Bedah Masalah Monetisasi Game Mobile di Indonesia dan Tips untuk Menyelesaikannya
Simak bagaimana pendapat Anton Soeharyo dari Touchten Games mengenai masalah ini yang disampaikan dalam salah satu sesi di hari kedua Casual Connect Asia 2015 kemarin!
Anton Soeharyo (kanan) dan Elaine Huang[/caption]
Kesulitan untuk monetisasi game di Indonesia? Anton Soeharyo dari Touchten Games dan Elaine Huang dari E27 hadir untuk membahas masalah tersebut dan bagaimana solusi untuk menyelesaikannya.
[read_more link="http://www.duniaku.net/2015/05/19/liputan-casual-connect-asia-2015-day-1/" title="Casual Connect Asia 2015, Mengintip Miniatur dan Perkembangan Industri Game Kasual"]
Indonesia merupakan negara dengan jumlah populasi terbesar keempat di seluruh dunia dengan total 250 juta penduduk. Tentu banyak developer menganggap ini adalah sebuah potensi pasar yang besar untuk game yang dikembangkan. Namun kenyataan rupanya tidak "semanis" itu, karena ada banyak masalah yang menghambat sebuah game bisa mendapatkan revenue dari gamer Indonesia. Untuk membahas masalah monetisasi game tersebut, di hari kedua Casual Connect Asia 2015 Rabu, 20 Mei 2015 kemarin Anton Soeharyo dari Touchten Games dan Elaine Huang dari e27 hadir dan mengadakan sesi tanya jawab yang menarik.
Anton mengungkapkan Indonesia tidak seperti di China yang dibanjiri dengan toko-toko aplikasi pihak ketiga yang tumbuh subur. Toko aplikasi di Indonesia yang paling ideal hanya iTunes App Store (iOS) dan Google Play Store (Android) saja. Untuk audiens gamer-nya sendiri, Android masih mendominasi dengan 73%, disusul dengan iOS yang hanya sekitar 3% saja. Pertumbuhan pasar Android ini bisa tumbuh pesat karena banyaknya bermunculan device-device baru dengan harga yang murah. Tentu hal ini bisa menjadi sebuah pertanda bagi developer yang akan masuk ke pasar Indonesia agar lebih fokus ke platform Android.
[read_more link="http://www.duniaku.net/2015/05/20/tren-pertumbuhan-game-mobile-asia-dunia/" title="Bedah Tren Pertumbuhan Game Mobile Asia dan Dunia Bersama App Annie"]
Pasar Indonesia sendiri sebenarnya cukup besar, 40% dari keseluruhan pasar di Asia Tenggara. Lantas kenapa monetisasinya masih rendah? Penetrasi kartu kredit adalah salah satu masalahnya. Anton mengatakan, bahwa penetrasi kartu kredit ini masih rendah, jumlahnya hanya 3% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Dari 3% tersebut, mungkin hanya sekitar 0.5% penduduk yang memiliki karena ada yang memiliki kartu kredit lebih dari satu. Belum lagi, 0.5% dari penduduk tersebut tidak semuanya bermain game dan mau membayar untuk bermain game. Jadi itu salah satu alasan mengapa monetisasi di Indonesia masih rendah.
Sebenarnya sudah ada solusi untuk menanggulangi masalah monetisasi game tersebut, seperti kehadiran pembayaran pihak ketiga seperti Codapay dan Indomog. Google Play juga sudah melakukan langkah bagus dengan menerapkan carrier billing (pembayaran dengan menggunakan pulsa) bekerja sama dengan dua operator seluler terbesar di Indonesia, Telkomsel dan Indosat. Namun hal tersebut juga masih menimbulkan masalah, dimana pembayarannya pun masih cukup rumit dengan harus melewati 7 langkah berbeda. Belum lagi ada tambahan pajak 10% yang dibebankan kepada pembeli. Masalah lain yang muncul adalah di Indonesia lebih banyak pengguna kartu prabayar, dengan saldo kurang dari US $1 setiap bulannya. Hal tersebut memicu gagalnya pembelian, karena Google Play menerapkan aturan minimal harga US $0.99 untuk setiap game dan item yang dijual.
[read_more link="http://www.duniaku.net/2015/05/20/desain-game-usil-casual-connect-asia-2015/" title="Begini Jadinya Jika Para Developer Bikin Desain Game “Usil”!"]
Mengenai User Acquisition, cara terbaik yang bisa dilakukan developer untuk mendapatkan pemain adalah dengan menggunakan Facebook Ads. User Facebook di Indonesia sangat banyak dan bisa ditarget dengan mudah melalui berbagai opsi yang disediakan oleh Facebook. Selain itu, mental masyarakat Indonesia yang lebih suka "mencoba dulu sebelum membeli" bisa menjadi cara yang bagus untuk menerapkan monetisasi. Hal tersebut yang membuat di Indonesia (juga di dunia) lebih populer game dengan format free to play dibandingkan yang premium (berbayar).
Terakhir, Anton memberikan satu tips menarik untuk monetisasi game dan sukses di pasar Indonesia yaitu dengan membangun hype terlebih dahulu. Kamu bisa memulai untuk membangun pondasi satu game yang kuat lebih dulu untuk membangun hype, lantas mulai monetisasi game. Anton menambahkan, bahwa sekitar satu tahun lagi, ada satu game yang bisa mendapatkan revenue US $1 juta di Indonesia. Jadi, mulai buat game-nya dari sekarang, sehingga saat waktu itu tiba kamu bisa siap bersaing untuk mendapatkannya.