[Geektopia] Cuteness Overload
Dalam Geektopia kali ini, saya akan membahas salah satu aspek teraneh subkultur otaku: anthropomoprhisasi moe dan apakah konsep tersebut punya manfaat.
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dalam bukunya “Understanding Comics”, Scott McCloud mengatakan bahwa manusia merupakan mahkluk yang egois. Kita melihat kita manusia dalam semuanya, memproyeksikan identitas dan emosi manusia di mana tidak ada hal demikian. Itulah kenapa kita bisa melihat gambar sesederhana satu lingkaran, dua titik, dan satu garis sebagai wajah manusia.
Mekanisme ini mungkin berada karena membuat kita lebih mudah mengerti dunia. Kita menganggap binatang peliharaan mempunyai emosi seperti marah dan iri. Bahkan kita menciptakan cerita di mana para binatang mampu berkomunikasi satu sama lain. Menggunakan konsep ini, iklan dengan maskot lebih mudah masuk ke pikiran kita dengan menciptakan hubungan proyeksi antara pengguna dengan produk tersebut, seperti manusia ban Michelin Man.
Tidak ada tempat lain di dunia yang memanfaatkan ini lebih dari Jepang. Antara kombinasi pengaruh gaya kartun Tezuka dan obsesi terhadap hal-hal yang ‘manis’, menciptakan budaya di mana maskot merajalela. Sebutlah budaya ‘kawaii’.
Konsep budaya ini bisa dibilang oleh subkultur otaku Jepang berubah menjadi sesuatu yang ‘ganas’, menjadi konsep yang disebut sebagai moe. Untuk menjelaskan moe merupakan sebuah hal yang sangat rumit, bahkan bagi penggemar moe sekalipun, namun pada umumnya moe mengambil wujud sebagai ketertarikan terhadap model gadis muda manis. Dengan menggabungkannya dengan konsep maskot, para otaku menemukan cara untuk membungkus berbagai hal termasuk konsep abstrak yang membosankan menjadi sesuatu yang menarik... sesuatu dengan wujud gadis muda yang manis.
Ambillah Wikipe-tan, representasi Wikipedia yang menjadi maskot tidak resmi Wikipedia, atau OS-tan, yang bahkan Microsoft Japan mengeluarkan versi resmi dari OS-tan Windows 7 bernama Madobe Nanami.
Banyak manga yang menggunakan konsep tersebut. Komedi romantis merupakan genre pelaku paling sering karena membutuhkan twist yang menarik perhatian untuk menggugah pembaca. Makhluk seperti vampir atau alien mudah ditemukan dalam genre ini. Beberapa contoh yang paling aneh: 090 Eko no Issho, di mana sang gadis adalah telepon. Sudah terbukti bahwa banyak orang menghabiskan lebih banyak waktu dengan smartphone dibanding dengan pacar, jadi logis jika evolusi berikutnya adalah smartphone menjadi pacar; Akikan!, di mana para gadis adalah kaleng soda(!); dan Monster Musume no Iro Nichijou, di mana sang protagonis dikelilingi gadis monster seperti Lamia, Centaur dan Harpy.
Bahkan mahkluk yang seharusnya sangat menakutkan seperti mahkluk mitologi Cthulhu pun tidak luput. Pada artikel sebelumnya saya sudah menyebutkan Haiyore! Nyaruko-san, light novel yang telah dijadikan anime yang memfiturkan Nyarlahotep dalam wujud gadis muda, tapi masih ada beberapa light novel lain yang memfiturkan mitologi Chtuhlhu: Uchi no Maid wa Futeikei yang memfiturkan Shoggoth dan Makai Shoujo R’lyeh Lulu yang memfiturkan putri(?) dari Cthulhu.
Tapi kandidat utama untuk binatang yang paling aneh untuk pilihan di-moe-kan adalah binatang yang sering dianggap paling menjijikkan: kecoak. Ini berasal dari manga berjudul Gokiburi Gijinka.
Ada juga satu subkultur tersendiri yang cukup populer, mecha musume. Gadis muda dikombinasikan dengan senjata berteknologi tinggi. Awalnya berasal dari kumpulan ilustrasi MS Girls di Gundam Ace, konsep ini berkembang ke alat tempur dunia nyata. Humikane Shimada, yang menciptakan istilah tersebut, kemudian bertanggung jawab menciptakan seri Strike Witches, di mana sekumpulan gadis muda yang menggunakan baling-baling pesawat di kakinya. Tak hanya itu, mereka juga dibuat berdasarkan pilot pesawat tempur asli di perang dunia II.
Bicara soal berdasarkan dunia nyata, jelas bahwa konsep ini merupakan proyeksi kenyataan ke fantasi, dan mungkin sepantasnya tetap berada di dunia fantasi. Namun melihat konsep ini mampu membungkus sesuatu yang membosankan menjadi menarik (setidaknya bagi sebagian orang), timbul pertanyaan: Bisakah konsep ini lebih dari itu? Bisakah konsep ini digunakan untuk tujuan edukasi?
Jawabannya bisa, tapi sulit untuk mempromosikannya di luar subkultur otaku yang mengerti secara mendasar mengenai moe. Di luar subkultur tersebut, ketimpangan antara pesan yang serius dengan pembawa pesannya mudah dipersepsikan sebagai menghina atau menyepelekan pesan tersebut.
Mungkin hal tersebut tidak masalah jika subyeknya tidak kontroversial seperti Pixel Maritan, di mana Maritan yang merupakan representasi tentara Marines Amerika mengajarkan fans Jepang mengenai slang para Marines.
Masalah muncul ketika topik menyentuh subyek sensitif seperti politik. Ambillah buku berjudul Nyotaika!! Sekai no Dokusaisha Retsuden. Buku ini berisi informasi mengenai para diktator dunia dan menceritakan sejarah singkat mengenai mereka... bersama ilustrasi mereka dalam wujud gadis moe.
Satu manga yang menarik dalam mewujudkan kombinasi tersebut adalah Afuganis-tan, yang menceritakan kehidupan seorang gadis petani Afuganis-tan (yang berdasarkan negara Afghanistan dan penampilan berdasarkan sang Gadis Afghan) yang diparalelkan dengan sejarah Afghanistan dari kemerdekaannya di awal abad 20 sampai tahun 2004.
Semua ini baru merupakan permukaan dari konsep anthropomorphisasi moe. Masih banyak buku pedoman yang memanfaatkan konsep ini. Itu dan hal-hal yang saya sebutkan sebelumnya masih dalam batasan produk resmi... lebih banyak lagi hal yang menggunakan konsep ini begitu memasuki dunia fanart dan doujinshi. Pokemon, misalnya. Potensinya tidak terbatas. Mungkin konsep inilah yang bisa disebut sebagai puncak dari soft power Jepang.