Review A Quiet Place: Bertahan dari Maut di Dalam Kesunyian!
Tampil bak film bisu dengan dialog yang SANGAT sedikit, A Quiet Place menyajikan sebuah tontonan mencekam di mana tokoh-tokohnya dilarang untuk mengeluarkan bunyi sekecil apapun atau nyawa mereka akan menjadi taruhannya.
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sebagai debut penyutradaraan film horor dari aktor-sutradara John Krasinski, A Quiet Place membuktikan bahwa dengan dialog yang minim film ini mampu membuatmu menahan nafas dan merasa terancam dengan kesunyiannya.
Kalian semua pasti pernah mendengar pepatah "Silence is gold" (Diam adalah emas), bukan? Ada banyak arti dari pepatah tersebut, namun sebagian besar mengartikannya sebagai tindakan di mana kita memilih untuk diam demi menyelamatkan diri sendiri atau orang lain dari masalah, karena bisa jadi kalau kita memilih untuk membuka mulut, apa yang kita lakukan atau ucapkan malah hanya akan membuat kita terjerat oleh masalah atau memperkeruh suasana.
Namun, apa jadinya bila "Silence is gold" tersebut menjadi peraturan mutlak bagi dirimu untuk bisa bertahan hidup? Apa jadinya bila sekecil apapun bunyi yang kita keluarkan -entah itu dengan berbicara atau bernafas- akan menjadi taruhan untuk nyawa kita? Premis tersebut yang menjadi dasar dari film horor A Quiet Place disutradarai sekaligus dibintangi oleh John Krasinski bersama Emily Blunt -yang tak lain adalah istrinya sendiri- di sini.
Silence is Gold, Silence is Survival
A Quiet Place berlatar tidak jauh di masa depan. Umat manusia sudah nyaris punah, kota-kota besar maupun kecil berubah menjadi tempat yang sunyi bak kota hantu, mereka yang masih selamat harus bertahan hidup dengan bersembunyi dari para monster-monster misterius buas yang tak jelas asal usulnya.
Anehnya, monster-monster ini bukanlah monster-monster biasa. Mereka sepertinya buta, namun mereka memiliki pendengaran yang sangat sensitif, mereka akan memburu apapun yang bisa mengeluarkan suara; salah satunya adalah manusia. Kala sekedar bertahan hidup dengan sembunyi-sembunyi pun tak cukup, manusia yang masih bertahan ini harus berusaha untuk tidak mengeluarkan suara sedikitpun.
Sebuah keluarga kecil yang terdiri dari sang Ayah (John Krasinski), Ibu yang hamil tua (Emily Blunt), beserta putra dan putrinya ini adalah fokus dari A Quiet Place, di mana kita melihat keseharian satu dari sedikit keluarga yang masih bertahan hidup dari serangan monster-monster dengan hidup di dalam kesunyian.
Kesunyian berperan penting dalam membangun suasana mencekam dalam A Quiet Place, seberapa ampuh sih trik ini? Simak ulasannya di halaman kedua!
Mencekam Tanpa Ampun
Premis film horor di mana para tokohnya dilarang untuk mengeluarkan suara mungkin sudah cukup familiar lewat film Don't Breathe (2016) yang brilian itu, namun dengan tambahan gimmick fiksi ilmiah post-apocalyptic serta luar biasa minimnya dialog di film ini menjadi bumbu penyedap yang sangat menarik. Syukurnya, semua elemen tersebut dieksekusi dengan nyaris sempurna.
Meskipun berlatar di dunia pasca kiamat dan dengan sedikit elemen fiksi ilmiah, inti dari A Quiet Place bukanlah tentang menguak misteri datang dari mana monster-monster tersebut dan apa nasib manusia-manusia lainnya di Bumi, melainkan ia adalah sebuah drama tentang keluarga kecil yang bertahan hidup di akhir jaman. Sudah, hanya itu, tak ada sub-plot lain.
Tidak ada adegan kilas balik atau narasi pembuka yang menjelaskan "kiamat"nya, namun film ini sedikit meminta penontonnya untuk berimajinasi dengan memberikan pemandangan seperti gedung-gedung kosong yang digerogoti lumut dan tanaman, mobil-mobil rongsok yang ditinggal begitu saja di jalan seolah-olah sang pengemudi keluar dengan buru-buru, mini market yang terbengkalai meskipun masih ada banyak barang-barang jualan yang tersisa.
Kita (penonton) tidak tahu apa yang terjadi dan apa yang sedang memburu dan membantai satu per satu manusia di Bumi. Implikasi-implikasi kecil seperti ini yang benar-benar memberikan perasaan yang disebut "Fear of the unknown", di mana kita merasa takut dan terancam akan hal-hal yang tidak kita mengerti atau ketahui asal usulnya.
Contoh mudahnya seperti kamu sedang berada di dalam kamar di malam hari, mendadak ada yang mengetuk jendela kamar padahal kamarmu ada di lantai dua. Kamu tidak tahu apa yang ada di luar sana dan tidak berani untuk membuka jendela itu, 'kan? Perasaan takut dan mencekam itulah yang membuat rasa ngeri A Quiet Place berbeda dari film-film horor pada umumnya.
Menggunakan adegan-adegan sunyi yang nyaris atau sama sekali tidak menggunakan dialog untuk menceritakan kisahnya adalah hal yang sangat sulit dilakukan. Namun sekuen awal A Quiet Place memberikan gambaran sempurna terhadap apa yang akan kita saksikan di menit-menit selanjutnya, sulit untuk percaya bahwa ini adalah debut Krasinski menyutradarai horor karena ia benar-benar menguasai gaya penceritaan "show, not tell" di sini.
Sepanjang 95 menit film berjalan, A Quiet Place berjalan seperti sebuah film bisu meskipun jelas ini tidak masuk kategori silent film. Dialog dalam film ini disampaikan lewat bahasa isyarat dan berbisik-bisik, ditemani dengan efek suara seperti langkah kaki atau rumput yang bergesekan, sesekali ditemani dengan musik latar untuk menggambarkan emosi adegannya. Paruh awal filmnya memang agak sulit untuk dinikmati mengingat kita masih belum terbiasa dengan penyajian unik seperti ini.
Bila dalam film arthouse, penggunaan adegan-adegan sunyi ini bisa berpotensi membuat penonton biasa mengantuk atau bosan, namun dalam A Quiet Place, Krasinski menggunakannya sebagai senjata yang paling ampuh untuk menakut-nakuti penonton dan tanpa sadar, kita pun ikut-ikutan tidak mengeluarkan suara dan menahan nafas ketika adegan-adegan seram terjadi di paruh kedua filmnya yang begitu intens.
Sound effect di dalam film ini benar-benar juara, mungkin setara atau melampaui Dunkirk (2017) karya Christopher Nolan yang sama-sama minim dengan dialog. Pengalaman mendengarkan suara langkah kaki, kaca pecah, dan pekikan monster yang memekakkan telinga hanya bisa dinikmati sepenuhnya dengan sistem audio bioskop yang menggelegar, dan A Quiet Place benar-benar memanfaatkan format ini dengan membuat efek-efek suara itu jauh lebih keras dan dominan dibandingkan suara-suara lain.
Ya, A Quiet Place adalah film horor, namun "hati" dalam film ini terletak pada drama kasih sayang keluarga yang berjuang keras untuk bertahan hidup dan saling melindungi. Jujur penulis tidak menduga emosi dalam film ini cukup dalam, momen-momen emosional dan sendunya bisa sama menonjoknya dengan momen-momen mencekamnya, sebuah pencapaian yang luar biasa dari film yang minim dialog dan dengan durasi pendek.
Seluruh jajaran pemain dalam film ini patut diberikan apresiasi lebih, terutama Krasinski yang memerankan sosok Ayah yang ingin terlihat tegar namun masih tergoyah dengan tragedi di masa lalu atau Blunt yang memancarkan kharisma Ibu yang tangguh dan mandiri.
Namun pencuri perhatian di sini adalah Millicent Simmonds yang memerankan tokoh anak perempuan yang tuli, ia benar-benar menghidupkan sosok gadis ABG yang emosinya masih labil. Tokoh si anak perempuan ini juga menjadi senjata rahasia film ini, di mana story arc dirinya-lah yang menjadi kunci dari konflik utama di filmnya.
Bila penulis ingin cerewet sedikit, ada sedikit komplain akan logika film ini yang kurang masuk akal seperti dari mana keluarga kecil ini mendapatkan pasokan listrik kalau seisi kota mereka sudah terbengkalai? Toh tidak mungkin pakai genset karena bunyi mesinnya sangat berisik, pun di film ini tidak pernah diperdengarkan sekalipun bunyi mesin tersebut. Ah, tapi ini hanyalah cacat minor yang tidak mengurangi kenikmatan menonton sepenuhnya.
Verdict
A Quiet Place menyeimbangkan sekuen-sekuen menegangkan dan mencekamnya dengan momen-momen emosional dan sendu yang tak kalah menonjok dengan baik, dibantu dengan naskah prima, penyutradaraan Krasinski yang nyaris tanpa cacat, sound effect yang menggelegar, serta skor musik brilian dari Marco Beltrami.
A Quiet Place adalah pengalaman menonton yang melelahkan dan terkadang sampai mencekikmu, namun jangan salah, kedalaman emosinya-lah yang membuat film ini begitu spesial. An absolute must see.
Diedit oleh Fachrul Razi