris "zanbato" melawan Nahwara. Sumber: YouTube[/caption]
Film animasi lokal Knight Kris sebenarnya menjanjikan, tapi plotnya tak benar-benar selesai ketika filmnya berakhir. Simak seperti apa dalam review Knight Kris berikut ini.
Seperti yang Duniaku.net tulis tentang Knight Kris dalam artikel sebelum ini, Indonesia cukup kesulitan untuk mengorbitkan film-film animasinya. Selain karena kemampuan SDM yang belum banyak dan fasilitas yang belum merata, harga untuk memproduksi film animasi terbilang mahal sekali.
[read_more id="347004"]
Knight Kris dilaporkan menghabiskan dana hingga Rp 18 miliar, dan sebagai koreksi untuk artikel sebelumnya, Battle of Surabaya yang rilis tahun 2015 lalu dikabarkan menghabiskan dana $5 juta (hampir Rp 70 miliar). Biaya Knight Kris saja bahkan hampir dua kali lipat dari film live-action Indonesia yang rata-rata tidak sampai Rp 9 miliar.
Masa pengerjaannya juga melelahkan. Knight Kris sudah dikerjakan sejak 8 tahun lalu dengan menghitung masa pra-produksi termasuk 3 tahun di dalamnya mengerjakan animasi seperti modeling, desain karakter, hingga pengerjaan CGI.
Lalu, setelah banyak uang yang telah keluar dan lamanya pengerjaan, film ini ternyata belum benar-benar komplet. Namun, sebelum lebih lanjut masuk ke review Knight Kris, silakan baca sinopsisnya terlebih dahulu.
Sinopsis
Bayu (diisi suaranya oleh Chika Jessica) adalah anak yang riang; ia punya mimpi menjadi pahlawan super setelah membaca komik di bawah pohon. Hari itu juga, sepupunya Rani (Stella Cornelia) baru tiba dari kota untuk menghabiskan liburannya di desa.
Perhatian mereka kemudian tertarik pada seorang warga desa yang mengaku dikejar hantu dari hutan sebelah utara. Merasa tertantang, apalagi dikompori oleh tiga orang bully, Bayu pergi ke hutan utara, menyeret Rani juga.
[duniaku_baca_juga]
Di sana, Bayu kemudian mencabut keris yang tertancap di dalam candi (seperti King Arthur dengan Excalibur-nya). Ternyata keris itu mampu mengubah Bayu menjadi Bayusekti (Deddy Corbuzier), kesatria harimau dengan keris (pedang) yang digunakan seperti zanbato-nya Sagara Sanosuke (Rurouni Kenshin).
Keris itu juga menjadi semacam segel yang telah mengurung monster jahat bernama Asura selama seribu tahun.
Bayu dan Rani tiba di candi penjara Asura. Sumber: YouTube[/caption]
Bersama Empu Tandra (Bimasakti, ia mengisi suara Giant dalam Dorameon) dan Rani, Bayu kemudian berpetualang menemukan pecahan keris untuk mengalahkan Asura. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan Yuda (Kaesang Pangarep), seorang penerus klan penempa keris legendaris dan Nahwara (Santoso Amin, juga mengisi suara Suneo), tangan kanan Asura.
Bagaimana nasib Bayu dan timnya? Simak kelanjutan review Knight Kris berikut ini.
Animasi dan Desain Karakter Menarik
Sebagai film animasi, hal pertama yang langsung dapat dinikmati tentunya visual, dan dalam hal ini, ya animasi. Indonesia memang kekurangan sumber daya untuk membuat film animasi sebaik industri Jepang dan Barat (Hollywood). Meskipun ada yang baik, kita tidak serajin mereka merilis beberapa film tiap tahunnya.
Deddy Corbuzier, produser, pengisi suara, sekaligus penyanyi lagu tema Knight Kris mengatakan dalam konferensi persnya bahwa film animasinya ini punya animasi yang tak kalah bagusnya dari produksi Hollywood. Kamu barangkali mengira Deddy terlalu mengada-ngada, namun ia tak sepenuhnya salah.
Kualitas animasi Knight Kris pastinya lebih baik daripada film animasi panjang Indonesia sebelum ini. Gayanya memang lebih cartoonish, tidak berusaha realistis seperti Battle of Surabaya. Misalnya kepala Bayu yang terlihat lebih besar daripada tubuhnya.
Kepala besar Bayu. Sumber: YouTube[/caption]
Animasi-animasi yang ditampilkan sudah tidak kaku dan lebih luwes daripada Battle of Surabaya, meskipun film tahun 2015 tersebut unggul di background yang indah. Sepanjang penglihatan, tak ada animasi yang patah-patah; ia mulus dan enak dipandang.
Namun sepertinya studio animasi Viva Fantasia cukup kesulitan menggambar satu benda: daun. Beberapa kali saat adegan menampilkan gambar dedaunan yang ditiup angin, gambarnya terlihat tidak detail, sedikit blur, dan kurang rapi.
Selain itu, seluruh tampilan Knight Kris tampak kurang cerah dengan warna-warna yang kurang kontras. Ambil contoh pada pertarungan finale antara Bayusekti dan Nahwara, meskipun keduanya sama-sama memakai zirah emas, mereka tak benar-benar menonjol di layar.
Yang menggembirakan tentunya adalah desain karakter. Sebagai film animasi anak-anak bergenre aksi dan fantasi, desain karakter penting sekali, setidaknya untuk menarik perhatian.
Desain karakter Nahwara adalah yang paling keren. Lihat saja banyaknya bentuk-bentuk lancip dan tubuhnya yang kurus menggambarkan belalang sembah. Ia punya satu topeng utama di depan dan dua di kanan dan kirinya. Dengan cara memijak seperti penari balet, ia bergerak lincah sekali.
Nahwara yang keren. Sumber: YouTube[/caption]
Desain karakter Nahwara bahkan mampu mencuri perhatian daripada Bayusekti.
Sementara Bayusekti, ia punya baju zirah seperti kesatria di bagian torso dan penutup kepala. Dengan kerisnya yang besar, kemampuannya mengandalkan brute force, berseberangan dengan Nahwara.
Namun yang membuat Bayusekti kurang menarik adalah bagaimana film ini mempresentasikannya. Barangkali badannya terlalu besar sehingga sangat jarang sekali tampil full-body. Ia juga jarang mengeluarkan kekuatan unik, tidak seperti Nahwara yang punya beragam skill.
Meskipun punya konsep yang menarik dan kualitas animasi yang lumayan, film ini punya masalah besar di cerita. Simak mengapa dalam kelanjutan review Knight Kris di halaman sebelah!
Cerita yang Kering dan juga Belum Usai
Keris Excalibur-nya King Bayu. Sumber: YouTube[/caption]
Selain benar-benar fokus pada animasi, tim kreatif Knight Kris tampaknya juga harus lebih banyak memperhatikan cerita. Film ini lebih tampak seperti linimasa kejadian daripada upaya untuk mendongeng.
Misalnya saja kita tak diperlihatkan latar belakang Bayu selain ia punya cita-cita jadi superhero sehabis membaca komik dan seorang anak dari ayah biasa. Budaya desa tempat tinggal mereka juga tak diolah lebih niat. Knight Kris lebih tampak meminjam desa sebagai latar saja daripada tinggal dan hidup di dalamnya.
Hasilnya, sulit untuk bersimpati pada Bayu dan para warga desa. Jika mereka dikutuk jadi batu, ya sudah, tak ada tarikan emosi dari perasaan khawatir. Naskah dan cara bercerita yang kering seperti ini tidak akan membuat penonton tergerak.
Empu Tandra menasihati kids zaman now. Sumber: YouTube[/caption]
Sejak menonton hingga menulis review Knight Kris ini, satu-satunya yang menjadi bahan pikiran adalah mengapa film ini memutuskan untuk mengakhiri film di tengah-tengah cerita yang belum usai.
Pascamelawan Nahwara dan ular kobra ciptaannya yang mirip pokemon Arbok, Bayu dkk. tidak ditampilkan melawan Asura. Film ini langsung berakhir begitu saja, bahkan tanpa ada pengumuman seperti Warkop DKI Reborn: Part 1 (2016). Knight Kris bahkan tidak mencantumkan embel-embel Part 1 atau sejenisnya.
Ada potongan cerita yang juga tak (belum) masuk dalam film ini, seperti bagaimana nasibnya kelima kesatria lain selain Bayusekti yang tampil dalam trailer. Apakah akan menjadi seperti Power Rangers? Apapun itu, potongan cerita tersebut menarik untuk dipantau.
Para kesatria siap menyelamatkan dunia... sebelum mereka menghilang. Sumber: YouTube[/caption]
Alih-alih memperkaya dunia fantasinya seperti itu, Knight Kris justru menampilkan adegan pertempuran Bayusekti vs. Nahwara yang panjaaaaang sekali, bahkan dilakukan dua kali dengan venue berbeda.
Entah Deddy sebagai produser dan Antonius sebagai sutradara sekaligus penulis skrip ingin membuat sekuel atau memang pengerjaan film animasi ini belum komplet, tindakan untuk memotong film secara kasar tanpa pemberitahuan ini sangat mengecewakan. Patah hati saya dibuatnya.
Kesimpulan
Angkara murka Asura. Sumber: YouTube[/caption]
Sebagai kesimpulan review Knight Kris, film ini sebenarnya punya banyak hal untuk ditawarkan dan banyak hal juga untuk diapresiasi. Sebagai film animasi, Knight Kris adalah tanda perkembangan animasi dalam negeri sepeninggal Battle of Surabaya.
Knight Kris bisa saja dipadatkan menjadi satu film utuh jika mengalahkan Asura adalah puncak konfliknya. Dengan memperkaya cara bercerita dan sedikit merapikan animasi, Knight Kris berpotensi menjadi landmark animasi Indonesia.
Mengecewakan sekali Knight Kris mengakhiri film padahal cerita belum usai.
Diedit oleh Fachrul Razi