Game Developers Gathering 2012: Event Roundup Part 1
Banyak cerita yang didapat dari Game Developers Gathering (GDG) 2012 yang berlangsung hari Sabtu lalu. Untuk itu, saya akan menulisnya dalam beberapa bagian artikel yang saya beri judul Game Developers Gathering Trilogy ini. Selamat menikmati liputan bagian pertama ini!
Sabtu tanggal 26 Mei 2012 lalu mungkin menjadi salah satu hari yang bersejarah bagi para pelaku industri game, baik untuk industri game lokal maupun juga dari internasional seperti Jepang, China dan Singapura. Ya, pada hari Sabtu lalu para pelaku industri kreatif tersebut yang terdiri dari developer, publisher dan juga investor berkumpul di hall Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Serpong – Tangerang untuk mengikuti acara Game Developer Gathering (GDG) yang diadakan UMN bekerja sama dengan Toge Productions, salah satu game developer papan atas di Indonesia. Seperti apa acaranya?
Menurut data yang didapat penulis dari panitia penyelenggara, jumlah peserta GDG tahun 2012 ini jauh lebih banyak daripada peserta tahun lalu ketika diselenggarakan di Universitas Bina Nusantara. Tercatat ada sekitar 600 peserta yang memadati hall UMN, yang terdiri dari mahasiswa, perwakilan dari game developer serluruh Indonesia, dan tentu saja media. Acara tepat dimulai pada pukul 09.00 (bukan tepat sih, mungkin yaa telat sekitar 5-10 menit lah, tetapi tidak masalah.. :D) dan dipandu oleh dua MC cantik di atas panggung, Stacy dan Amanda.
Acara dibuka dengan sambutan yang diberikan oleh bapak Ninok Leksono, yang merupakan rektor dari UMN. Beliau menjelaskan tentang pentingnya industri kreatif, khususnya gaming di Indonesia serta komitmen dari UMN untuk terus mendukung perkembangan industri ini dengan masuknya mata kuliah yang mengarah ke pengembangan game di beberapa jurusan serta adanya komunitas game developer.
Selanjutnya, yang mendapat kesempatan kedua untuk memberikan sambutan adalah Kris Antoni, CEO dan Co-founder dari Toge Productions, sekaligus Chairman dari GDG ini sendiri. Dalam sambutannya, Kris memaparkan tentang visi dan misi dari GDG. GDG adalah acara tahunan non profit yang bertujuan untuk mempertemukan para praktisi di Industri game, mulai dari developer, publisher dan investor. Bukan hanya mempertemukan, namun di GDG diharapkan mereka bisa saling membagi ilmu dan pengalamannya kepada praktisi baru untuk memajukan perkembangan industri game di Indonesia.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa industri gaming di Indonesia dan di dunia saat ini tumbuh lebih pesat dari industri perfilman Hollywood, dan dia menunjukkan sebuah statistik tentang potensi pengguna game di Indonesia, dan mencatat ada sekitar 7 Juta penduduk (sekitar 3% dari total populasi) Indonesia yang merupakan hardcore gamer, dan sekitar 43 Juta pengguna Facebook yang bisa dijadikan lahan pasar game casual. Dia juga sekilas menunjukkan perbedaan antara industri game Indonesia tahun 2009 dengan 2012 yang dikatakannya tumbuh sangat pesat dalam kurun waktu 3 tahun tersebut. Pada 2009, disebutnya developer Indonesia tidak memiliki funding, hanya ada sekitar 20 studio saja, serta kebanyakan mengerjakan proyek outsourcing. Beda dengan tahun 2012 ini, dimana tercatat ada sekitar 80 developer, sudah dilirik oleh investor dan beberapa sudah memiliki IP sendiri yang mendunia.
Setelah Kris Antoni, pembicara selanjutnya adalah Noritaka Kobayashi, Vice President GREE Singapore yang menjelaskan tentang platform sosial mobile GREE yang kini sudah mendunia. Sebelumnya dia membeberkan latar belakang pembuatan platform ini, dan mengatakan bahwa penetrasi smartphone di dunia saat ini sudah sangat pesat, dimana penjualan Smartphone (terutama Android dan iPhone) di dunia saat ini sudah melebihi penjualan PC dan juga penetrasi Internet mobile yang lebih tinggi daripada internet desktop. Selain itu, dia juga menunjukkan bagaimana saat ini game yang bertipe Free 2 Play menggunakan item premium lebih disukai daripada game yang premium. Penggunaan model Free 2 Play dengan menggunakan item premium ini selain disukai oleh gamer, juga disukai oleh para developer karena dengan menggunakan metode ini, developer bisa memperoleh pemasukan berkali-kali dari penjualan item tersebut. Bandingkan dengan game premium, dimana developer hanya menerima satu kali pemasukan saja, saat game tersebut dibeli. Pendapat tersebut juga didasari dengan fakta, bahwa sekitar 20 dari 25 game yang terjual di beberapa market adalah game yang menerapkan metode freemium ini.
Salah satu genre yang memiliki basis penggemar yang cukup besar di Jepang dan dunia (menurut GREE) adalah genre Card Battle, dimana game mereka yang dirilis di iOS, Zombie Jombie saat ini menduduki peringkat keempat Top Free, dan peringkat 10 Top Grossing di market US saja. Menarget market yang spesifik juga bagus, dan salah satu game GREE yang menarget spesifik adalah Alien Family, yang menarget wanita usia 25 hingga 40 tahun.
Setelah Kobayashi, giliran Toshihiko Suyama, Director of Marketing Development dari DeNA yang mendapatkan kesempatan mempresentasikan anatomi dari social game di Jepang, dan perbandingannya dengan developer Asia Tenggara. Salah satu perbedaan yang mencolok adalah bagaimana cara developer mendapatkan pemasukan dari game yang mereka buat. Di Jepang, developer hanya memusatkan perhatian pada mendapatkan pemasukan dari barang-barang virtual (item mall), sedangkan di Asia Tenggara para developer masih memiliki banyak opsi untuk mendapatkan pemasukan mulai dari barang virtual, aplikasi berbayar, in-game Ads, hingga Ads game.
Dia juga memberikan sedikit tips bagaimana untuk memaksimalkan pemasukan dari barang virtual ini. Pertama, bagi pemain game kamu dengan tiga segmen, yaitu pemain yang tidak ingin membayar untuk barang virtual, pemain yang membayar secara normal, dan pemain yang rela menghabiskan uang banyak. Kedua, berikan tindakan yang berbeda-beda terhadap tiga segmen ini, seperti buatlah pemain yang tidak membayar untuk menyadari sulitnya mengalahkan pemain yang membayar, atau untuk pemain yang hanya membayar normal, buatlah dia menjadi penasaran untuk mengalahkan pemain yang rela menghabiskan uang banyak demi barang-barang virtual ini. Selain itu, dia juga menjelaskan pentingnya seorang analis di dalam tim pengembang game untuk menganalisa apakah rencana tersebut berjalan dengan lancar dan mencari tahu tindakan apa yang seharusnya dilakukan setelah itu. Di akhir presentasi dia membuktikan semua tips dan analisa tersebut dengan data-data yang sudah dicapai oleh Mobage, dimana konsumsi Moba Coin (koin virtual yang digunakan dalam game-game Mobage) mencapai lebih dari 50 Juta Yen hingga akhir 2011 lalu.
Pembicara terakhir dari sesi pertama ini adalah Hironao Kunimitsu, CEO dari Gumi yang menjelaskan tentang bagaimana strategi global yang dilakukan oleh Gumi. Kunimitsu adalah salah satu pembicara paling interaktif dalam acara kali ini dan seringkali meluncurkan joke-joke segar, salah satunya dia salut dengan penyelenggara event yang bisa mempersatukan GREE dan Mobage dalam satu panggung, yang mana keduanya adalah rival sejati di pasar Jepang. Di awal presentasi, dia menjelaskan besarnya market social game di Jepang, dimana dia memprediksikan tahun 2013 nanti pendapatannya akan mencapai lebih dari US $ 7 Milyar, serta perkembangannya lebih pesat jika dibandingkan dengan consumer game. Dia juga membandingkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai angka yang sama, social game dianggapnya memiliki kurun waktu tercepat jika dibandingkan dengan industri film dan consumer game.
Gumi juga menyebutkan beberapa game yang berhasil meraih market yang luas dan laris, mulai dari FIFA World Class Soccer, Monster Hunter yang dikembangkan bekerja sama dengan Capcom, hingga Knight Wars. Di akhir presentasi dia juga mencanangkan sebuah target menarik, yaitu mengalahkan Zynga di percaturan social game dunia, dan disambut oleh tepuk tangan gemuruh dari para peserta.
[/caption]
Sesi pertama sudah berakhir. Saatnya Coffe break, dan saya juga harus break dulu menulis artikelnya ya… Tunggu seri kedua tulisan ini hanya di duniaku.net!
[/caption]
Untuk mengikuti liputan Game Developers Gathering 2012 ini, silahkan klik link di bawah ini!