Review American Assassin: Aksi Spionase dengan Plot Generik
American Assassin adalah film aksi-mata-mata yang basi dalam plot, tumpul dalam adegan aksi, dan tak cukup membangkitkan minat sebagai film mata-mata. #film
Sumber: Youtube[/caption]
American Assassin dibangun di atas plot generik dan adegan aksi standar. Simak ulasannya berikut ini.
Ada yang selalu diharapkan dari menonton film-film aksi. Entah itu karena faktor aktor seperti franchise James Bond dan Mission Impossible, faktor style seperti The Man from U.N.C.L.E (2015) dan Kingsman (2014), faktor komedi seperti film-film Jackie Chan, faktor sejarah seperti Bridge of Spies (2015), faktor brutalitas seperti John Wick (2014), faktor kemahiran bela diri seperti The Raid (2011), dan lain sebagainya.
[duniaku_baca_juga]
Tapi sangat sulit sekali mencari pembelaan untuk film American Assassin. Barangkali ia memang cocok untuk orang-orang yang lagi pengin nonton film aksi tanpa harus terbebani plot ribet nan konspiratif.
Sinopsis
Di suatu pantai indah di Ibiza, Spanyol, Mitch Rapp (Dylan O’Brien) bermaksud melamar kekasihnya di antara ombak-ombak pantai. Beberapa saat kemudian, sekumpulan teroris bermuka Arab dengan dagu dipenuhi jenggot berantakan sekonyong-konyong menembaki turis-turis yang sedang asik liburan. Entah darimana teroris-teroris itu berasal, kita tak pernah diberi tahu. Barangkali mereka naik kapal seperti perompak-perompak Algiers.
Di akhir pembantaian, kekasih Rapp tewas. Delapan belas bulan kemudian Rapp menjelma menjadi pribadi dingin. Setiap hari ia latihan bagaimana cara membunuh. Ia juga menjalin kontak dengan teroris yang menyerangnya dengan maksud untuk menyusup dan membunuh si gembong teroris. Rapp bahkan sampai belajar bahasa Arab dan hapal sejarah Nabi.
Ia kemudian direkrut oleh CIA dan dianggap senjata terbaik intelijen Amerika. Entah dari mana dan atas motivasi apa, kita juga tak tahu. Jadi bodo amat. Maka dimulailah petualangan Rapp menjadi assassin kebanggaan Amerika.
Sumber: Rotten Tomatoes[/caption]
Plot dan Aksi Generik
Seorang mata-mata; direkrut oleh institusi tertentu untuk menyelamatkan dunia dari senjata pemusnah massal; punya motivasi psikologis yang berdampak pada pekerjaannya; kenal dengan seorang karakter cantik yang juga pandai bertarung lalu saling jatuh hati; Arab, Iran, dan Rusia adalah orang jahat sementara Amerika adalah baik; karakter utama yang susah mati; tritagonis simpatik, you name it all. Itu adalah plot standar yang biasa ditemui dalam film-film aksi dari masa ke masa, dan ada dalam American Assassin.
Praktis tidak ada hal yang baru dan inovatif. Hal ini juga membuat alur cerita sangat bisa ditebak dan menciptakan rasa bosan. Tumpul dan hambar.
Penonton sangat sulit sekali untuk bisa bersimpati terhadap para tokoh di dalam film. Penulis naskah Stephen Schiff, Michael Finch, Edward Zwick, dan Marshall Herskovitz enggan sekali menceritakan motivasi karakter-karakternya. Misalnya saja, Wakil Direktur CIA Irene Kennedy (Sanaa Lathan) tiba-tiba tanpa alasan yang jelas kukuh mempertahankan Rapp yang suka rebel dan tak patuh arahan. Motivasi villain utama Ronnie “Ghost” (Taylor Kitsch) juga tak jelas dari mana.
Kalau saja intelijen Amerika dipimpin oleh orang dengan tabiat seperti Irene Kennedy dan agen-agennya bertingkah seperti Rapp, barangkali Uni Soviet masih ada. Mungkin maksud film ini ingin mengorbankan logika-logika dasar demi memenuhi rule of cool atau hiburan. Tapi dalam dunia yang dibangun realistis oleh penulis Schiff dkk. ini, sulit untuk tidak perhatian pada hal-hal dasar namun esensial seperti motivasi ini.
American Assassin terbilang main aman dengan plot-plot generik seperti itu. Protagonis yang baik dan menggebu-gebu (apalagi dilabeli American oleh judul filmnya) melawan antagonis yang stereotip (Arab/Iran/Rusia) yang bodoh, ceroboh, dan tidak kompeten.
Sumber: Trailer Track[/caption]
Selain itu, adegan aksinya juga terbilang standar. Tak ada hal-hal baru yang yang membikin kita berteriak whoaa, entah itu brutal atau keren. Paling yang mendekati adalah adegan pembuka di pantai Ibiza di awal film yang penuh darah dengan efek luka yang gory.
Yang paling mengecewakan adalah kelakuan film ini dalam memperlakukan Scott Adkins. Scott Adkins (yang terkenal setelah franchise Undispute) adalah satu dari sedikit aktor Amerika yang benar-benar mahir dalam bela diri dan nyaman di depan kamera. Tapi American Assassins tak memberikannya porsi penting dalam adegan pukul-pukulan, bahkan kemunculannya bisa dengan cepat dilupakan. What a waste of talent.
[duniaku_adsense]
Satu-satunya yang menggembirakan adalah Michael Keaton yang berperan sebagai Stan Hurley, mentor Rapp yang punya memori buruk dengan murid sebelumnya. Ia memberi nyawa bagi karakter Hurley yang efisien, tangguh, dan dapat diandalkan. Keriput di wajah dan tatapan matanya seakan berbicara.
Pada akhirnya, film ini sebenarnya dapat dilewatkan tanpa merasa ada penyesalan atau kehilangan.
Diedit oleh Fachrul Razi