Namco Bandai Berkunjung ke Indonesia, Ada Apa?
Kemarin pagi (22/8/13), AGI menerima kedatangan Namco Bandai dari Jepang. Apa tujuan kedatangan mereka ke Indonesia?
Kemarin pagi (22/8/2013), Asosiasi Game Indonesia (AGI) menerima tamu agung dari Jepang. Mereka adalah: Kanako Okura, Daisuke Omori, Makoto Asanuma dan Shin Unozawa yang merupakan perwakilan dari Namco Bandai. Keempat orang tamu ini ditemani dengan Shinri Endo dan Hitoshi Nakamura dari Nikkei serta Yoko Takebe selaku translator.
Tujuan kedatangan Namco Bandai ke Indonesia adalah untuk mempelajari pasar game di Indonesia serta membuka peluang untuk bekerjasama dengan mitra-mitra developer dan publisher di Indonesia. Meski dikenal luas di Indonesia sebagai developer dan publisher sejumlah judul besar seperti: Tekken, Soul Calibur, Pacman, serta serial Tales; secara langsung sentuhan Namco Bandai terhadap Indonesia masih sebatas Merchandise dan Arcade. Merchandise dijual melalui berbagai mitra penjualan untuk berbagai barang dengan merk animasi seperti Naruto, One Piece maupun Dragon Ball; sedangkan untuk Arcade banyak dijumpai secara langsung di berbagai Arcade Center dengan game seperti Animal Kaizer, Tekken, Soul Calibur hingga Taiko No Tatsujin.
Namco Bandai menyadari bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk berkembang, sebab Indonesia memiliki tingkat populasi yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang stabil, serta pembangunan infrastruktur yang kuat. Dengan alasan demikian, Indonesia menjadi prioritas Namco Bandai untuk tujuan pengembangan di Asia Tenggara.
Namco Bandai juga menjelaskan bahwa merk-merk yang dibawahi oleh mereka telah memiliki posisi yang sangat kuat di mata masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat melalui popularitas berbagai judul animasi seperti: Naruto, One Piece dan Dragon Ball. Judul-judul game mereka seperti: Animal Kaizer dan Tekken juga telah terlihat kuat dan banyak dimainkan di Indonesia. Bima Satria Garuda juga merupakan bukti keseriusan mereka untuk mengerjakan pasar Indonesia.
Namco Bandai menjelaskan bahwa bagi mereka, masalah utama yang dihadapi saat ini adalah pembajakan. Pembajakan memang telah berhasil meningkatkan popularitas judul-judul yang mereka kelola, namun pembajakan pada bidang game membuat mereka sulit untuk bergerak di Indonesia. Hal ini berpengaruh secara siknifikan pada game-game mereka yang berada pada platform konsol dan handheld.
AGI menjelaskan bahwa pembajakan memang saat menjadi salah satu masalah utama. Namun kesadaran gamer konsol dan handheld sudah mulai tumbuh. Hal ini dikarenakan adanya sistem online yang memaksa pemain untuk menggunakan game orisinil sehingga dapat melakukan update ataupun memperoleh reward.
Andi Suryanto dari Lyto menjelaskan bahwa selain pembajakan, masalah utama pertumbuhan Industri game di Indonesia adalah sistem pembayaran. Hingga saat ini, masih belum ada sistem pembayaran yang benar-benar kuat dan menyeluruh di Indonesia, terutama untuk game-game internasional maupun mobile. Hal ini terjadi karena sistem pembayaran yang digunakan berbasis kartu kredit, sementara jumlah pengguna kartu kredit di Indonesia sendiri masih sangat sedikit.
Ihsan Wahab dari Pandawa menambahkan bahwa meskipun secara populasi Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara, namun mayoritas masyarakat masih belum menggunakan layanan bank. Dari seluruh pengguna layanan bank tersebut, hanya sebagian kecil yang menggunakan layanan kartu kredit. Sehingga dapat dibayangkan seberapa kecil masyarakat Indonesia yang memiliki akses untuk menggunakan sistem pembayaran tersebut.
Dien Wong dari Altermyth kemudian menjelaskan bahwa optimisme perkembangan Indonesia masih besar. Bahkan kedepannya, pembangunan di Indonesia akan menjadi lebih agresif karena pembangunan infrastruktur yang lebih cepat. Salah satu pemicunya adalah rencana Telkom untuk mengubah seluruh Fixed Line di Indonesia dengan Fibre Optic. Dengan adanya rencana ini, maka kedepannya akses masyarakat pada layanan internet yang mumpuni dan sekelas broadband akan sangat luas.
Bapak Haryawirasma dari Gudang Voucher ikut menambahkan bahwa regulasi juga perlu diperhatikan oleh Namco Bandai untuk kedepannya. Regulasi baru berbentuk peraturan Menteri yang memaksa layanan IT seperti chat, game, atau yang lainnya untuk memiliki mitra lokal dan server di Indonesia telah diberlakukan sejak beberapa bulan yang lalu. Saat ini regulasi tersebut memang masih dalam masa penyesuaian selama satu tahun untuk proses perusahan-perusahaan terkait dalam membangun server dan menjalin kemitraan dengan lokal.
Arief dari Agate menjelaskan bahwa saat ini kemitraan yang banyak dilakukan perusahaan-perusahaan luar terhadap perusahaan Indonesia adalah lokalisasi dan outsourcing untuk asset game. Namco Bandai menjelaskan bahwa mereka sangat menyadari potensi besar Indonesia, bukan hanya sebagai pasar, tetapi juga sebagai mitra kerjasama. Oleh karena itu, mereka sangat berharap kedepannya rekan-rekan dari AGI dapat membantu Namco Bandai di Indonesia.
Atas dari kiri ke kanan: Shinri Endo, Makoto Asanuma, Shin Unozawa, Andi Suryanto, Dedi Suryanto, Ihsan Wahab, Arief Widhiyasa
Bawah dari kiri ke kanan: Daisuke Omori, Kanako Okura, Hitoshi Nakamura, Shinri Endo, Dipta Erlangga, Billy, Dien Wong[/caption]
Setelah sebelumnya Square Enix yang membuka kantor di Indonesia, kemudian Sega yang mulai secara langsung masuk ke Indonesia, kini Namco Bandai mengikuti langkah kedua perusahaan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memang benar memiliki potensi pertumbuhan yang besar dalam bidang game. Kondisi ini perlu diimbangi dengan perkembangan developer dan publisher Indonesia, sehingga Indonesia kedepannya tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga menjadi developer dan publisher yang ikut memasarkan game-nya secara global dan diperhitungkan secara internasional.