Review Game Night: Komedi Hitam Jenaka yang Penuh Kejutan

Apa jadinya kalau ketegangan yang kamu rasakan saat menonton film aksi thriller dipadu dengan lelucon-lelucon receh berkualitas? Game Night-lah jawabannya!

Review Game Night: Komedi Hitam Jenaka yang Penuh Kejutan

 

Komedi hitam bukanlah genre favorit orang-orang Indonesia (dan sebagian besar penonton kasual) yang cenderung lebih suka dengan humor-humor receh atau slapstick, terbukti dengan kesuksesan film-film komedi seperti Comic 8 Part 1 & 2, duologi Warkop DKI Reborn: Jangkrik Bos!, atau film-film garapan komika seperti Raditya Dika dan Ernest Prakasa di tangga box office nasional.

Tanpa ingin merendahkan selera penonton, patut diakui bahwa komedi hitam memang cenderung punya segmen penonton yang lebih spesifik, karena membutuhkan kemampuan ekstra untuk membuat hal-hal yang cenderung tabu atau dialog-dialog yang cerdik bisa membuat penonton tertawa, dan tentu saja tak semua penonton bisa menerima hal-hal itu karena kemungkinan bisa tidak menangkap leluconnya atau malah menjadi tersinggung. Bisa dibilang komedi hitam adalah genre dengan peluang hit and miss yang paling besar.

Kabar Game Night akan tayang di Indonesia cenderung cukup mengejutkan bagi penulis -yang juga penggemar genre ini-, mengingat film ini berada di dalam genre yang jarang digemari dan kurang populernya Jason Bateman -bintang utama Game Night- di kalangan penonton lokal.

Namun siapa sangka, di bawah arahan duo sutradara John Francis Daley dan Jonathan Goldstein Game Night mampu memadukan dialog-dialog cerdik yang penuh dengan refrensi budaya pop Amerika, humor slapstick, dan bahkan aksi thriller dalam sebuah sajian yang jenaka nan menegangkan selama 100 menit penuh? Mari kita simak ulasannya!


Malam Mengasyikkan yang Berakhir Ricuh

Review Game Night: Komedi Hitam Jenaka yang Penuh Kejutan

Max (Jason Bateman) dan Annie (Rachel McAdams) adalah sepasang suami istri yang senang bermain permainan, baik itu permainan tebak-tebakan, menyusun balok, bermain peran, dan lain-lain. Bahkan mereka pertama kali bertemu -dan jatuh cinta- kala mereka mengikuti sebuah kompetisi permainan tebak-tebakan.

Kecintaan dan obsesi mereka terhadap permainan tetap mereka bawa ke dalam kehidupan rumah tangga mereka, dengan mengadakan tradisi "Game Night" di mana tiap akhir minggu mereka mengajak teman dan kerabat dekat untuk berkumpul di rumah dan bermain bersama-sama.

Namun pada suatu kesempatan spesial, Brooks (Kyle Chandler); adik laki-laki Max yang jauh lebih sukses dan kaya raya dari dirinya mengajak Max, Annie, dan teman-teman mereka untuk datang ke rumah mewahnya untuk bermain permainan peran terskenario, di mana orang-orang yang sudah disewa oleh Brooks akan berpura-pura menculiknya dan siapapun yang berhasil menemukan dirinya lewat petunjuk-petunjuk yang ia berikan akan mendapatkan sebuah hadiah spesial; mobil Stingray miliknya.

Tak diduga, skenario penculikan yang awalnya hanya direncanakan sebagai permainan belaka berakhir ricuh kala aksi penculikan nyata terhadap Brooks benar-benar terjadi. Hanya dalam waktu satu malam saja, Max, Annie, dan kawan-kawan harus berusaha meyelamatkan Brooks yang melibatkan aksi tembak-tembakan senjata api, kejar-kejaran mobil, dan menyelinap ke rumah tetangga yang mencurigakan.


Simak lanjutan ulasannya di halaman kedua!


Kegoblokan yang Berfaedah

Review Game Night: Komedi Hitam Jenaka yang Penuh Kejutan

Berbeda dengan film-film komedi hitam favorit penulis seperti In Bruges (2008) atau Three Billboards Outside Ebbing, Missouri (2017) yang berada di dalam sub-genre tragikomedi yang menggabungkan kisah-kisah yang cenderung tragis di dalam balutan humor-humor ironis yang membuatmu tertawa pahit, Game Night terasa seperti sebuah parodi film The Game (1997) yang "sangat Amerika".

Maksud dari "sangat Amerika" adalah bahwasanya Game Night hanya memanfaatkan elemen-elemen komedi kasar khas Hollywood yang penuh dengan hal-hal vulgar seperti kekerasan, dialog yang penuh dengan makian dan kata-kata jorok, serta refrensi budaya pop Amerika yang sepertinya sangat digemari para pelawak belakangan ini.

Namun syukurnya, di bawah arahan Goldstein dan Daley yang tangkas, film ini tak jatuh menjadi film komedi eksploitasi, mereka tahu batasan-batasan mereka dan mampu mengemasnya ke dalam sebuah tontonan yang singkat, padat, jelas, dan tentu saja sangat menghibur.

Sesuai dengan tema filmnya yang berpusat tentang permainan, cara Game Night menuturkan kisahnya pun bak menyusun kepingan teka-teki yang pada awalnya tampak saling tak sambung dan berantakan. Ada subplot tentang persaingan antar saudara, tentang Max dan Annie yang sangat ingin memiliki anak namun terhalang oleh Max yang mandul, dan keberadaan tokoh Gary (Jesse Plemons); tetangga Max dan Annie yang tampak kesepian dan menyeramkan.

Menerka-nerka dan berusaha menyusun subplot-subplot ini selama film berlangsung sudah cukup seru, namun Game Night tak mau bermain aman dan dengan cerdiknya mempermainkan penonton lewat plot twist demi plot twist yang datang bertubi-tubi nan menggelitik bak mengejek ekspektasi penontonnya, menambah elemen kejutan dan misteri yang mungkin tak terlalu kompleks namun menambah nilai plus untuk tetap membuat penonton tertarik dengan kisahnya.

Review Game Night: Komedi Hitam Jenaka yang Penuh Kejutan

Refrensi-refrensi budaya pop juga cukup dominan di dalam Game Night, dari parodi adegan perampokan kafe di Pulp Fiction, sampai nama Daniel Day-Lewis pun tak luput menjadi bahan bacotan karakter-karakternya.

Momen-momen ini cukup menghibur, namun beberapa kali juga terkesan agak dipaksakan dan terlewat sering, membuat beberapa punchline yang seharusnya lucu menjadi garing karena terlalu dibuat-buat. Ayolah, tak perlu juga tiap 5 menit sekali menyebut nama selebriti atau judul-judul film kalau ingin melucu. Kendati begitu ini komplain minor dan tak mengganggu pengalaman menonton secara keseluruhan.

Yang menjadi keunggulan Game Night justru komedi slapstick-nya, seperti sekuen pembedahan dadakan yang ngilu-ngilu kocak, atau adegan oper-mengoper telur paskah yang dieksekusi dengan sangat baik, begitu baik sampai-sampai penulis kaget melihat totalitas tim produksinya untuk tidak hanya membuat sebuah sajian yang menghibur, namun juga memiliki sisi teknis yang bisa dibilang sangat memukau untuk sekedar film komedi. Benar-benar kejutan yang menyenangkan.

Tentu saja semua ini didukung dengan karakter-karakter memikat yang dimainkan dengan sangat baik oleh jajaran pemainnya yang kompeten, meskipun tak sebagus Daniel Day-Lewis, ha!

Didukung dengan naskah yang cerdik karya Mark Perez, bacotan-bacotan tak berfaedah dari tokoh-tokohnya mampu membuat kita terhubung dengan mereka. Chemistry antara Bateman dan McAdams dari awal film sudah terasa sangat klop, hanya lewat sekuen pendek di awal filmnya kita sudah dibuat tertarik dan suka dengan pasangan nyeleneh ini, terutama kharisma komedi McAdams yang tak bisa diremehkan, ia benar-benar bersinar di Game Night.

Tak cuma sebatas pada tokoh Max dan Annie, namun tokoh-tokoh pendukung lainnya dibuat seunik dan semenarik mungkin dengan masing-masing mendapatkan lampu sorot khusus lewat momen-momen yang menggelikan namun tak pernah mengalihkan fokus kisahnya, terutama Jesse Plemons yang menjadi MVP kejutan yang sukses mencuri perhatian tiap ia muncul di layar.


Verdict

Game Night mungkin tidak menyajikan sesuatu yang baru, hampir semua yang ada di dalamnya merupakan formula dari berbagai film-film komedi yang sudah-sudah, baik yang bagus maupun yang buruk.

Namun bakat Daley dan Goldstein dalam merancang sebuah aksi-komedi yang tidak hanya menegangkan namun juga jenaka tak boleh diremehkan, jelas mereka memiliki mojo dalam mengangkat materi basi menjadi sebuah spektakel hiburan yang sangat direkomendasikan sebagai pelepas penat.

Game Night adalah hiburan mutlak yang sangat nikmat dari awal hingga akhir, karena itu jangan lupa untuk share ulasan ini ke teman-teman dan kerabat kalian, atau mungkin kalian punya opini yang berbeda dari penulis yang bisa kalian sampaikan di bagian komentar!

Diedit oleh Fachrul Razi

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU