Liputan: Diskusi Membahas Sistem Rating Game di Indonesia Bersama Kemenkominfo
Beberapa perwakilan developer, publisher dan media game bersama dengan Kemenkominfo mengadakan diskusi untuk merumuskan sistem rating game di Indonesia. Seperti apa diskusinya? Simak liputannya di dalam!
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sistem rating game tidak kalah pentingnya dibandingkan konten dari game itu sendiri. Dengan menggunakan sistem rating, kita bisa mengetahui untuk pasar umur berapa game tersebut ditujukan. Selama ini, kita mengenal ada beberapa sistem rating di dunia, mulai dari ESRB (US), CERO (Jepang) dan PEGI (Eropa). Sistem rating itulah yang menjadi patokan dalam menentukan target user game yang masuk ke Indonesia selama ini. Kelemahannya, sistem rating tersebut terkadang tidak sesuai dengan kultur dan budaya Indonesia, karena memang disusun oleh negara lain.
Nah, untuk itulah Kementrian Komunikasi dan Informasi Indonesia (Kemenkominfo) bekerja sama dengan beberapa pelaku industri game di Indonesia bekerja sama untuk menyusun sistem rating milik Indonesia sendiri. Tujuannya untuk membuat standar rating game yang akan masuk ke Indonesia, yang sesuai dengan kultur, budaya dan identitas bangsa. Diskusi untuk membahas sistem rating ini sendiri sudah dilaksanakan di beberapa kota, dan pada hari Kamis, 25 April 2014 kemarin, Focus Group Discussion (FGD) ini mampir ke kota Surabaya. Bertempat di Hotel Santika, FGD ini menghadirkan beberapa perwakilan dari Kemenkominfo, beserta pelaku industri game di Indonesia mulai dari developer (diwakili oleh Anton Boediono dari Artoncode Indonesia dan Arief Widhiyasa dari Agate Studio), publisher (Andi Suryanto dari Lyto), dan media (Wendy Chandra dari Megindo dan Ami Raditya dari Zigma Omega). FGD ini juga dihadiri beberapa perwakilan dari komunitas Game Developer Arek Suroboyo seperti Eka Pramudita dari Mojiken Studio, Radik Kriolampah dari Elven Games, Adhicipta Wirawan dari Mechanimotion dan Rudy Sudarto dari ArtLogic Games.
Ami Raditya mengungkapkan, bahwa sistem ini dibuat sesuai dengan kultur dan identitas Indonesia. Ami mencontohkan, bahwa ada beberapa aspek yang di negara lain dianggap tabu, tetapi di Indonesia tidak dan begitu pula sebaliknya. Dari draft awal yang sudah disusun, terdapat beberapa pengelompokan rating berdasarkan umur, mulai dari U (ditujukan untuk semua umur), B (Balita, usia 1-5 tahun yang membutuhkan pendampingan orang tua), A (Anak, usia 6-10 tahun yang membutuhkan bimbingan orang tua), R (Remaja, usia 13 tahun ke atas dan masih membutuhkan bimbingan orang tua), D (Dewasa, usia 17 tahun ke atas) dan X (Lebih Dewasa, 21 tahun ke atas).
FGD berlangsung interaktif dan menarik dengan berbagai pertanyaan dan jawaban yang dilontarkan oleh peserta. Salah satunya adalah mengenai bagaimana implementasi sistem rating ini untuk menyaring game dalam bentuk digital. Luat Sihombing selaku Kasi Pengembangan Produk Industri Konten Multi Media, Dit. Pemberdayaan Industri Informatika mengungkapkan, bahwa sebagai permulaan tidak semua game akan di-rating. Luat mengungkapkan, bahwa untuk awal tim perumus sistem rating ini menginginkan sebuah sistem rating terstandar di Indonesia, dan akan menyaring game Arcade dan Online terlebih dahulu.
Pendapat tersebut dilanjutkan oleh Andi Suryanto, yang mengungkapkan keinginan agar sistem rating ini menjadi rujukan bagi orang tua yang ingin mengetahui informasi rating dari game yang dimainkan oleh anaknya. Andi memberikan contoh, bahwa selama ini Lyto memiliki showcase di beberapa kota untuk memfasilitasi hal tersebut. Nah dengan sistem rating ini bisa mempermudah orang tua mendapatkan informasi mengenai game tersebut, tanpa harus mengunjungi showcase yang dimaksud. Selain memberikan informasi, sistem rating ini memiliki tujuan utama sebagai himbauan bagi para orang tua sebelum memilih game terbaik untuk anaknya. Terakhir, Andi mengungkapkan harapannya agar nanti ada kesepakatan antara developer dan publisher Indonesia untuk menggunakan sistem rating ini dan meletakkannya di satu bagian game mereka seperti di layar loading.
Mengenai implementasi ini, Ami Raditya juga menambahkan bahwa implementasi ini akan diprakarsai oleh developer dan publisher yang berada di bawah naungan Asosiasi Game Indonesia (AGI). Selain itu Duniaku juga akan memiliki satu survey bagi para developer untuk menentukan rating yang pas bagi game yang mereka kembangkan. Adhicipta sependapat dengan hal tersebut, dan menyarankan bahwa portal itu nantinya jangan hanya digunakan sebagai survey, melainkan juga sebagai rujukan orang tua jika ingin mengetahui rating game yang dimainkan oleh anak-anaknya.
Kepala Subdit Program Konten, Direktorat Sistem Informasi Industri Perangkat Lunak-Direktorat Pemberdayaan Industri Informatika Selliane Ishak juga menambahkan, bahwa sistem rating ini sifatnya adalah pedoman, bukan regulasi karena belum ada penghargaan maupun hukuman bagi yang menjalankan atau mengabaikannya. Selliane juga kembali menegaskan bahwa mereka ingin awalnya sistem ini diterima oleh masyarakat dan tujuan utamanya adalah untuk menyaring game dari luar yang masuk dan menjadi pedoman bagi developer indonesia untuk menentukan target user game yang mereka kembangkan. Anton Boediono menambahkan, bahwa sistem rating ini juga akan mempermudah lokalisasi game dari luar negeri karena Indonesia sudah memiliki standarnya.
Eka Pramudita memiliki saran mengenai implementasi ini. Eka mengungkapkan bahwa nantinya harus ada sistem penilaian ala sistem rating di negara lain seperti ESRB dan PEGI. Untuk implementasi ke depan, ada baiknya pemerintah juga memiliki badan tersendiri untuk menerima pengaduan dari orang tua mengenai pelencengan implementasi sistem ini. Arief Widhiyasa menambahkan bahwa sistem penilaian nantinya harus dilakukan dalam tiga level, pertama penilaian diri sendiri yang dilakukan oleh developer, review dari para pengguna, dan review resmi dari badan rating resmi Indonesia.
Setelah diskusi yang menarik, FGD dilanjutkan dengan showcase game-game buatan developer Surabaya, sekaligus menjadi uji coba penerapan sistem rating ini untuk game mereka. Mulai dari Mojiken Studio, Elven Games, hingga Mechanimotion mulai menunjukkan game mereka, sekaligus langsung dinilai ratingnya oleh tim perumus rating ini. Saat diujicoba, sistem ini masih belum berjalan maksimal, karena masih memiliki sedikit celah yang harus dirumuskan kembali solusinya.
FGD di Surabaya ini hanya satu acara dari rangkaian diskusi sistem rating game di Indonesia. Diskusi akan kembali berlanjut di kota lain untuk lebih memantapkan draft sistem sebelum resmi diluncurkan. Semoga dengan adanya sistem rating ini bisa turut memajukan industri game di Indonesia, serta lebih mengedukasi gamer dan orang tua agar bisa memilih game mana yang cocok untuk dimainkan sesuai dengan usia mereka dan putra putri mereka.