Lagu Final Fantasy di Debat Capres : Ke Mana Kreativitas Kita?
Buat citizen khususnya penggemar game Final Fantasy pasti menyadari pelantunan musik "Victory Fanfare" pada acara debat capres akhir pekan kemarin. Mengapa hal ini bisa tejadi? Ke mana karya anak bangsa kita sendiri?
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bagi para citizen yang mengikuti rangkaian proses pemilihan umum presiden (pilpres), tentu citizen tidak melewatkan acara debat capres Prabowo Subianto dan Joko Widodo yang diadakan di berbagai stasiun TV nasional. Debat 15 Juni lalu bertema 'Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial'.
Namun di luar serunya perdebatan antarcapres ini, ada hal yang janggal pada rangkaian acara debat calon presiden ini. Citizen bisa menyimak kejanggalan tersebut pada video ini.
[youtube id="b8DnOj2uk3A"]
Apakah citizen menyadarinya? Lebih tepatnya, apakah citizen MENDENGAR sesuatu yang janggal? Betul, ada sebuah lagu yang familiar diperdengarkan di sini. Buat citizen khususnya penggemar game Final Fantasy pasti sudah akrab dengan lagu "Victory Fanfare" yang biasa diperdengarkan ketika kita meraih kemenangan dalam battle di Final Fantasy.
Alunan lengkapnya bisa didengar di sini
[youtube id="ZMovw9o9YCk"]
Tentunya hal ini menimbulkan berbagai pertanyaan terkait pemakaian lagu ini. Beberapa masalah yang akan timbul antara lain :
Esensi Pemakaian Lagu
Victory Fanfare, sebagaimana judulnya, biasa dilantunkan setelah kita memenangkan battle melawan musuh. Lagu yang berirama bersemangat ini memang cocok didengar ketika kita melakukan selebrasi kemenangan. Tentunya hal ini menjadi janggal ketika dilantunkan pada debat capres. Pertanyaannya, memang kemenangan siapa yang dirayakan? Kedua capres belum ada yang memenangkan pertarungan apa pun, bahkan ini masih pada tahap debat capres ke-2. Melantunkannya di awal acara membuat esensi lagu ini jadi meleset dari maksud dan tujuan yang sebenarnya.
Permasalahan Hak Cipta
Ya, inilah yang paling patut kita perhatikan dengan serius. Kita sendiri suka mempermasalahkan kalau budaya bangsa dicomot negara lain. Namun justru kita sendiri ternyata suka mencomot hasil karya orang lain. Victory Fanfare karya Nobuo Uematsu ini sudah dikenal khususnya di dunia game. Berkat kerja kerasnya, lagu-lagu yang ia komposisikan mengiringi kesuksesan judul-judul Final Fantasy.
Permasalahan hak cipta sebenarnya telah dirangkup dalam Undang-Undang. Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, ciptaan yang dilindungi disebutkan pada Pasal 12 dengan bunyi :
(1) Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
Pemakaian lagu untuk tujuan pendidikan -jika debat capres ini bisa dianggap sebagai acara pendidikan-, juga diatur pada pasal 15 yang berbunyi :
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
Tapi tentu saja prosedur penyebutan narasumber harus tetap disebutkan. Sayangnya penulis tidak menemukan apakah sumbernya dicantumkan atau tidak. Namun terlepas dari prosedur pemakaian hak cipta dalam acara pendidikan, hal ini sepatutnya diperhatikan secara serius, mengingat acara debat ini adalah acara berskala nasional. Jika kita mau karya anak bangsa sendiri dihormati, semestinya kita terlebih dahulu harus menghormati karya orang lain.
Ke Mana Karya Anak Bangsa Kita?
Terlepas bahwa aransemen musik selain pembukaan awal menggunakan musik yang -mungkin- diciptakan anak bangsa sendiri, pemasangan lagu karya orang luar negeri pada awal acara semestinya diharapkan tetap menggunakan karya anak bangsa sendiri. Debat capres merupakan acara berskala nasional, tentu ini menjadi momen yang tepat untuk mempromosikan karya anak bangsa sendiri ke seantero nusantara. Dengan memakai karya bangsa lain, takutnya seolah-olah karya bangsa sendiri justru tidak dihargai bangsanya sendiri. Padahal banyak komposer lagu di negara ini mampu berkreasi dan menciptakan lagu yang tidak kalah dengan karya komposer luar negeri. Asalkan ada kemauan dari penyelenggara, ini tidak mustahil untuk digalakkan.
Untuk itu ke depannya diharapkan tidak hanya penyelenggara acara pendidikan, namun juga seluruh acara pertelevisian Indonesia mau menghargai karya anak bangsanya sendiri. Semoga saja hal ini bisa menjadi perhatian bagi penyelenggara acara debat capres. Karena bangsa ini lama menunggu hingga karyanya dihargai oleh bangsa sendiri.