Review The Killing of a Sacred Deer: Film Horor Absurd yang Sangat Intens
Sutradara The Lobster, Yorgos Lanthimos, kembali bersama Colin Farrel untuk menyajikan film horor absurd yang sangat mencekam. Baca review-nya di sini!
Sutradara The Lobster, Yorgos Lanthimos, kembali bersama Colin Farrel untuk menyajikan The Killing of a Sacred Deer. Baca review-nya di sini!
Sinopsis
Steven Murphy adalah dokter bedah di rumah sakit ternama. Dia memiliki rumah bagus, istri cantik, dan dua anak yang berprestasi. Secara keseluruhan, kehidupannya bisa dibilang sangat bagus.
[duniaku_baca_juga]
Di awal film, Murphy juga diam-diam sering berinteraksi dengan remaja aneh bernama Murphy. Tapi semakin lama, terlihat kalau remaja ini mungkin bukan mendekati Murphy karena tertarik dengan kedokteran.
Saat anggota keluarga Murphy mulai menderita penyakit misterius, kewarasan Murphy pun diuji. Mampukah ia melakukan tindakan ekstrem untuk menyelamatkan mereka semua?
Horor Absurd yang Sangat Intens
Film ini dibuka dengan visual eksplisit jantung yang berdenyut-denyut dalam operasi, diiringi oleh lagu Franz Schubert.
https://open.spotify.com/track/56RXHSry5e1E8dwykAZJ8k
Pembukaan ini saja sudah membangun mood yang pas untuk penonton. Setelah itu, filmnya terasa menegangkan dan mencekam... bahkan meski belum terjadi apa-apa.
The Killing of a Sacred Deer sendiri tentunya bukan film untuk semua orang. Ketimbang menyajikan horor lewat hantu yang jelas-jelas nyata, film ini lebih menonjolkan ketegangan di dalam keluarga saat mereka menghadapi masalah yang luar biasa.
Ya, bisa dibilang pada dasarnya ini adalah film tentang keluarga. Juga tentang ego. Bagian awal film memperkenalkan kamu dengan semua anggota keluarga Murphy, mulai dari sang ayah, sang ibu, hingga kedua anaknya.
Saat dihadapkan pada situasi sulit, apa yang akan orang-orang ini lakukan? Akankah ada di antara mereka yang tega mengorbankan diri untuk menyelamatkan yang lain? Ataukah mereka akan saling mencoba mengumpankan yang lain untuk bertahan hidup? Dengan konflik seperti itu, penonton yang sudah berkeluarga mungkin akan merasa tidak nyaman menyaksikan apa yang terjadi.
Film ini sudah rilis di Amerika sejak 20 Oktober. Sinopsis lengkapnya sudah tersaji di Wikipedia sejak lama. Penulis bahkan sudah membacanya dulu untuk persiapan menonton.
[read_more id="354889"]
Apakah itu membantu? Hebatnya sih tidak. Mengetahui spoiler dari awal hingga akhir justru membuat pengalaman menonton film ini semakin mencekam. Rasanya seperti menyaksikan kecelakaan mengerikan yang sama dua kali, secara perlahan-lahan.
Jadi, yah, meski kamu sudah membaca spoiler film ini pun penulis yakin tak masalah untuk tetap menontonnya. Film ini masih bisa mengguncangmu.
Musik Latar yang Membangun Mood
Kalau kamu menonton The Killing of a Sacred Deer, konflik dan ending dari film ini rasanya tidak akan mudah kamu lupakan. Adegan-adegannya bisa jadi akan membekas lama di kepalamu.
Selain itu, hal lain yang pasti akan membekas di benakmu ya musik latarnya. Pilihan musik untuk film ini benar-benar bagus. Gemuruh atau pekikan dari biola, yang terkadang diputar dengan sangat-sangat keras, bisa membuat bulu kudukmu berdiri.
Salah satu sampel yang bisa kamu dengarkan lagi ada di bawah ini.
https://open.spotify.com/track/1u7TWaxGQVIhQUxmsTHlsa
Dengan kualitas musik seperti ini, tidak masalah sebagian besar adegan disajikan dalam penerangan yang bagus, bukannya kegelapan malam. Masalah supernatural aneh yang dialami oleh keluarga Murphy tetap terasa menakutkan.
Lanjutan pembahasan The Killing of a Sacred Deer bisa kamu baca di halaman kedua!
Penampilan Kuat dari Para Aktor
Latimos memilih aktor-aktor yang tepat untuk film ini. Dengan bintang utama Colin Farrell dan Nicole Kidman, sudah jelas kualitas akting yang disajikan akan luar biasa.
[duniaku_baca_juga]
Namun tak bisa dikesampingkan juga penampilan dari Barry Keoghan sebagai Martin, remaja yang membuat masalah ke keluarga Murphy.
Martin tampaknya menderita autisme, yang membuat dia seperti kesulitan memproses emosi. Namun Keoghan dapat menyajikan karakter ini dengan sangat bagus. Meski cara bicaranya datar dan jarang mengalami perubahan emosi, ia tetap bisa menyajikan tokoh yang kadang awkward, kadang terasa menyeramkan.
Lalu jangan lupakan juga Raffey Cassidy, pemeran Kim Murphy, dan Sunny Suljic, pemeran Bob Murphy. Dua aktor muda ini bisa menampilkan tokoh masing-masing dengan sangat baik. Ini membuat bagian akhir film, saat para tokoh mulai memahami satu-satunya solusi untuk menyelesaikan persoalan mereka, menjadi semakin pahit untuk dinikmati.
Jelas Sama Sekali Bukan untuk Anak-anak
Mengingat The Killing of a Sacred Deer jelas-jelas bukan film superhero dan sejenisnya, rasanya kecil kemungkinan ada orang tua yang nekat membawa anak mereka untuk menyaksikannya. Tapi tetap saja penulis memperingatkan: ini bukan film untuk semua umur.
[read_more id="351130"]
Pertama tentu saja ada muatan seksual, yang meski sudah disensor dan dipotong tetap sangat terasa di sepanjang film.
Lalu ada juga temanya, soal konflik batin seorang ayah untuk mencari solusi penyakit misterius keluarganya. Tema berat seperti ini akan lebih kena ke penonton dewasa ketimbang penonton muda.
Kesimpulannya, The Killing of a Sacred Deer adalah film memikat yang bisa memuaskan penontonnya.
Tapi sekali lagi, kalau kamu belum cukup umur, tidak dianjurkan untuk menonton film ini. Bukan hanya karena muatan seksual, tapi juga karena temanya yang berat dan bisa sulit dinikmati oleh penonton muda.