Review Fantastic Four: Punya Potensi, Tapi Pada Akhirnya Mengecewakan
Pada akhirnya, film ini memiliki potensi untuk setidaknya menjadi film science fiction yang lumayan. Namun potensi itu sama sekali tidak terwujud.
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
[read_more link="https://static.duniaku.net/2015/08/Review-Fantastic-Four-Fantastic-Four-2015.jpg">Namun Reed beruntung. Penemuannya memancing perhatian dari orang yang tepat: Franklin Storm, seorang ilmuwan dari Baxter Foundation. Franklin pun memekerjakan Susan Storm, putri angkatnya, Johnny Storm, dan ilmuwan jenius Victor Von Doom untuk mencoba mengembangkan teleporter Reed ke tahap yang lebih besar. Siapa sangka kalau percobaan itu ternyata justru mengubah nasib mereka berempat sekaligus Ben Grimm, sahabat Reed yang bahkan tidak ikut serta dalam pembangunan mesinnya?
Untuk fans Fantastic Four versi komik: sebaiknya kamu hindari film ini jauh-jauh. Bahkan film Fantastic Four-nya Roger Corman saja lebih terasa seperti Fantastic Four ketimbang film ini. Dan Roger Corman melakukan itu dengan modal yang jauh lebih sedikit serta studio yang sama sekali tak peduli dengan hasilnya.
Yep, film ini masih lebih Fantastic Four ketimbang seluruh Fantastic Four garapan Fox.[/caption]
Meski begitu, sekitar separuh kurang di awal film masih menunjukkan potensi film sains fiksi yang bagus. Ya, film sains fiksi, bukan film superhero apa lagi film Fantastic Four. Karakter-karakter yang tersaji terasa cukup simpatik dan menarik perhatian, walau pada akhirnya hanya Reed seorang yang mendapat pendalaman cukup. Pembangunan teleporter untuk mencapai alam lain pun lumayan menarik.
Namun kemudian para tokoh utama kita, minus satu, mengunjungi Planet Zero. Dan tiba-tiba karakter yang seharusnya jenius ini berubah menjadi luar biasa dungu. Sejak saat itu hingga akhir film, seluruh karakter di film ini pun terasa dibuat bodoh hanya untuk memajukan plot.
Yang lebih parah lagi? Adegan klimaks dari film ini, yang seharusnya bisa membuat seluruh kekurangan sebelumnya dimaafkan, terasa dipaksakan dan terkesan asal tempel. Bagian klimaks ini terasa muncul tiba-tiba, berlangsung buru-buru, lalu berakhir tiba-tiba pula. Bukannya terkagum-kagum, selesai menonton kamu bisa-bisa hanya mengerutkan kening dan merasa kecewa dengan keseluruhan film.
Setelah melihat Fantastic Four, penulis mencapai kesimpulan: film ini adalah kesalahan Josh Trank dan 20th Century Fox sekaligus. Sejak awal konsep yang dibawa Trank bukanlah konsep Fantastic Four. Namun mungkin film itu masih bisa menjadi lumayan, melihat kualitas separuh adegan di awal. Lalu intervensi Fox, terasa sekali di adegan klimaks yang dipaksakan, memastikan film ini benar-benar jatuh mengecewakan.